Pengelolaan Perikanan Berbasis Wilayah dan Digitalisasi Demi Cegah Eksploitasi
A
A
A
BOGOR - Kebijakan pengelolaan perikanan tangkap berbasis WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan) akan segera diterapkan, dengan tujuan agar perikanan tidak tereksploitasi secara berlebihan dan bisa berkelanjutan. Hal ini disampaikan oleh Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Arifin Budiyanto.
"Selain itu kebijakan yang selama ini berlaku terlalu sentralistik atau nasional. Padahal laut kita sangat luas yakni 6,8 juta kilometer kalau di manage sentral dari pusat semuanya tak akan efektif," ujarnya usai menjadi pembicara utama Seminar Nasional Perikanan Tangkap ke -8 di IPB International Convention Center (IICC), Bogor, Kamis (17/10/2019).
Lebih lanjut Ia menambahkan, laut Indonesia terlampau luas dan memiliki beragam karakteristik biologi, ekonomi dan sosial di satu wilayah dengan yang lainnya berbeda-beda. Jadi satu kebijakan mungkin tepat di satu tempat, tapi tidak tepat di tempat lain yang berada kebiasaan serta karakternya.
"Sehingga tidak bisa pengelolaan perikanan tangkap misalnya berlaku nasional. Maka dari itu kita sangat berharap banyak kebijakan berbasis WPT ini. Bahkan, semua policy harus berbasis science, sehingga nantinya ada dasar ilmiahnya," katanya.
Langkah awalnya dalam menerapakan kebijakan ini adalah merevitalisasi lagi perhitungan secara ilmiah terkait jumlah ikan yang dimiliki Indonesia. Supaya berkelanjutan, hanya bisa diambil maksimum 80% dari stoknya.
"Dari situlah kita turunkan lagi, berapa kapal yang diijinkan, tonasenya seperti apa dan sebagainya. Jadi itu (target tangkapan perikanan) kita akan revitalisasi lagi angkanya," terang dia.
Terkait masih lemahnya kebijakan atau aturan yang ada saat ini sehingga membuat ekploitasi ikan tangkap menjadi berlebihan dan dianggap tak berkelanjutan, menurutnya hal tersebut dikarenakan masing-masing wilayah perikanan berbeda-beda.
"Ada wilayah yang memang sudah over fishing atau penangkapan perikanannya sudah berlebihan. Ada wilayah-wilayah yang potensinya banyak tapi hasil tangkapannya sedikit. Maka dari itu nantinya akan kita atur sedemikian rupa berbasis WPT, sehingga jangan sampai ada lagi satu wilayah over fishing," ungkapnya.
Tapi, lanjut dia yang terpenting adalah kontrol utama terhadap jumlah kapal yang diizinkan beroperasi di wilayah-wilayah tadi, dan dengan pengawasan ketat serta penegakan hukum yang jelas. "Maka ketika ada pelanggaran langsung ditindak, nah itu levelnya WPT sehingga lebih mudah mengontrolnya," tandasnya.
"Selain itu kebijakan yang selama ini berlaku terlalu sentralistik atau nasional. Padahal laut kita sangat luas yakni 6,8 juta kilometer kalau di manage sentral dari pusat semuanya tak akan efektif," ujarnya usai menjadi pembicara utama Seminar Nasional Perikanan Tangkap ke -8 di IPB International Convention Center (IICC), Bogor, Kamis (17/10/2019).
Lebih lanjut Ia menambahkan, laut Indonesia terlampau luas dan memiliki beragam karakteristik biologi, ekonomi dan sosial di satu wilayah dengan yang lainnya berbeda-beda. Jadi satu kebijakan mungkin tepat di satu tempat, tapi tidak tepat di tempat lain yang berada kebiasaan serta karakternya.
"Sehingga tidak bisa pengelolaan perikanan tangkap misalnya berlaku nasional. Maka dari itu kita sangat berharap banyak kebijakan berbasis WPT ini. Bahkan, semua policy harus berbasis science, sehingga nantinya ada dasar ilmiahnya," katanya.
Langkah awalnya dalam menerapakan kebijakan ini adalah merevitalisasi lagi perhitungan secara ilmiah terkait jumlah ikan yang dimiliki Indonesia. Supaya berkelanjutan, hanya bisa diambil maksimum 80% dari stoknya.
"Dari situlah kita turunkan lagi, berapa kapal yang diijinkan, tonasenya seperti apa dan sebagainya. Jadi itu (target tangkapan perikanan) kita akan revitalisasi lagi angkanya," terang dia.
Terkait masih lemahnya kebijakan atau aturan yang ada saat ini sehingga membuat ekploitasi ikan tangkap menjadi berlebihan dan dianggap tak berkelanjutan, menurutnya hal tersebut dikarenakan masing-masing wilayah perikanan berbeda-beda.
"Ada wilayah yang memang sudah over fishing atau penangkapan perikanannya sudah berlebihan. Ada wilayah-wilayah yang potensinya banyak tapi hasil tangkapannya sedikit. Maka dari itu nantinya akan kita atur sedemikian rupa berbasis WPT, sehingga jangan sampai ada lagi satu wilayah over fishing," ungkapnya.
Tapi, lanjut dia yang terpenting adalah kontrol utama terhadap jumlah kapal yang diizinkan beroperasi di wilayah-wilayah tadi, dan dengan pengawasan ketat serta penegakan hukum yang jelas. "Maka ketika ada pelanggaran langsung ditindak, nah itu levelnya WPT sehingga lebih mudah mengontrolnya," tandasnya.
(akr)