CEO Kevin Johnson Ciptakan Generasi Berikutnya Starbucks
A
A
A
CHICAGO - CEO Starbucks Kevin Johnson memulai langkah inovasi dalam perusahaan raksasa kopi asal Amerika Serikat (AS) tersebut, dengan latar belakang teknologi yang dimilikinya. Johnson sendiri mengambil alih posisi teratas di Starbucks mulai April 2017 setelah sebelumnya sempat menjabat sebagai CEO Juniper Networks (JNPR) hingga masuk ke jajaran eksekutif di Microsoft (MSFT).
Tarcatat sejak Johnson mengambil alih pada April 2017, saham Starbucks telah naik hampir 64% dan naik lebih dari 50% sejak awal tahun ini. Begitu Johnson memegang kendali, salah satu yang menjadi pengamatannya adalah bahwa kecepatan inovasi melambat di Starbucks. Dengan 31.000 toko, "skala dan kompleksitas bisa menjadi musuh kecepatan," katanya seperti dilansir Yahoo Finance
Di bawah pengawasan Johnson, Starbucks saat ini telah membawa siklus inovasi panjangnya ke siklus dimana perusahaan beralih dari ide ke tindakan dalam 100 hari. "Saya mencoba untuk mengambil semua yang saya pelajari dalam 32 tahun di industri teknologi tentang bagaimana Anda berinovasi dalam teknologi, dan kami mulai menerapkannya di sini di Starbucks," kata Johnson dalam wawancara eksklusif dari Starbucks's Leadership Experience di Chicago.
Salah satu pendekatan yang diambil Johnson di Starbucks adalah merangkul desain yang berpusat pada manusia. Ini adalah metode penyelesaian masalah yang menempatkan pengalaman dan interaksi pelanggan dan karyawan, termasuk lingkungan fisik dan digital dalam setiap langkah proses.
"Ada metodologi yang Anda tuju di mana dengan riset kuantitatif dan kualitatif untuk mengidentifikasi pelanggan dan mitra kami akan hal-hal apa yang perlu kita rancang untuk membuat pengalaman mereka lebih baik?. Kami kemudian merangkul mantra untuk melakukan dari ide ke tindakan dalam 100 hari, dan kemudian belajar dan beradaptasi," jelas Johnson.
Selain itu dia juga mengerahkan 15 tim yang lebih kecil, lintas fungsional, gesit, yang terdidi dari berbagai bidang perusahaan untuk menghasilkan solusi yang lebih baik. "Mereka bergerak lebih cepat, solusinya lebih relevan bagi pelanggan kami, serta mereka lebih menginspirasi mitra. Dan itu mengubah cara kami bekerja di Starbucks," katanya.
Ciptakan Generasi Starbucks Berikutnya
Johnson juga menyakini dalam memberdayakan karyawan di semua tingkatan untuk mengatasi beberapa masalah. Perusahaan memposting proyek di situs web internal yang disebut Springboard untuk mengumpulkan feedback.
Sebagian dari proyek-proyek di Springboard memasuki Tryer Center, sebuah laboratorium inovasi di mana karyawan dapat menguji dan mencoba minuman, membuat prototipe dan membangun peralatan baru. Ditambah menciptakan proses yang membuat pengalaman di dalam toko lebih efisien bagi pelanggan dan mitra.
Tryer Center dibangun di markas besar Seattle pada November 2018. Hingga saat ini, lebih dari 130 proyek telah diuji, dan belasan sudah ada di toko-toko. "Begitu mereka berada di Tryer Center, kami memiliki tim mitra, sering di lapangan, dan mereka membantu kami merancang dan menciptakan generasi Starbucks berikutnya," ungkapnya.
Tarcatat sejak Johnson mengambil alih pada April 2017, saham Starbucks telah naik hampir 64% dan naik lebih dari 50% sejak awal tahun ini. Begitu Johnson memegang kendali, salah satu yang menjadi pengamatannya adalah bahwa kecepatan inovasi melambat di Starbucks. Dengan 31.000 toko, "skala dan kompleksitas bisa menjadi musuh kecepatan," katanya seperti dilansir Yahoo Finance
Di bawah pengawasan Johnson, Starbucks saat ini telah membawa siklus inovasi panjangnya ke siklus dimana perusahaan beralih dari ide ke tindakan dalam 100 hari. "Saya mencoba untuk mengambil semua yang saya pelajari dalam 32 tahun di industri teknologi tentang bagaimana Anda berinovasi dalam teknologi, dan kami mulai menerapkannya di sini di Starbucks," kata Johnson dalam wawancara eksklusif dari Starbucks's Leadership Experience di Chicago.
Salah satu pendekatan yang diambil Johnson di Starbucks adalah merangkul desain yang berpusat pada manusia. Ini adalah metode penyelesaian masalah yang menempatkan pengalaman dan interaksi pelanggan dan karyawan, termasuk lingkungan fisik dan digital dalam setiap langkah proses.
"Ada metodologi yang Anda tuju di mana dengan riset kuantitatif dan kualitatif untuk mengidentifikasi pelanggan dan mitra kami akan hal-hal apa yang perlu kita rancang untuk membuat pengalaman mereka lebih baik?. Kami kemudian merangkul mantra untuk melakukan dari ide ke tindakan dalam 100 hari, dan kemudian belajar dan beradaptasi," jelas Johnson.
Selain itu dia juga mengerahkan 15 tim yang lebih kecil, lintas fungsional, gesit, yang terdidi dari berbagai bidang perusahaan untuk menghasilkan solusi yang lebih baik. "Mereka bergerak lebih cepat, solusinya lebih relevan bagi pelanggan kami, serta mereka lebih menginspirasi mitra. Dan itu mengubah cara kami bekerja di Starbucks," katanya.
Ciptakan Generasi Starbucks Berikutnya
Johnson juga menyakini dalam memberdayakan karyawan di semua tingkatan untuk mengatasi beberapa masalah. Perusahaan memposting proyek di situs web internal yang disebut Springboard untuk mengumpulkan feedback.
Sebagian dari proyek-proyek di Springboard memasuki Tryer Center, sebuah laboratorium inovasi di mana karyawan dapat menguji dan mencoba minuman, membuat prototipe dan membangun peralatan baru. Ditambah menciptakan proses yang membuat pengalaman di dalam toko lebih efisien bagi pelanggan dan mitra.
Tryer Center dibangun di markas besar Seattle pada November 2018. Hingga saat ini, lebih dari 130 proyek telah diuji, dan belasan sudah ada di toko-toko. "Begitu mereka berada di Tryer Center, kami memiliki tim mitra, sering di lapangan, dan mereka membantu kami merancang dan menciptakan generasi Starbucks berikutnya," ungkapnya.
(akr)