Respons Terhadap Disrupsi Era Ekonomi Digital Harus Ditingkatkan

Senin, 07 Oktober 2019 - 13:28 WIB
Respons Terhadap Disrupsi Era Ekonomi Digital Harus Ditingkatkan
Respons Terhadap Disrupsi Era Ekonomi Digital Harus Ditingkatkan
A A A
JAKARTA - Pengambil kebijakan di Indonesia perlu memberikan respons yang lebih tepat dan memadai dalam menghadapi disrupsi berupa perkembangan digitalisasi agar tetap berkembang dan mendukung perekonomian secara keseluruhan. Respons yang tepat diperlukan mengingat disrupsi ekonomi digital ini merupakan sesuatu yang terstruktur, sistematis, dan masif.

"Indonesia belum melakukan respons yang bagus terhadap disrupsi ini, bandingkan dengan Thailand yang sudah membentuk Kementerian Ekonomi Digital sejak lima tahun lalu," ujar Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono dalam seminar bertajuk "Menuju Indonesia Unggul Melalui Ekonomi Digital" yang digelar IDX Channel di Jakarta, Senin (7/10/2019).

Ekonomi digital terus mengalami perkembangan yang pesat di Indonesia, terutama di bidang e-commerce dan financial technology (fintech). Hal itu seiring dengan perkembangan pengguna internet yang semakin besar di Tanah Air.

Data tahun 2018 menunjukkan, dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 265,4 juta jiwa terdapat pengguna internet sebanyak 132,7 juta, pengguna sosial media aktif 130 juta, pengguna ponsel 177,9 juta dan pengguna sosial ponsel aktif sebanyak 120 juta. Hal ini tentunya ini menjadi peluang dalam perkembangan ekonomi digital di dalam negeri.

Mengantisipasi perubahan yang terjadi, Deputi Gubernur BI Sugeng mengatakan pihaknya turut mendorong perkembangan ekonomi digital sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru. Hal itu dilakukan melalui tiga strategi utama sistem pembayaran di era ekonomi digital.

Pertama, menetapkan visi Sistem Pembayaran Indonesia(SPI) 2025. Kedua, mendorong peningkatan elektronifikasi transaksi pembayaran. Ketiga, mendorong program persiapan pemasaran online UMKM (on boarding UMKM) ke ekonomi digital. "Hal itu dapat dicapai melalui sinergi yang baik antara BI dengan otoritas terkait dan juga pelaku industri sehingga dapat mendukung kemajuan dan keunggulan Indonesia," imbuhnya.

Sementara itu, Deputi Komisioner OJK Institute dan Keuangan Digital OJK Sukarela Batunanggar menyampaikan bahwa pelaku industri, fintech, dan perbankan harus adaptif dalam merespons tantangan dengan melakukan inovasi terkait ekonomi digital karena terdapat peluang berupa ruang pertumbuhan yang sangat besar."Kita perlu merumuskan kebijakan yg melindungi kepentingan nasional, karena dalam era ekonomi digital, kita semua semakin borderless," ujar Erwin.
Dia mencontohkan Facebook yang berencana membuat mata uang digital baru bernama Libra. Berbeda dengan Bitcoins, Libra di-backup oleh mata uang lain menggunakan teknologi blockchain. "Facebook ingin menciptakan sistem pembayaran global dan nearly free berbasis pada upaya mengirimkan uang secepat mengirimkan teks. Ini harus diantisipasi karena sistem pembayaran bisa saja diambil alih," tegas Erwin.

Direktur IDX Channel Apreyvita Wulansari mengatakan, melalui kegiatan seminar ini, diharapkan para pelaku ekonomi maupun regulator memperoleh gambaran mengenai potensi ekonomi digital serta kontribusinya terhadap perekonomian Indonesia.

"Kegiatan seminar ini akan menjadi sarana untuk mempertemukan antara regulator dengan pelaku ekonomi digital terutama kontribusinya terhadap perekonomian Indonesia," ucap Apreyvita.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4338 seconds (0.1#10.140)