Perizinan Hulu Migas Didorong Satu Pintu Melalui SKK Migas

Selasa, 22 Oktober 2019 - 12:47 WIB
Perizinan Hulu Migas...
Perizinan Hulu Migas Didorong Satu Pintu Melalui SKK Migas
A A A
JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mendorong agar tanggung jawab pengurusan izin investasi hulu migas tidak dilakukan sendiri oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Kewenangan tugas mengurus perizinan di kementerian/lembaga diniali sebaiknya dilakukan satu pintu melalui SKK Migas untuk mewakili negara dalam kontrak pengusahaan migas.

"Jadi nanti kita membantu menjadi satu pintu menyelesaikan perizinan ke pemerintah. Nantinya SKK Migas yang akan mengurus di kementerian/lembaga terkait," ujar Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto saat berkunjung ke SINDO MEDIA, Jakarta, Senin (21/10/2019).

Dia meyakini perubahan konsep pengurusan perizinan tersebut akan mempercepat proses izin yang selama ini dikeluhkan KKKS mengingat SKK Migas merupakan bagian dari pemerintah. Terobosan tersebut juga dipastikan mampu mendorong investasi hulu migas di Indonesia.

"Mestinya itu akan lebih cepat karena SKK Migas adalah bagian dari pemerintah. Jadi nanti KKKS hanya berurusan dengan SKK Migas saja tidak perlu masuk ke masing-masing kementerian/lembaga," ungkapnya.

Pihaknya berharap terobosan besar tersebut dapat menyelesaikan kesulitan perizinan yang selama ini dialami oleh KKKS termasuk pembebasan lahan. Harapannya, dengan adanya kemudahan berinvestasi tersebut, kegiatan eksplorasi dan dapat kembali bergairah sehingga cadangan dan produksi migas nasional dapat kembali meningkat.

"Mudah-mudahan ini akan menjadi terobosan besar untuk menyelesaikan kesulitan-kesulitan yang selama ini dialami investor hulu migas. Apalagi terobosan ini juga telah didukung pemangkasan perizinan di sektor hulu migas telah mencapai 50%," kata dia.

Dosen FTKE Universitas Trisakti sekaligus pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, memang sudah seharusnya pengurusan perizinan hulu migas menjadi tanggung jawab dari lembaga/institusi yang nantinya ditunjuk untuk mewakili negara dalam kontrak pengusahaan migas. Mekanisme yang dilakukan yakni dengan melakukan revisi Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas). Pasalnya kehadiran UU tersebut kemudian KKKS dituntut menyelesaikan perizinan sendiri.

Dalam konteks proses revisi UU Migas yang saat ini masih bergulir, imbuhnya, menjadi sangat penting untuk merumuskan secara lebih spesifik kewenangan dan sekaligus tugas dan tanggung jawab dari Badan Usaha Khusus (BUK) Migas, sebagaimana yang saat ini ada di dalam draf RUU Migas usulan DPR maupun di dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang disusun pemerintah.

"Penyelesaian persoalan perizinan hulu migas tidak dilakukan dengan cara menghapus perizinan di lintas kementerian atau sektor, tetapi dengan cara mengembalikan prinsip perizinan satu pintu," kata dia.

Menurut dia, pengurusan perizinan dilakukan melalui institusi yang nantinya berdasarkan UU Migas yang baru ditunjuk untuk mewakili negara di dalam tugas pengusahaan kegiatan usaha hulu migas yang dilakukan melalui kontrak kerja sama. Dengan demikian, secara prinsip kontraktor hulu migas nantinya hanya perlu melakukan pengurusan perizinan di satu institusi dan tidak berlapis-lapis sebagaimana yang terjadi saat ini. "Poin prinsip inilah yang semestinya ada di dalam UU Migas yang baru nanti," tegasnya.

Dia menekankan, apabila revisi UU Migas sulit dilakukan, menurut Pri Agung, pemerintah dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu). Penerbitan Perppu oleh pemeritah akan menjadi terobosan konkret yang lebih fundamental meningkatkan investasi hulu migas.

"Untuk menarik investasi hulu migas butuh terobosan konkret. Pemerintah bisa menyederhakan perizinan kegiatan operasional yang selama ini lintas kementerian/lembaga, lintas sektoral, pusat-regional, menjadi hanya satu pintu, yaitu di SKK migas," ujarnya.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1002 seconds (0.1#10.140)