Sejak Awal Kekeringan, Kementan Sudah Upayakan Mitigasi
A
A
A
JAKARTA - Kekeringan yang melanda Indonesia tahun ini berlangsung lebih lama. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan musim hujan yang biasanya berlangsung mulai awal Oktober akan mengalami pemunduran selama beberapa minggu. Kementerian Pertanian (Kementan) terus mengupayakan mitigasi kekeringan, termasuk dengan prasarana dan sarana.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan, kekeringan menimpa tujuh provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Bali). Diperkirakan 20.369 hektar sawah dari 1.969 desa di seluruh Indonesia bakal mengalami puso.
"Upaya mitigasi bencana kekeringan perlu terus diintensifkan mengingat dampaknya pada sektor pertanian," ujar Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy, Kamis (3/10/2019).
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Kementan telah mengeluarkan Informasi Kalender Tanam (KATAM) Musim Tanam Kemarau 2019. KATAM telah terintegrasi dengan prakiraan iklim musim kemarau 2019 oleh BMKG.
"Selain itu, sosialisasi antisipasi kekeringan dan percepatan tanam juga telah dilakukan di beberapa wilayah yang potensi luas tanamnya cukup besar dan yang menjadi wilayah endemik kekeringan," jelas Sarwo Edhy.
Terkait dengan upaya penanganan kekeringan, Tim dari Kementan, melalui penanggungjawab UPSUS pada masing-masing Provinsi, juga langsung turun ke lapangan dalam mengantisipasi kekeringan. Khususnya pada lahan sawah, apabila ada laporan dari Dinas Pertanian setempat, kelompok masyarakat maupun media.
Kegiatan yang sudah dan sedang dilakukan antara lain, melakukan koordinasi dengan Balai Wilayah Sungai setempat untuk melakukan gilir-giring air, memprioritaskan pengalokasian air pada lahan yang sudah mengalami kekeringan.
"Kami juga berkoordinasi dengan Kementerian PUPR terkait percepatan perbaikan saluran irigasi utama yang mengalami kerusakan dan menggangu aliran air irigasi ke lahan sawah," katanya.
Selain itu, Kementan mengidentifikasi sumber-sumber air yang masih dapat dimanfaatkan dan menyalurkannya dengan pompa pada lahan sawah yang masih terdapat standing crop.
"Juga mendorong percepatan pelaksanaan fisik kegiatan irigasi pertanian untuk segera dimanfaatkan dalam mengantisipasi kekeringan antara lain jaringan irigasi tersier, embung pertanian dan irigasi perpipaan dan perpompaan," paparnya.
Sepanjang tahun 2014-2018, Kementan sudah menggelontorkan total 101.249 unit pompa air. Dengan rincian, 2014 sebanyak 6.564 unit, 2015 sebanyak 21.539 unit, 2016 sebanyak 19.518 unit, 2017 sebanyak 19.522 unit, dan 2018 sebanyak 34.106 unit.
Kemudian mendorong dinas lingkup pertanian. Agar segera menyalurkan pompa-pompa air yang sudah dialokasikan pada daerah yang mengalami kekeringan.
Asuransi pertanian yang dirintis Kementerian Pertanian juga mempunyai peran penting. Untuk meringankan petani, pemerintah juga mensubsidi premi asuransi pertanian tersebut.
"Sehingga petani bisa tenang tidak takut mengalami gagal panen. Dengan adanya asuransi, Kegiatan menanam akan tetap terus berjalan," kata Sarwo Edhy.
Diketahui, monitoring hari tanpa hujan dari BMKG per September 2019, menunjukkan sebagian besar wilayah Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara sudah tidak mengalami Hujan lebih dari 30 hari. Berdasarkan pantauan, terdapat lebih dari 100 Kabupaten/Kota yang terdampak kekeringan pada MK 2019 dengan total 264.968 Ha dan Puso 70.201Ha.
Total luas kekeringan (Januari-September) 2019 mencapai 264.968 Ha. Dimana 253.396 Ha dari total tersebut terjadi pada musim kemarau (April-Agustus). Sebagian besar kekeringan terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur.
"Apabila dibandingkan dengan luas tanam saat ini yang mencapai 9.552.848 Ha, persentase luas kekeringan pada musim kemarau masih sangat kecil berkisar 2,77%," ungkap Sarwo Edhy.
Luas areal sawah yang mengalami puso mencapai 70.201 Ha atau 26,49% dari total luas kekeringan dan 0,73% dari total luas tanam.
"Dampak kekeringan ini tidak berpengaruh nyata dalam mengurangi stok produksi beras nasional sampai saat ini," pungkasnya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan, kekeringan menimpa tujuh provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Bali). Diperkirakan 20.369 hektar sawah dari 1.969 desa di seluruh Indonesia bakal mengalami puso.
"Upaya mitigasi bencana kekeringan perlu terus diintensifkan mengingat dampaknya pada sektor pertanian," ujar Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy, Kamis (3/10/2019).
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Kementan telah mengeluarkan Informasi Kalender Tanam (KATAM) Musim Tanam Kemarau 2019. KATAM telah terintegrasi dengan prakiraan iklim musim kemarau 2019 oleh BMKG.
"Selain itu, sosialisasi antisipasi kekeringan dan percepatan tanam juga telah dilakukan di beberapa wilayah yang potensi luas tanamnya cukup besar dan yang menjadi wilayah endemik kekeringan," jelas Sarwo Edhy.
Terkait dengan upaya penanganan kekeringan, Tim dari Kementan, melalui penanggungjawab UPSUS pada masing-masing Provinsi, juga langsung turun ke lapangan dalam mengantisipasi kekeringan. Khususnya pada lahan sawah, apabila ada laporan dari Dinas Pertanian setempat, kelompok masyarakat maupun media.
Kegiatan yang sudah dan sedang dilakukan antara lain, melakukan koordinasi dengan Balai Wilayah Sungai setempat untuk melakukan gilir-giring air, memprioritaskan pengalokasian air pada lahan yang sudah mengalami kekeringan.
"Kami juga berkoordinasi dengan Kementerian PUPR terkait percepatan perbaikan saluran irigasi utama yang mengalami kerusakan dan menggangu aliran air irigasi ke lahan sawah," katanya.
Selain itu, Kementan mengidentifikasi sumber-sumber air yang masih dapat dimanfaatkan dan menyalurkannya dengan pompa pada lahan sawah yang masih terdapat standing crop.
"Juga mendorong percepatan pelaksanaan fisik kegiatan irigasi pertanian untuk segera dimanfaatkan dalam mengantisipasi kekeringan antara lain jaringan irigasi tersier, embung pertanian dan irigasi perpipaan dan perpompaan," paparnya.
Sepanjang tahun 2014-2018, Kementan sudah menggelontorkan total 101.249 unit pompa air. Dengan rincian, 2014 sebanyak 6.564 unit, 2015 sebanyak 21.539 unit, 2016 sebanyak 19.518 unit, 2017 sebanyak 19.522 unit, dan 2018 sebanyak 34.106 unit.
Kemudian mendorong dinas lingkup pertanian. Agar segera menyalurkan pompa-pompa air yang sudah dialokasikan pada daerah yang mengalami kekeringan.
Asuransi pertanian yang dirintis Kementerian Pertanian juga mempunyai peran penting. Untuk meringankan petani, pemerintah juga mensubsidi premi asuransi pertanian tersebut.
"Sehingga petani bisa tenang tidak takut mengalami gagal panen. Dengan adanya asuransi, Kegiatan menanam akan tetap terus berjalan," kata Sarwo Edhy.
Diketahui, monitoring hari tanpa hujan dari BMKG per September 2019, menunjukkan sebagian besar wilayah Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara sudah tidak mengalami Hujan lebih dari 30 hari. Berdasarkan pantauan, terdapat lebih dari 100 Kabupaten/Kota yang terdampak kekeringan pada MK 2019 dengan total 264.968 Ha dan Puso 70.201Ha.
Total luas kekeringan (Januari-September) 2019 mencapai 264.968 Ha. Dimana 253.396 Ha dari total tersebut terjadi pada musim kemarau (April-Agustus). Sebagian besar kekeringan terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur.
"Apabila dibandingkan dengan luas tanam saat ini yang mencapai 9.552.848 Ha, persentase luas kekeringan pada musim kemarau masih sangat kecil berkisar 2,77%," ungkap Sarwo Edhy.
Luas areal sawah yang mengalami puso mencapai 70.201 Ha atau 26,49% dari total luas kekeringan dan 0,73% dari total luas tanam.
"Dampak kekeringan ini tidak berpengaruh nyata dalam mengurangi stok produksi beras nasional sampai saat ini," pungkasnya.
(ven)