Kemendag Gali Peluang Masuki Pasar Produk Halal Negara OKI
A
A
A
JAKARTA - Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk produk-produk halal. Karena itu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus mendorong upaya ekspor produk halal nasional, yang salah satunya dengan memanfaatkan keanggotaan Indonesia di Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
"Indonesia akan terus mendorong ekspor produk halal dengan memanfaatkan keanggotaannya di OKI untuk meningkatkan akses pasar ke negara anggota lainnya seperti Turki, Nigeria, Mesir, dan Uni Emirat Arab dengan sebaik-baiknya," kata Staf Ahli
Bidang Hubungan Internasional Arlinda dalam keterangan pers, Senin (2/9/2019).
Arlinda mengungkapkan, terdapat tiga hal yang menjadi isu perdagangan internasional terkait produk halal. Pertama, adanya perbedaan regulasi, standar, dan sistem sertifikasi halal di berbagai negara.
Isu yang kedua adalah perbedaan sertifikasi atau tanda halal antarnegara yang terlibat dalam perdagangan produk halal. Terakhir, adanya perbedaan mahzab yang dianut di tiap negara, sehingga terdapat perbedaan interpretasi halal terhadap suatu produk.
Di bagian lain, ganjalan ekspor Indonesia ke negara OKI adalah tingginya tarif bea masuk. Hal tersebut menyebabkan ekspor kurang bersaing karena harga menjadi tinggi. Hingga saat ini, upaya penurunan tarif masih terus dilakukan Indonesia melalui perjanjian dagang dengan beberapa negara OKI.
Perjanjian perdagangan dengan beberapa negara OKI yang saat ini tengah dalam tahap perundingan adalah Indonesia-Iran Preferential Trade Agreement (PTA), Indonesia-Turkey Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), Indonesia-Tunisia PTA, Indonesia-Pakistan Trade in Goods Agreement (TIGA), dan Indonesia-Bangladesh PTA.
Melalui lokakarya yang menghadirkan narasumber dari berbagai negara anggota OKI yang terlibat langsung penanganan produk halal, baik sebagai regulator maupun pelaku usaha ini Kemendag berharap dapat membantu meningkatkan pemahaman para pemangku kepentingan mengenai konsep dan peraturan produk halal yang diterapkan di negara-negara OKI. "Sehingga nantinya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ekspor produk halal Indonesia ke negaranegara anggota OKI," tandas Arlinda.
Jumlah muslim di dunia pada tahun 2017 mencapai 1,8 miliar jiwa atau 24% dari total penduduk dunia dengan total pengeluaran sebanyak USD2,1 triliun dan terus meningkat setiap tahunnya. Sementara, jumlah populasi muslim di negara anggota OKI mencapai 1,3 miliar jiwa atau 80% dari total populasi muslim dunia.
Berdasarkan data yang diterbitkan Statistical, Economic and Social Research and Training Centre for Islamic Countries (SESRIC), produk domestik bruto (GDP) negara anggota OKI tercatat sebesar USD15,8 triliun pada 2013. Nilai ini naik menjadi USD19,4 triliun pada 2017, dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,1%.
Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian keseluruhan negara anggota OKI relatif meningkat, walaupun dihadapkan dengan melonjaknya beberapa harga komoditas dan kondisi ekonomi internasional yang kurang stabil. Sementara, ekspor produk halal Indonesia ke negara anggota OKI tahun 2018 tercatat sebesar USD45 miliar atau 12,5% dari total perdagangan nasional yang mencapai USD369 miliar.
Arlinda menambahkan, sejalan dengan upaya penurunan tarif bea masuk, peluang ekspor produk halal juga harus ditingkatkan. "Produk halal Indonesia seperti produk pangan, obat-obatan, kosmetik, dan pakaian muslim adalah komoditas yang harus lebih ditingkatkan untuk memasuki pasar halal OKI. Untuk itu, Kemendag terus memastikan produk-produk tersebut siap memenuhi persyaratan halal negara anggota OKI," pungkasnya.
"Indonesia akan terus mendorong ekspor produk halal dengan memanfaatkan keanggotaannya di OKI untuk meningkatkan akses pasar ke negara anggota lainnya seperti Turki, Nigeria, Mesir, dan Uni Emirat Arab dengan sebaik-baiknya," kata Staf Ahli
Bidang Hubungan Internasional Arlinda dalam keterangan pers, Senin (2/9/2019).
Arlinda mengungkapkan, terdapat tiga hal yang menjadi isu perdagangan internasional terkait produk halal. Pertama, adanya perbedaan regulasi, standar, dan sistem sertifikasi halal di berbagai negara.
Isu yang kedua adalah perbedaan sertifikasi atau tanda halal antarnegara yang terlibat dalam perdagangan produk halal. Terakhir, adanya perbedaan mahzab yang dianut di tiap negara, sehingga terdapat perbedaan interpretasi halal terhadap suatu produk.
Di bagian lain, ganjalan ekspor Indonesia ke negara OKI adalah tingginya tarif bea masuk. Hal tersebut menyebabkan ekspor kurang bersaing karena harga menjadi tinggi. Hingga saat ini, upaya penurunan tarif masih terus dilakukan Indonesia melalui perjanjian dagang dengan beberapa negara OKI.
Perjanjian perdagangan dengan beberapa negara OKI yang saat ini tengah dalam tahap perundingan adalah Indonesia-Iran Preferential Trade Agreement (PTA), Indonesia-Turkey Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), Indonesia-Tunisia PTA, Indonesia-Pakistan Trade in Goods Agreement (TIGA), dan Indonesia-Bangladesh PTA.
Melalui lokakarya yang menghadirkan narasumber dari berbagai negara anggota OKI yang terlibat langsung penanganan produk halal, baik sebagai regulator maupun pelaku usaha ini Kemendag berharap dapat membantu meningkatkan pemahaman para pemangku kepentingan mengenai konsep dan peraturan produk halal yang diterapkan di negara-negara OKI. "Sehingga nantinya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ekspor produk halal Indonesia ke negaranegara anggota OKI," tandas Arlinda.
Jumlah muslim di dunia pada tahun 2017 mencapai 1,8 miliar jiwa atau 24% dari total penduduk dunia dengan total pengeluaran sebanyak USD2,1 triliun dan terus meningkat setiap tahunnya. Sementara, jumlah populasi muslim di negara anggota OKI mencapai 1,3 miliar jiwa atau 80% dari total populasi muslim dunia.
Berdasarkan data yang diterbitkan Statistical, Economic and Social Research and Training Centre for Islamic Countries (SESRIC), produk domestik bruto (GDP) negara anggota OKI tercatat sebesar USD15,8 triliun pada 2013. Nilai ini naik menjadi USD19,4 triliun pada 2017, dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,1%.
Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian keseluruhan negara anggota OKI relatif meningkat, walaupun dihadapkan dengan melonjaknya beberapa harga komoditas dan kondisi ekonomi internasional yang kurang stabil. Sementara, ekspor produk halal Indonesia ke negara anggota OKI tahun 2018 tercatat sebesar USD45 miliar atau 12,5% dari total perdagangan nasional yang mencapai USD369 miliar.
Arlinda menambahkan, sejalan dengan upaya penurunan tarif bea masuk, peluang ekspor produk halal juga harus ditingkatkan. "Produk halal Indonesia seperti produk pangan, obat-obatan, kosmetik, dan pakaian muslim adalah komoditas yang harus lebih ditingkatkan untuk memasuki pasar halal OKI. Untuk itu, Kemendag terus memastikan produk-produk tersebut siap memenuhi persyaratan halal negara anggota OKI," pungkasnya.
(fjo)