Kesepakatan Dagang AS-China Belum Pasti, Harga Minyak Merosot
A
A
A
SINGAPURA - Harga minyak mentah global hari ini kembali melorot setelah pada perdagangan sebelumnya anjlok dipengaruhi data ekonomi China bulan September yang melemah serta masih diragukannya kesepakatan dagang AS-China yang diumumkan Presiden Donald Trump akhir pekan lalu.
Harga minyak Brent melemah USD30 sen atau 0,5% menjadi USD59,067 per barel dan minyak West Texas Intermediate (WTI) merosot ke USD53,38 per barel, turun USD21 sen atau 0,4%.
"Ekspor dan impor China di bulan September turun lebih dalam dari perkiraan, seiring pengenaan tarif oleh AS dan pelemahan perdagangan global yang memangkas permintaan," ungkap analis dari ANZ Bank yang dikutip Reuters, Selasa (15/10/2019).
Keraguan mengenai kesepakatan antara Washington dan Beijing yang diharapkan mengakhiri perang dagang antara dua raksasa ekonomi itu juga masih menjadi sentimen negatif. Perselisihan AS-China masih membayangi pertumbuhan ekonomi global serta meninggalkan tanda tanya mengenai permintaan minyak dunia di masa depan.
Pelemahan ekspor China pada September, dan impornya yang terkontraksi selama lima bulan berturut-turut mengisyaratkan pelemahan pada ekonomi negara tersebut. Ekonomi china kemungkinan membutuhkan lebih banyak stimulus seiring masih berlanjutnya perang dagang dengan AS.
Dampak dari kondisi tersebut mengalahkan dukungan pada harga minyak yang timbul dari naiknya tensi geopolitik di Timur Tengah. Seperti diketahui, Presiden AS Donald Trump mengenakan sanksi pada Turki dan meminta negara itu menghentikan invasinya ke Suriah.
Harga minyak Brent melemah USD30 sen atau 0,5% menjadi USD59,067 per barel dan minyak West Texas Intermediate (WTI) merosot ke USD53,38 per barel, turun USD21 sen atau 0,4%.
"Ekspor dan impor China di bulan September turun lebih dalam dari perkiraan, seiring pengenaan tarif oleh AS dan pelemahan perdagangan global yang memangkas permintaan," ungkap analis dari ANZ Bank yang dikutip Reuters, Selasa (15/10/2019).
Keraguan mengenai kesepakatan antara Washington dan Beijing yang diharapkan mengakhiri perang dagang antara dua raksasa ekonomi itu juga masih menjadi sentimen negatif. Perselisihan AS-China masih membayangi pertumbuhan ekonomi global serta meninggalkan tanda tanya mengenai permintaan minyak dunia di masa depan.
Pelemahan ekspor China pada September, dan impornya yang terkontraksi selama lima bulan berturut-turut mengisyaratkan pelemahan pada ekonomi negara tersebut. Ekonomi china kemungkinan membutuhkan lebih banyak stimulus seiring masih berlanjutnya perang dagang dengan AS.
Dampak dari kondisi tersebut mengalahkan dukungan pada harga minyak yang timbul dari naiknya tensi geopolitik di Timur Tengah. Seperti diketahui, Presiden AS Donald Trump mengenakan sanksi pada Turki dan meminta negara itu menghentikan invasinya ke Suriah.
(fjo)