Masuki Era Pemerintahan Digital, Masih Perlukah Pindah Ibu Kota?

Jum'at, 23 Agustus 2019 - 20:32 WIB
Masuki Era Pemerintahan...
Masuki Era Pemerintahan Digital, Masih Perlukah Pindah Ibu Kota?
A A A
JAKARTA - Pemerintah dinilai perlu mengkaji lebih lanjut terkait sisi perkembangan teknologi terhadap urgensi pemindahan Ibu Kota negara Indonesia. Pasalnya dalam 10 hingga 15 tahun ke depan, Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (UI) Eko Prasojo memprediksi bahwa Indonesia akan menggunakan konsep governansi digital (E-government) dengan pemanfaatan kemajuan IPTEK, terutama internet of things.

"Oleh karena itu, jika kita jadi pindah Ibu Kota di era itu berarti bangunan untuk pemerintah akan lebih minimalis. Jika digital governance terjadi, tidak pindah pun juga tetap akan mengurangi aktivitas fisik pemerintah maupun pegawainya, kantor-kantor swasta dan pemerintah akan lebih sering kosong," ujar Eko Prasojo di Jakarta, Jumat (23/8/2019).

Lebih lanjut, Ia mengakui bahwa wacana pemindahan Ibu Kota bisa menghadirkan pemerataan ekonomi sehingga tidak menjadi Jawa sentris. Menurutnya pemindahan Ibu Kota Negara Indonesia masih harus melalui proses politik yakni lewat DPR dan DPD, terutama pembentukan RUU Pemindahan Ibu Kota sebagai basis atau dasar dari keputusan tersebut.

"Jika kita berpikir jangka panjang, perpindahan Ibu Kota ini akan menstimulasi pertumbuhan wilayah sekitar Kalimantan yang sebelumnya Jawasentris, serta pembangunan yang lebih merata. Otonomi daerah saat ini sudah mendorong pertumbuhan, tetapi yang kurang adalah birokrasi yang bisa memfasilitasi dan menstimulus ekonomi daerah. Tumbuhnya daerah kabupaten dan kota juga tentunya akan meminimalisir urbanisasi," ungkap Eko.

Pertimbangan dasarnya, menurut Eko, sebenarnya Indonesia hanya tinggal menstimulus dan memperkuat perekonomian daerah, karena yang dibutuhkan adalah sosok yang memiliki leadership yang kuat. Pembiayaan dari swasta juga harus diperhatikan, supaya pemindahan ini bukanlah ditujukan untuk konsep bisnis para investor.

"Penting juga manajemen tata ruang perkotaan, yang tidak terencana akan memicu problema baru baik itu kemacetan, banjir, dan kualitas hidup masyarakat, terlebih lagi konflik sosial yang perlu diantisipasi. Konsep pembangunannya harus menggunakan konsep megapolitan dengan desentralisasi fungsional," paparnya.

Ia berujar, "jangan sampai pemindahan ini justru mengalihkan fokus dan tenaga serta waktu kita untuk hal, terutama PR kita yang belum terselesaikan. Permasalahan utamanya disini adalah kelembagaan kita yang belum solid dan strukturnya yang masih terlalu gemuk, reformasi regulasi juga masih belum berjalan," tegas dia.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0635 seconds (0.1#10.140)