Kertas Leces Bangkrut, PPA Keluhkan Pembagian Harta yang Tak Sesuai
A
A
A
JAKARTA - PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) mengungkapkan bahwa PT Kertas Leces (Perero) mengalami pailit atau bangkrut. Hal ini seiring perseroan pelat merah yang memproduksi kertas itu tidak mampu menghasilkan keuntungan.
"PT Kertas Leces (Persero) dinyatakan pailit sejak tanggal 25 September 2018 sesuai dengan putusan No.43 PK/Pailit/Pdt.Sus-Pailit/2019 No 01/Pdt.Sus," ujar Corporate Secretary PPA Edi Winanto di Jakarta, Senin (9/9/2019).
Dia mengungkapkan keberatan atas pengumuman resmi kurator PT Kertas Leces yang hendak memulai pembagian budel pailit kepada para kreditur.
Hal itu terkait nominal pembagian harta di dalam budel pailit tersebut yang sangat kecil dan tidak sesuai atas aset yang dibebankan hak tanggungan atas nama PPA.
"Hakim pengadilan niaga bermasalah yang keliru menerapkan undang-undang kapan pemegang hak tanggungan memulai pelaksanaan haknya dan lelangnya," jelasnya. Undang-undang (UU) dimaksud adalah UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Dia menambahkan, penjualan aset itu laku terjual dengan harga lebih dari Rp11 miliar. Menurutnya, sebagai pemegang hak tanggungan maka PPA semestinya menerima Rp9,5 miliar. Namun, PPA hanya mendapatkan Rp1,2 miliar. Selain itu, PPA keberatan karena kurator mendapatkan pembagian harta juga.
"Tanggungan yang sebesar Rp9,5 miliar sampai sekian lama kuarator menerbitkan daftar pembagian kuota dimana PPA hanya memperoleh pembagian Rp1,2 miliar. Kami mengajukan keberatan karena PPA seharusnya memiliki hak Rp9,5 miliar. Keberatan itu diajukan oleh niaga," jelasnya.
"PT Kertas Leces (Persero) dinyatakan pailit sejak tanggal 25 September 2018 sesuai dengan putusan No.43 PK/Pailit/Pdt.Sus-Pailit/2019 No 01/Pdt.Sus," ujar Corporate Secretary PPA Edi Winanto di Jakarta, Senin (9/9/2019).
Dia mengungkapkan keberatan atas pengumuman resmi kurator PT Kertas Leces yang hendak memulai pembagian budel pailit kepada para kreditur.
Hal itu terkait nominal pembagian harta di dalam budel pailit tersebut yang sangat kecil dan tidak sesuai atas aset yang dibebankan hak tanggungan atas nama PPA.
"Hakim pengadilan niaga bermasalah yang keliru menerapkan undang-undang kapan pemegang hak tanggungan memulai pelaksanaan haknya dan lelangnya," jelasnya. Undang-undang (UU) dimaksud adalah UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Dia menambahkan, penjualan aset itu laku terjual dengan harga lebih dari Rp11 miliar. Menurutnya, sebagai pemegang hak tanggungan maka PPA semestinya menerima Rp9,5 miliar. Namun, PPA hanya mendapatkan Rp1,2 miliar. Selain itu, PPA keberatan karena kurator mendapatkan pembagian harta juga.
"Tanggungan yang sebesar Rp9,5 miliar sampai sekian lama kuarator menerbitkan daftar pembagian kuota dimana PPA hanya memperoleh pembagian Rp1,2 miliar. Kami mengajukan keberatan karena PPA seharusnya memiliki hak Rp9,5 miliar. Keberatan itu diajukan oleh niaga," jelasnya.
(ind)