Mandatori B30 Diterapkan Tahun Depan
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah siap menerapkan kebijakan mandatori biodiesel 30% (B30) tahun depan.
Kebijakan perluasan pemanfaatan sawit sebagai bahan bakar ini diyakini memberi dampak yang lebih luas, tidak hanya terhadap perekonomian nasional, juga untuk perbaikan kesejahteraan petani sawit.
”Laporan dari Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), dari hasil uji jalan B30 tidak ditemukannya hasil perbedaan yang signifikan dari kebijakan yang telah berjalan sehingga mulai Januari tahun depan pemerintah bersiap akan menjalankan kebijakan B30,”ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dalam keterangan tertulis kemarin.
Darmin menuturkan, pemerintah juga sudah merencanakan tahapan selanjutnya. Apabila green biofuel sudah dapat diproduksi, maka green diesel akan diolah sebagai bahan bakar nabati. Misalnya produksi B50 yang merupakan campuran B30 dan D20.
”Dengan demikian, lambat laun kita dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM sekaligus mengantarkan kelapa sawit berjaya sebagai komoditas primadona Indonesia di pasar global,”tuturnya. Pemerintah juga mengapresiasi temuan katalis green fuel berbasis sawit milik Institut Teknologi Bandung (ITB).
Pusat Rekayasa Katalisis ITB bersama dengan Pertamina Research and Technology Centre (RTC) telah mengembangkan katalis khusus yang akan menjadi pendorong diproduksinya green fuel berbasis minyak sawit.
Katalis bernama BIPN ini dapat memproduksi bahan bakar beroktan 90 sampai dengan 120, yang dapat disesuaikan dengan kebutuhannya. Katalis sendiri adalah salah satu komponen penting dalam proses pengolahan minyak bumi, dan selama ini masih banyak bergantung pada impor.
Hasil pengembangan katalis di Laboratorium ITB ini tentunya juga bisa diarahkan sebagai substitusi impor yang akan menghemat devisa negara. ”Pemerintah sangat menghargai perguruan tinggi yang telah mengembangkan komoditas lokal seperti CPO menjadi green fuel yang setara dengan solar atau pertamax.
Proses ini tentunya akan memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit, tapi di masa depan akan mengurangi ketergantungan kita terhadap impor BBM,” kata Darmin. Darmin berharap ITB dapat mengembangkan katalis khusus secara komersial yang akan menjadi pendorong diproduksinya green fuel berbasis CPO.
”Tentunya ITB dapat bekerja sama dengan dunia usaha seperti PT Pertamina (Persero) sehingga hasil penelitian berupa katalis dapat diimplementasikan di kilang PT Pertamina,” imbuhnya. Sebelumnya, Kementerian ESDM melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral (Badan Litbang ESDM) bekerja sama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menyebutkan, tidak ada perbedaan B30 dan B20 pada mesin diesel.
Pernyataan tersebut menyampaikan hasil road test B30 (campuran 30% biodiesel pada bahan bakar solar) yang digunakan pada kendaraan bermesin diesel. Hasilnya, tidak ada perbedaan signifikan pada kinerja kendaraan yang menggunakan bahan bakar B30 dibandingkan dengan B20 yang sudah diimplementasikan selama ini.
”Sampai sejauh ini hasil road test B30 menunjukkan tidak ada perbedaan kinerja signifikan ketika kendaraan menggunakan bahan bakar B30 dan B20. Bahkan kendaraan berbahan bakar B30 menghasilkan tingkat emisi lebih rendah,” kata Kepala Badan Litbang ESDM Dadan Kusdiana.
Road test dilakukan dengan membandingkan kinerja sebelum dan sesudah penggunaan B30 dan B20 pada delapan unit kendaraan bertonase di bawah 3,5 ton dengan jarak tempuh 50.000 km. Sementara kendaraan bertonase di atas 3,5 ton dijalankan pada tiga unit kendaraan dengan jarak tempuh 40.000 km.
Dadan mengungkapkan, parameter yang diukur selama tes jalan adalah konsumsi bahan bakar, daya, emisi, start ability dalam kondisi dingin, mutu bahan bakar, dan pelumas. Dia menyebut, salah satu output kegiatan tes tersebut adalah pengguna dan industri automotif dapat menerima mandatori B30.
”Saat ini road test B30 sudah berjalan sekitar 70% dan tidak ada keraguan untuk mulai diterapkan pada Januari 2020,” tegasnya. Para pemangku kepentingan, sambung Dadan, saling melakukan penyesuaian.
Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) melakukan penyesuaian komposisi bahan bakar, sedangkan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) melakukan sejumlah perubahan pada komponen mesin kendaraan.
Tim Pokja Gaikindo Abdul Rochim menyatakan dukungannya terhadap penerapan mandatori B30. ”Melihat hasil road test, kendaraan uji bisa menerima B30 sehingga Gaikindo siap mendukung penerapan wajib B30 mulai Januari nanti,” katanya. (Oktiani Endarwati/Ant)
Kebijakan perluasan pemanfaatan sawit sebagai bahan bakar ini diyakini memberi dampak yang lebih luas, tidak hanya terhadap perekonomian nasional, juga untuk perbaikan kesejahteraan petani sawit.
”Laporan dari Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), dari hasil uji jalan B30 tidak ditemukannya hasil perbedaan yang signifikan dari kebijakan yang telah berjalan sehingga mulai Januari tahun depan pemerintah bersiap akan menjalankan kebijakan B30,”ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dalam keterangan tertulis kemarin.
Darmin menuturkan, pemerintah juga sudah merencanakan tahapan selanjutnya. Apabila green biofuel sudah dapat diproduksi, maka green diesel akan diolah sebagai bahan bakar nabati. Misalnya produksi B50 yang merupakan campuran B30 dan D20.
”Dengan demikian, lambat laun kita dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM sekaligus mengantarkan kelapa sawit berjaya sebagai komoditas primadona Indonesia di pasar global,”tuturnya. Pemerintah juga mengapresiasi temuan katalis green fuel berbasis sawit milik Institut Teknologi Bandung (ITB).
Pusat Rekayasa Katalisis ITB bersama dengan Pertamina Research and Technology Centre (RTC) telah mengembangkan katalis khusus yang akan menjadi pendorong diproduksinya green fuel berbasis minyak sawit.
Katalis bernama BIPN ini dapat memproduksi bahan bakar beroktan 90 sampai dengan 120, yang dapat disesuaikan dengan kebutuhannya. Katalis sendiri adalah salah satu komponen penting dalam proses pengolahan minyak bumi, dan selama ini masih banyak bergantung pada impor.
Hasil pengembangan katalis di Laboratorium ITB ini tentunya juga bisa diarahkan sebagai substitusi impor yang akan menghemat devisa negara. ”Pemerintah sangat menghargai perguruan tinggi yang telah mengembangkan komoditas lokal seperti CPO menjadi green fuel yang setara dengan solar atau pertamax.
Proses ini tentunya akan memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit, tapi di masa depan akan mengurangi ketergantungan kita terhadap impor BBM,” kata Darmin. Darmin berharap ITB dapat mengembangkan katalis khusus secara komersial yang akan menjadi pendorong diproduksinya green fuel berbasis CPO.
”Tentunya ITB dapat bekerja sama dengan dunia usaha seperti PT Pertamina (Persero) sehingga hasil penelitian berupa katalis dapat diimplementasikan di kilang PT Pertamina,” imbuhnya. Sebelumnya, Kementerian ESDM melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral (Badan Litbang ESDM) bekerja sama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menyebutkan, tidak ada perbedaan B30 dan B20 pada mesin diesel.
Pernyataan tersebut menyampaikan hasil road test B30 (campuran 30% biodiesel pada bahan bakar solar) yang digunakan pada kendaraan bermesin diesel. Hasilnya, tidak ada perbedaan signifikan pada kinerja kendaraan yang menggunakan bahan bakar B30 dibandingkan dengan B20 yang sudah diimplementasikan selama ini.
”Sampai sejauh ini hasil road test B30 menunjukkan tidak ada perbedaan kinerja signifikan ketika kendaraan menggunakan bahan bakar B30 dan B20. Bahkan kendaraan berbahan bakar B30 menghasilkan tingkat emisi lebih rendah,” kata Kepala Badan Litbang ESDM Dadan Kusdiana.
Road test dilakukan dengan membandingkan kinerja sebelum dan sesudah penggunaan B30 dan B20 pada delapan unit kendaraan bertonase di bawah 3,5 ton dengan jarak tempuh 50.000 km. Sementara kendaraan bertonase di atas 3,5 ton dijalankan pada tiga unit kendaraan dengan jarak tempuh 40.000 km.
Dadan mengungkapkan, parameter yang diukur selama tes jalan adalah konsumsi bahan bakar, daya, emisi, start ability dalam kondisi dingin, mutu bahan bakar, dan pelumas. Dia menyebut, salah satu output kegiatan tes tersebut adalah pengguna dan industri automotif dapat menerima mandatori B30.
”Saat ini road test B30 sudah berjalan sekitar 70% dan tidak ada keraguan untuk mulai diterapkan pada Januari 2020,” tegasnya. Para pemangku kepentingan, sambung Dadan, saling melakukan penyesuaian.
Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) melakukan penyesuaian komposisi bahan bakar, sedangkan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) melakukan sejumlah perubahan pada komponen mesin kendaraan.
Tim Pokja Gaikindo Abdul Rochim menyatakan dukungannya terhadap penerapan mandatori B30. ”Melihat hasil road test, kendaraan uji bisa menerima B30 sehingga Gaikindo siap mendukung penerapan wajib B30 mulai Januari nanti,” katanya. (Oktiani Endarwati/Ant)
(nfl)