Keberhasilan Enggartiasto di Sektor Perdagangan Harus Dilanjutkan

Jum'at, 25 Oktober 2019 - 04:18 WIB
Keberhasilan Enggartiasto...
Keberhasilan Enggartiasto di Sektor Perdagangan Harus Dilanjutkan
A A A
JAKARTA - Di periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo, Indonesia telah membuka sejumlah jalur perjanjian perdagangan internasional. Selain itu, pemerintah juga dinilai berhasil menjaga stabilitas pangan.

Sejumlah pihak menilai keberhasilan itu tidak lepas dari sosok Enggartiasto Lukita yang kurang lebih tiga tahun mengisi posisi menteri perdagangan di periode pertama pemerintahan Jokowi.

Direktur Eksekutif Lembaga untuk Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran (LETRAA), Yenny Sucipto, menilai Enggar telah membuka pintu untuk internasional lebih baik. Ini menaikan bargaining positition (posisi tawar) Indonesia di regional dan internasional.

"Sudah baik dilakukan menteri Enggar. Tinggal analisis kontalasi di tingkat internasional. Harus meningkatkan bargaining. kita jangan menjadi bagian yang pasif. Harus memiliki bargain kuat dalam perdagangan internasional," kata Yenny kepada wartawan, Kamis (24/10/2019).

Sambung Yenny melanjutkan, pemerintah di periode kedua Jokowi harus tetap memperhatikan daya saing Indonesia yang masih lemah. Karena bentuk persyaratannya terlalu mudah, grade Indonesia kalah dengan negara lain seperti perjanjian G to G memberikan kebutuhan persyaratan untuk Indonesia.

"Kan beberapa analisis itu kadang enggak perhatikan itu," tuturnya.

Menteri Perdagangan selanjutnya, kata dia, juga harus meniru yang telah dicapai oleh Enggar. Seperti menjaga stabilitas harga pangan. Kemudian, jalur perdagangan internasional yang telah dibuka harus terus dijaga kelanjutannya.

"Sebuah keberhasilan yang baru untuk visi presiden ke depannya. Harus dilanjutkan menteri selanjutnya. Sebuah keberhasilan itu harus dipertahankan. Kalau yang baik itu perbaiki. Kalau ada yang kurang itu ditambah dan diperbaiki," harapnya.

Apalagi, lanjutnya, periode kedua Jokowi tidak perlu merombak sistem yang sudah ada. Jokowi sendiri menyatakan semua kementerian atau lembaga tidak memiliki visi misi, melainkan menjalankan misi presiden dan wakilnya.

Dihubungi terpisah, Pengamat Perdagangan International dari Universitas Indonesia, Fithra Faisal, menilai upaya Enggar yang perlu dilanjutkan tersebut antara lain ialah terkait, perjanjian dagang international yang dikebut dalam masa jabatannya.

"Tentu perlu dilanjutkan, karena untuk meningkatkan ekspor, kita perlu strategi yang lebih ekstensf keluar," katanya.

Dia menjelaskan, untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 6%, maka butuh pertumbuhan ekspor sebesar 9,8% per tahun. "Dalam konteks inilah pentingnya mencari mitra-mitra dagang baru," paparnya.

Enggartiasto, kata Fithra, telah mengupayakan perjanjian dagang bilateral maupun regional dengan pihak-pihak yang potensial. Dia mencontohkan, dengan Hong Kong, Inggris, Australia dan juga Uni Eropa.

"Ini negosiasi-negosiasi yang krusial, dengan Uni Eropa juga merupakan pasar yang cukup penting," jelasnya.

Selain dengan mitra dagang tradisional, juga perjanjian dengan yang non tradisional jelas memiliki potensi signifikan.

Dia menegaskan Indonesia harus terus aktif mencari pasar-pasar di luar negeri seperti yang selama ini sudah dilakukan. Tetapi dia juga mengingatkan Menteri Perdagangan baru Agus Suparmanto, selain terus mencari pasar, juga terus memperbaiki kualitas komoditas ekspor.

Pengamat Politik Internasional, Arya Sandiyudha di kesempatan lain mengatakan pemerintah punya agenda diplomasi ekonomi. Ini terdiri dari commercial diplomacy, yang dagang murni: goods, service, tourism, multilateral negotiaton seperti WTO, AFTA, APEC dan sebagainya sampai bilateral negotiation terkait merundingkan tarif, beamasuk, kepabean, PTA, rule of origin, local content dan lainnya. Investasi mulai dari FDI sampai Portofolio investment, dan Technical Coperation termasuk capacity building dan joint project.

Jadi, kata dia, apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah di periode pertama, perlu dilanjutkan tentu dengan ditelaah dulu itu prosesnya sudah sejauh apa. Lalu syarat masing-masing negara seperti apa. Termasuk menginventatisir keuntungan bagi Indonesia sendiri dari perjanjian dagang internasional itu.

Mendag Enggartiasto sebelumnya menjelaskan, beberapa perjanjian perdagangan internasional yang saat ini tengah diupayakan untuk rampung antara lain adalah Indonesia-Uni Eropa Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), Indonesia-Korea CEPA, dan Indonesia-Turki CEPA, Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement (PTA).

Kemudian, Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), ASEAN Economic Community (AEC), ASEAN-India Free Trade Agreement (FTA), ASEAN-Australia New Zealand FTA, dan Protocol ASEAN on Enhanced Dispute Settlement Mechanism (EDSM).

"Jika kita tidak membuka pasar baru, kita akan kalah dari Vietnam dan negara-negara lain," kata Enggartiaso saat itu.

Enggartiasto menyebut sejak 1990 hingga 2015, Indonesia baru menyepakati 10 perjanjian perdagangan dengan beberapa negara mitra. Diantaranya adalah, ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN-China FTA, dan Indonesia-Jepang Economic Partnership Agreement (IJEPA).

Beberapa perjanjian perdagangan internasional tersebut diantaranya adalah, Indonesia-Chile CEPA, Nota Kesepahaman dengan Palestina, Indonesia-Australia CEPA, Indonesia European Free Trade Agreement (EFTA) CEPA, dan ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA).
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1444 seconds (0.1#10.140)