Perusahaan Asuransi China Tertarik Membantu Defisit BPJS Kesehatan
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, menerangkan bahwa perusahaan asuransi asal China, Ping An Insurance tertarik membantu defisit yang dialami Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Ia menceritakan, ketertarikan membantu ini bermula dari pertemuannya dengan salah satu pemimpin Ping An Insurance saat kunjungannya ke China pada bulan lalu.
"Dari perbincangan tersebut, terungkap perusahaan asuransi berbasis daring ini menggunakan teknologi kecerdasan buatan dan telah sukses membantu efiensi bisnis mereka. Perusahaan publik ini memelopori menggunakan sistem manajemen kesehatan berbasis teknologi di 282 kota di China," ujar Luhut di Jakarta, Minggu (25/8/2019).
Menurut mereka, cerita Luhut, layanan ini telah dimanfaatkan lebih dari 403 juta orang. Pada pembicaraan tersebut, pihak Ping An menyampaikan beberapa saran yang bisa dilakukan oleh BPJS untuk mengatasi defisitnya yang diperkirakan mencapai Rp28,4 triliun.
Dan Luhut menyarankan pihak Ping An untuk bertemu langsung dengan BPJS Kesehatan, membicarakan apa saja yang bisa diterapkan atau ditingkatkan lagi untuk efisiensi atau memperkecil defisit BPJS, yang jumlah pesertanya saat ini mencapai lebih dari 222 juta orang.
"Kita berharap perusahaan ini bersedia berbagi pengalaman mereka yang telah sukses mengelola asuransi kesehatan bagi peserta yang jumlahnya lebih banyak dari peserta BPJS," jelasnya.
Menko Luhut mengatakan ia memahami benar bahwa BPJS ini tidak masuk dalam lingkup bidang kerjanya, tetapi dari pertemuan itu--sebagai warga negara Indonesia--berharap Ping An bisa memberi masukan atau sumbang saran.
Grup Ping An mengelola jasa keuangan pada tiga divisi yaitu asuransi, investasi dan perbankan dengan aset mencapai USD1,3 triliun. Divisi asuransi Ping An Insurance adalah perusahaan asuransi terbesar di China dengan kapitalisasi pasar USD230 miliar.
Sebagai tindak lanjut, pekan lalu, Menko Luhut bertemu dengan Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris.
Dalam pertemuan, Kepala BPJS menyampaikan ada beberapa hal yang perlu dilakukan, antara lain pembenahan sistem teknologi, regulasi dan penegakan hukum untuk meningkatkan kepatuhan pembayaran iuran dari para peserta.
Lalu pihak Ping An memberi saran kepada BPJS, yang pertama dilakukan adalah mengevaluasi sistem teknologi informasi yang dimiliki BPJS. Dari sana baru bisa diketahui apa yang menjadi kelemahan badan asuransi ini dan bagaimana memperbaikinya.
"Saya rasa BPJS sebagai lembaga asuransi dengan ratusan juta peserta, sangat paham bagaimana melindungi data pesertanya agar tidak bocor ke pihak lain. Jadi yang terjadi saat ini baru pembicaraan dan saran dari mereka, tidak ada satupun keputusan yang dibuat. Dan kalaupun BPJS tertarik melaksanakan saran mereka atau bekerja sama dengan mereka, keputusannya ada di tangan BPJS. Menko Puan pun sudah mendapat laporannya," jelas Luhut menyebut Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK).
Lebih lanjut Luhut menjelaskan, menurut Fachmi Idris yang mungkin bisa dilakukan untuk menigkatkan kolektabilitas adalah melalui tindakan hukum, yaitu kepatuhan membayar iuran menjadi syarat masyarakat memperoleh layanan publik.
"Dengan melakukan sinkronisasi data misalnya jika ada yang orang yang ingin mendapat layanan publik seperti pembuatan SIM atau paspor, akan dicek dulu apakah ia mempunyai tunggakan pembayaran BPJS, jika masih ada tunggakan maka mereka akan diminta untuk melunasi terlebih dahulu sebelum melanjutkan proses di layanan publik tersebut. Itu hanya salah satu contoh," katanya.
Dari pertemuan tersebut, Luhut berkesimpulan bahwa iuran BPJS yang ada saat ini masih terlalu kecil dan iuran untuk orang yang berpenghasilan lebih besar seharusnya tidak sama dengan iuran yang dibayar oleh masyarakat berpenghasilan UMR.
Ia menceritakan, ketertarikan membantu ini bermula dari pertemuannya dengan salah satu pemimpin Ping An Insurance saat kunjungannya ke China pada bulan lalu.
"Dari perbincangan tersebut, terungkap perusahaan asuransi berbasis daring ini menggunakan teknologi kecerdasan buatan dan telah sukses membantu efiensi bisnis mereka. Perusahaan publik ini memelopori menggunakan sistem manajemen kesehatan berbasis teknologi di 282 kota di China," ujar Luhut di Jakarta, Minggu (25/8/2019).
Menurut mereka, cerita Luhut, layanan ini telah dimanfaatkan lebih dari 403 juta orang. Pada pembicaraan tersebut, pihak Ping An menyampaikan beberapa saran yang bisa dilakukan oleh BPJS untuk mengatasi defisitnya yang diperkirakan mencapai Rp28,4 triliun.
Dan Luhut menyarankan pihak Ping An untuk bertemu langsung dengan BPJS Kesehatan, membicarakan apa saja yang bisa diterapkan atau ditingkatkan lagi untuk efisiensi atau memperkecil defisit BPJS, yang jumlah pesertanya saat ini mencapai lebih dari 222 juta orang.
"Kita berharap perusahaan ini bersedia berbagi pengalaman mereka yang telah sukses mengelola asuransi kesehatan bagi peserta yang jumlahnya lebih banyak dari peserta BPJS," jelasnya.
Menko Luhut mengatakan ia memahami benar bahwa BPJS ini tidak masuk dalam lingkup bidang kerjanya, tetapi dari pertemuan itu--sebagai warga negara Indonesia--berharap Ping An bisa memberi masukan atau sumbang saran.
Grup Ping An mengelola jasa keuangan pada tiga divisi yaitu asuransi, investasi dan perbankan dengan aset mencapai USD1,3 triliun. Divisi asuransi Ping An Insurance adalah perusahaan asuransi terbesar di China dengan kapitalisasi pasar USD230 miliar.
Sebagai tindak lanjut, pekan lalu, Menko Luhut bertemu dengan Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris.
Dalam pertemuan, Kepala BPJS menyampaikan ada beberapa hal yang perlu dilakukan, antara lain pembenahan sistem teknologi, regulasi dan penegakan hukum untuk meningkatkan kepatuhan pembayaran iuran dari para peserta.
Lalu pihak Ping An memberi saran kepada BPJS, yang pertama dilakukan adalah mengevaluasi sistem teknologi informasi yang dimiliki BPJS. Dari sana baru bisa diketahui apa yang menjadi kelemahan badan asuransi ini dan bagaimana memperbaikinya.
"Saya rasa BPJS sebagai lembaga asuransi dengan ratusan juta peserta, sangat paham bagaimana melindungi data pesertanya agar tidak bocor ke pihak lain. Jadi yang terjadi saat ini baru pembicaraan dan saran dari mereka, tidak ada satupun keputusan yang dibuat. Dan kalaupun BPJS tertarik melaksanakan saran mereka atau bekerja sama dengan mereka, keputusannya ada di tangan BPJS. Menko Puan pun sudah mendapat laporannya," jelas Luhut menyebut Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK).
Lebih lanjut Luhut menjelaskan, menurut Fachmi Idris yang mungkin bisa dilakukan untuk menigkatkan kolektabilitas adalah melalui tindakan hukum, yaitu kepatuhan membayar iuran menjadi syarat masyarakat memperoleh layanan publik.
"Dengan melakukan sinkronisasi data misalnya jika ada yang orang yang ingin mendapat layanan publik seperti pembuatan SIM atau paspor, akan dicek dulu apakah ia mempunyai tunggakan pembayaran BPJS, jika masih ada tunggakan maka mereka akan diminta untuk melunasi terlebih dahulu sebelum melanjutkan proses di layanan publik tersebut. Itu hanya salah satu contoh," katanya.
Dari pertemuan tersebut, Luhut berkesimpulan bahwa iuran BPJS yang ada saat ini masih terlalu kecil dan iuran untuk orang yang berpenghasilan lebih besar seharusnya tidak sama dengan iuran yang dibayar oleh masyarakat berpenghasilan UMR.
(ven)