Faisal Basri Sebut Banyak Korupsi Lewat Perbankan Pelat Merah
A
A
A
JAKARTA - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengungkapkan, modus koruptor dalam melakukan aksinya adalah lewat perbankan pelat merah. Meski begitu, Ia enggan mengungkapkan bank BUMN masa saja yang dimanfaatkan.
"Ini modus korupsi lewat bank BUMN. (Tapi) maaf, saya enggak bisa sebut banknya, karena bank BUMN terus memberikan utang kepada proyek yang gagal. Proyek gagal ini bisa terus membayar cicilan dan bunga meskipun proyeknya tidak menghasilkan," ujar Faisal Basri di Jakarta, Senin (30/10).
Sambung dia mengungkapkan, banyak korupsi yang dilakukan adalah menggunakan cicilan bunga dan holding-nya di Singapura atau di luar negeri. "Bayarnya lancar kan, statusnya di mata bank itu kreditnya lancar, padahal enggak lancar," jelasnya.
Dia juga menyayangkan peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tidak banyak mengungkapkan utang BUMN yang macet akibat sejumlah proyek. "Ini kisah nyata ya, bayarnya lancar, jadi uang dari luar negeri masuk ke bank, uang dari luar negerinya barangkali dari Indonesia hasil korupsi di bawa ke luar negeri. Kemudian dicuci dalam bentuk bayar cicilan, dan bunga ke Indonesia lewat proyek yang gagal itu," papar dia.
Lebih lanjut ungkapnya, modus pertama ayakni pemberian kredit yang berkelanjutan oleh bank BUMN kepada proyek yang gagal. Namun, pembayaran cicilan serta bunganya dilakukan oleh perusahaan induk di luar negeri seperti di Singapura. Modus kedua pembayaran kredit untuk proyek yang dikerjakan suatu perusahaan macet. Kemudian, perusahaan yang sama mengajukan kembali kredit untuk proyek lain guna membiayai proyek sebelumnya.
Ketiga, kredit dari bank BUMN digunakan untuk membangun gedung perkantoran milik seorang menteri. "Gedung itu tak laku, lalu BUMN lain diminta untuk merenovasi dan menyewanya selama lima tahun," ujarnya.
Modus terakhir, bank BUMN diminta menyelamatkan bank swasta yang terkena masalah hingga bangkrut. "Jadi ini modusnya ada satu bank swasta yang sakit berat, eh seluruh bank BUMN yang tanggung-jawab," tutupnya.
"Ini modus korupsi lewat bank BUMN. (Tapi) maaf, saya enggak bisa sebut banknya, karena bank BUMN terus memberikan utang kepada proyek yang gagal. Proyek gagal ini bisa terus membayar cicilan dan bunga meskipun proyeknya tidak menghasilkan," ujar Faisal Basri di Jakarta, Senin (30/10).
Sambung dia mengungkapkan, banyak korupsi yang dilakukan adalah menggunakan cicilan bunga dan holding-nya di Singapura atau di luar negeri. "Bayarnya lancar kan, statusnya di mata bank itu kreditnya lancar, padahal enggak lancar," jelasnya.
Dia juga menyayangkan peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tidak banyak mengungkapkan utang BUMN yang macet akibat sejumlah proyek. "Ini kisah nyata ya, bayarnya lancar, jadi uang dari luar negeri masuk ke bank, uang dari luar negerinya barangkali dari Indonesia hasil korupsi di bawa ke luar negeri. Kemudian dicuci dalam bentuk bayar cicilan, dan bunga ke Indonesia lewat proyek yang gagal itu," papar dia.
Lebih lanjut ungkapnya, modus pertama ayakni pemberian kredit yang berkelanjutan oleh bank BUMN kepada proyek yang gagal. Namun, pembayaran cicilan serta bunganya dilakukan oleh perusahaan induk di luar negeri seperti di Singapura. Modus kedua pembayaran kredit untuk proyek yang dikerjakan suatu perusahaan macet. Kemudian, perusahaan yang sama mengajukan kembali kredit untuk proyek lain guna membiayai proyek sebelumnya.
Ketiga, kredit dari bank BUMN digunakan untuk membangun gedung perkantoran milik seorang menteri. "Gedung itu tak laku, lalu BUMN lain diminta untuk merenovasi dan menyewanya selama lima tahun," ujarnya.
Modus terakhir, bank BUMN diminta menyelamatkan bank swasta yang terkena masalah hingga bangkrut. "Jadi ini modusnya ada satu bank swasta yang sakit berat, eh seluruh bank BUMN yang tanggung-jawab," tutupnya.
(akr)