Suku Bunga Turun Jadi Jamu Manis Bagi Industri Perbankan

Kamis, 19 September 2019 - 18:47 WIB
Suku Bunga Turun Jadi...
Suku Bunga Turun Jadi Jamu Manis Bagi Industri Perbankan
A A A
JAKARTA - SVP Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto melihat dasar pertimbangan keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) hari ini karena BI memang konsisten dengan pendekatan ahead the curve dan pre-emptive action policy menyikapi sinyal perlambatan pertumbuhan ekonomi karena kuatnya pengaruh negatif dari faktor eksternal seperti perang dagang AS-China.

Sebagai informasi, RDG BI hari ini memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,25% dari sebelumnya 5,50%.

Menurut dia, langkah BI saat ini boleh dibilang sangat strategis dan monumental karena bauran kebijakannya yang bersifat "jamu manis" amat dibutuhkan oleh perbankan dan pelaku sektor riil.

"Hanya saja ini belum cukup. Luxury kebijakan BI ini perlu diselaraskan atau diimbangi dengan kebijakan fiskal, ekonomi dan investasi yang juga harus akomodatif atau longgar," ujar Ryan saat dihubungi, Kamis (19/9/2019).

Alhasil, lanjut dia, terjadi bauran kebijakan yang baik dan kredibel antara moneter dan makroprudensial (BI) dan fiskal (Pemerintah/Kementerian Keuangan) yang akan diapresiasi oleh pasar. Reformasi struktural pun tetap harus menjadi agenda prioritas pemerintah.

"Pada akhirnya, semoga pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) bisa tumbuh lebih baik di kisaran 8-10% dan kredit berkisar 11-13% tahun 2019 ini dengan outlook pertumbuhan ekonomi berkisar 5,1% secara tahunan (year-on-year/yoy)," bebernya.

Dia berpandangan, bauran Kebijakan oleh BI ini jelas dimaksudkan untuk mengakselerasi kegiatan perekonomian melalui jalur sistem perbankan dimana perbankan dikondisikan untuk segera menyesuaikan arah suku bunga (simpanan dan kreditnya) sesuai dengan arah suku bunga acuan sebagai jangkar.

Cepat atau lambat gerakan suku bunga akan bergerak ke bawah yang pada gilirannya akan mendorong permintaan kredit produktif (dengan dilonggarkannya rasio RIM) maupun kredit konsumtif (dengan dilonggarkannya rasio LTV untuk kredit properti/KPR dan kredit kendaraan bermotor/KKB).

"Ini dari sisi konsumen bank (demand side). Sedangkan dari sisi bank (supply side), perbankan didorong melonggarkan suku bunga (utamanya bunga kredit) sehingga fungsi intermediasi meningkat selaras dengan relaksasi rasio likuiditas (RIM) dan rasio LTV," katanya.

Adapun yang melandasi keputusan RDG BI kali ini yang sungguh akomodatif atau dovish ini antara lain arah ekspektasi inflasi yang terkendali pada kisaran 3,3% full year.

Disamping itu, sikap dovish sebagian besar bank sentral di dunia, bahkan ada yang negative interest rate (ECB, BOJ), termasuk turunnya Fed Fund Rate (FFR) oleh The Fed tadi malam sebesaf 25 bps menjadi 1,75-2,00%.

Faktor lainnya adalah ruang fiskal (porsi belanja barang dan modal) oleh pemerintah yang masih cukup besar, nilai tukar rupiah yang relatif stabil karena semua faktor sudah price-in, serta untuk menjaga momentum pertumbuhan agar tidak hilang.
(ind)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1014 seconds (0.1#10.140)