Tekan Anggaran, Pemerintah Bangun Gerakan Hidup Sehat
A
A
A
JAKARTA - Indonesia membutuhkan anggaran yang besar untuk mengoptimalkan pengelolaan obat dan vaksin. Namun karena keterbatasan anggaran, pemerintah harus melakukan efisiensi melalui upaya promotif dan preventif.
Direktur Kesehatan Gizi Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas Pungkas Bahjuri Ali mengatakan, upaya promotif dan preventif dilakukan dengan meningkatkan pelayanan kesehatan dasar di tingkat bawah, yaitu puskesmas.
"Kita memastikan seluruh puskesmas tenaganya terpenuhi. Kemudian di sisi pusat, kita akan coba kemandirian rumah sakit," ujarnya pada diskusi panel "Urgensi Optimalisasi Manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin Terkait Efisiensi Anggaran" di Jakarta, baru-baru ini.
Pungkas melanjutkan, pemerintah juga menggalakkan gerakan masyarakat hidup sehat mulai dari pembangunan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang sehingga derajat kesehatan masyarakat bisa optimal.
"Kami mendorong bagaimana regulasi bisa menciptakan lingkungan yang sehat, peningkatan aktivitas fisik, penyediaan pangan sehat, perbaikan gizi. Sebagai contoh, penyediaan transportasi massal, ruang terbuka publik, dan konektivitas untuk mendorong aktivitas fisik masyarakat," jelasnya.
Dia mengakui adanya batasan belanja terutama belanja barang dalam pemerintah menjadi tantangan untuk mewujudkan Program Indonesia Sehat. Di sisi lain, peran obat dan vaksin sangat krusial dalam upaya promotif dan preventif.
"Ketika biaya-biaya ini dibatasi, tentu ini jadi tantangan bagi pemerintah bagaimana harus meningkatkan dalam batasan-batasan tersebut," tuturnya.
Ketua Indonesian Health Economist Association Hasbullah Thabrany mengatakan, dari total 5% alokasi anggaran pemerintah terhadap kesehatan, Indonesia masih di bawah Sri Lanka dan Bangladesh dalam perbandingan cakupan vaksinasi DPT3. "Sebagian besar rakyat maupun pemerintah tidak paham berapa biaya kebutuhan obat yang mencukupi," ujarnya.
Menurut dia, subsidi energi harus dialihkan ke sektor kesehatan untuk mengatasi ketimpangan belanja kesehatan, termasuk menjadi solusi dalam menutupi defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
"Di tahun anggaran 2019, subsidi energi sebesar Rp160 triliun. Tapi subsidi peserta penerima bantuan iuran (PBI) 40% termiskin cuma Rp26,5 triliun. Kenapa tidak dialihkan saja ke kesehatan," ungkapnya.
Direktur Kesehatan Gizi Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas Pungkas Bahjuri Ali mengatakan, upaya promotif dan preventif dilakukan dengan meningkatkan pelayanan kesehatan dasar di tingkat bawah, yaitu puskesmas.
"Kita memastikan seluruh puskesmas tenaganya terpenuhi. Kemudian di sisi pusat, kita akan coba kemandirian rumah sakit," ujarnya pada diskusi panel "Urgensi Optimalisasi Manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin Terkait Efisiensi Anggaran" di Jakarta, baru-baru ini.
Pungkas melanjutkan, pemerintah juga menggalakkan gerakan masyarakat hidup sehat mulai dari pembangunan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang sehingga derajat kesehatan masyarakat bisa optimal.
"Kami mendorong bagaimana regulasi bisa menciptakan lingkungan yang sehat, peningkatan aktivitas fisik, penyediaan pangan sehat, perbaikan gizi. Sebagai contoh, penyediaan transportasi massal, ruang terbuka publik, dan konektivitas untuk mendorong aktivitas fisik masyarakat," jelasnya.
Dia mengakui adanya batasan belanja terutama belanja barang dalam pemerintah menjadi tantangan untuk mewujudkan Program Indonesia Sehat. Di sisi lain, peran obat dan vaksin sangat krusial dalam upaya promotif dan preventif.
"Ketika biaya-biaya ini dibatasi, tentu ini jadi tantangan bagi pemerintah bagaimana harus meningkatkan dalam batasan-batasan tersebut," tuturnya.
Ketua Indonesian Health Economist Association Hasbullah Thabrany mengatakan, dari total 5% alokasi anggaran pemerintah terhadap kesehatan, Indonesia masih di bawah Sri Lanka dan Bangladesh dalam perbandingan cakupan vaksinasi DPT3. "Sebagian besar rakyat maupun pemerintah tidak paham berapa biaya kebutuhan obat yang mencukupi," ujarnya.
Menurut dia, subsidi energi harus dialihkan ke sektor kesehatan untuk mengatasi ketimpangan belanja kesehatan, termasuk menjadi solusi dalam menutupi defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
"Di tahun anggaran 2019, subsidi energi sebesar Rp160 triliun. Tapi subsidi peserta penerima bantuan iuran (PBI) 40% termiskin cuma Rp26,5 triliun. Kenapa tidak dialihkan saja ke kesehatan," ungkapnya.
(fjo)