Membangun Bisnis untuk Bantu Sesama

Minggu, 15 September 2019 - 13:10 WIB
Membangun Bisnis untuk Bantu Sesama
Membangun Bisnis untuk Bantu Sesama
A A A
Mengadopsi sistem Go-Jek, Triyono membuat ojek Difa dengan semua driver-nya difabel. Bukan cuma ojek online, melainkan juga Difa City Tour di Yogyakarta.

Melalui Difa City Tour, Triyono membuat wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta dapat diantar oleh para penyandang disabilitas melalui motor roda tiga yang sudah dimodifikasi. Triyono merupakan penyandang disabilitas, polio sejak balita membuatnya tidak bisa berjalan.

Kehidupan dijalaninya dengan dukungan keluarga, sehingga saat melihat di sekitarnya para disabilitas yang kurang beruntung, hatinya miris. Banyak yang ingin bekerja namun tidak memiliki kesempatan. Ojek difabel ini menjadi pilihan pekerjaan yang ditawarkan kepada rekan-rekan. ”Beberapa teman tertarik bantu modifikasi, tapi motornya tetap dari saya. Motor dimodifikasi untuk menjadi roda tiga dan dibuat agar dapat menaruh kursi roda,” kenang Triyono.

Dia terus mengembangkan desain motor agar kursi roda bisa ikut dibawa. Beberapa driver ikut bergabung dengan membawa motor yang sudah dimodifikasi sendiri oleh mereka. Difa ojek mulai bagus saat teman-teman difabel mulai berlangganan untuk antarjemput. Pada Juli-Desember 2015, banyak yang tertarik sehingga signifikansinya naik. Bukan hanya itu, banyak juga yang mau jadi driver. Karena banyak yang ingin menjadi driver, Triyono meminta bantuan dengan cara membuat proposal yang disampaikan ke teman-temannya di dunia bisnis banyak yang turut menyumbang.

Akhirnya, ojek Difa semakin berkembang menjadi Difa City Tour hadir dengan melayani paket wisata ke beberapa tempat per paket 3- 4 jam jadi sehari driver ojek Difa melayani dua trip. ” Karena kondisi difabel juga tidak bisa terlalu diforsir, mereka capek sedikit bisa langsung drop.

Dipilih tempat wisata yang jalurnya searah yang sudah kita tentukan jadi kita sudah tahu bisa lebih mengefisieni waktu,” ungkapnya. Konsumen mereka adalah turis mancanegara dan lokal, turis yang normal maupun difabel. Selain wisata, juga ada layanan baru yakni kargo, mengantar barang pindahan para mahasiswa.

Triyono mengaku awalnya sulit mengedukasi masyarakat awam yang sering menganggap remeh para teman difabel. Mereka merasa takut untuk dibawa oleh para teman difabel padahal kalau sudah pakai pasti terasa nyaman. ”Biasanya menggunakan jasa kami itu kalangan menengah-atas yang mereka memang senang dan ingin punya pengalaman baru. Tujuan kami juga turut mengedukasi masyarakat untuk difabel memberikan kesetaraan bagi mereka,” jelasnya.

Triyono membuat Difa Tour ini membantu para difabel yang awalnya merasa suram memikirkan masa depan. Karena sudah memiliki penghasilan, mereka menjadi percaya diri. Triyono bercerita beberapa dari mereka langsung memutuskan untuk menikah.

Mereka berani bermimpi, bermimpi untuk punya motor baru mereka, mimpi untuk punya rumah karena mereka sudah tahu cara mencari nafkah. ”Hal ini yang terus menjadi motivasi saya dan tim untuk terus berinovasi supaya pendapatan mereka lebih untuk berumah tangga, punya anak. Intinya kembali ke awal, mereka cari nafkah memang tidak bisa jauh-jauh dari motornya karena itu sebagai kaki mereka. Jadi, kita di sini terus berpikir inilah pekerjaan yang sesuai bagi mereka,” ucapnya.

Dia mengaku akan terus berkembang dan berinovasi agar dapat bertahan. Selain memberikan pekerjaan sebagai driver ojek wisata, Tri pun tidak lupa memberikan pelatihan bahasa bagi mereka sebagai bekal untuk bertemu dengan para turis.

Tidak selesai sampai di situ saja, mereka pun diajar merencanakan keuangan agar kelak memiliki kehidupan yang layak karena pintar mengatur penghasilan yang diterima. Menjadikan sang anak pengusaha, juga impian Eli Rahmawati—seorang ibu dengan anak yang mengidap autis. Usia sang anak mang masih 14 tahun, jenjang pendidikan luar biasa dipilihnya sebab sang anak tidak mampu masuk sekolah umum.
Mengikuti terapi dan terus melakukan home schooling , hingga menemukan apa yang disukai anaknya yakni membuat telur asin. ”Anak saya jualan telur asin selalu laku. Namun memang kendalanya, konsumen hanya mengandalkan jaringan saya dan suami. Saya membayangkan kalau kami tidak ada bagaimana bisa usaha anak saya ini akan berlanjut,” ucapnya khawatir.

Sang anak sangat menikmati hariharinya membuat telur asin walaupun belum sampai tahap pemasaran. Eli mengaku akan mempelajari market place dan perlahan juga mengajari dunia digital pada anaknya. Kini dia pun sedang memikirkan keunikan yang dapat dipamerkan dari telur asin produksi sang putri baik dalam kemasan maupun rasa. (Ananda Nararya)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5927 seconds (0.1#10.140)