Revisi UU Ketenagakerjaan Disepakati, Menaker Hanif: Draft Belum Ada

Kamis, 03 Oktober 2019 - 21:39 WIB
Revisi UU Ketenagakerjaan Disepakati, Menaker Hanif: Draft Belum Ada
Revisi UU Ketenagakerjaan Disepakati, Menaker Hanif: Draft Belum Ada
A A A
JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri mengaku, telah ada kesepakatan antara LKS Tripartit Nasional (Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional) yang di dalamnya melibatkan pemerintah, pengusaha dan pekerja untuk merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Akan tetapi Ia menerangkan, prosesnya tidak berjalan dan bahkan draft rancangan revisi belum ada.

"Mereka (LKS Tripartit Nasional) sudah menyepakati revisi UU tenaga kerja. Tetapi sampai hari ini prosesnya belum ada, draft-nya (rancangan revisi) belum ada, konsepnya belum ada," ujar Menaker Hanif di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (3/10/2019).

Dia menjelaskan pengusaha dan pekerja sudah memberikan masukan terkait butir-butir poin UU yang perlu direvisi. Akan tetapi, pemerintah masih perlu melakukan kajian lebih lanjut mengenai usulan-usulan tersebut."Sejauh ini, pemerintah disebut masih belum mengetahui kapan pembahasan lebih lanjut mengenai revisi ini. Kita lihat nanti saja pembahasannya," jelasnya.

Hal ini berbanding terbalik dengan pernyataan sebelumnya, dimana Hanif sempat mengaku bahwa pemerintah sedang mengkaji berbagai masukan dari pengusaha dan serikat buruh terkait revisi UU Ketenagakerjaan. Ia membuka ruang revisi aturan tersebut demi menciptakan ekosistem ketenagakerjaan yang lebih fleksibel dan mengakomodasi kepentingan seluruh pihak yang berkaitan.

Meski pembahasan revisi UU Ketenagakerjaan masih belum dilakukan, namun Hanif mengakui bahwa UU Ketenegakerjaan ini merupakan salah satu aturan yang tengah menjadi perhatian banyak pihak. Sehingga pembahasan mengenai aturan ini termasuk salah satu prioritas pemerintah. Sebelumnya, telah beredar gambar yang berisikan poin-poin revisi UU Ketenagakerjaan di media sosial. Gambar ini menuai banyak respon negatif akibat isinya yang dinilai merugikan tenaga kerja.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6870 seconds (0.1#10.140)