Pembangkit Pertama Beroperasi, PLTSa Energi Baru dari Sampah Kota

Selasa, 29 Oktober 2019 - 08:37 WIB
Pembangkit Pertama Beroperasi, PLTSa Energi Baru dari Sampah Kota
Pembangkit Pertama Beroperasi, PLTSa Energi Baru dari Sampah Kota
A A A
JAKARTA - Indonesia menggencarkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di berbagai kota untuk mengantisipasi krisis energi sekaligus solusi menuju lingkungan yang bersih dan sehat. Hingga 2022 nanti, ditargetkan sudah 12 PLTSa yang beroperasi.

Kehadiran belasan PLTSa ini penting karena digadang-gadang akan menghasilkan total kapasitas 234 megawatt (MW) dari produksi sekitar 16.000 ton sampah. Sejumlah pembangkit saat ini sudah siap beroperasi, seperti PLTSa Benowo di Surabaya yang direncanakan akan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada November mendatang. PLTSa Benowo akan menghasilkan listrik hingga 10 MW. Sampah yang diolah tiap harinya mencapai 1.500 ton.

Sejumlah PLTSa di tiga kota lain juga tengah dikebut pembangunannya, yakni PLTSa Solo, Bekasi dan Jakarta. Groundbreaking PLTSa Solo yang berada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo di Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres telah dilakukan pada Rabu (23/10) lalu. Tiga PLTSa di lokasi ini ditargetkan akan memberi kontribusi listrik 5 MW. Adapun PLTSa Bekasi memiliki nilai investasi sebesar USD120 juta dengan kapasitas daya sebesar 9 MW. Pemprov DKI Jakarta tengah membangun PLTSa di kawasan Sunter, Jakarta Utara. Sedikitnya akan terbangun empat PLTSa melalui teknologi Intermediate treatment facility (ITF).

Selain Surabaya, Solo, Bekasi dan Jakarta, kota lain yang menjadi target awal pembangunan PLTSa adalah Tangerang, Tangerang Selatan, Bandung, Semarang, Makassar, Denpasar, Palembang, dan Manado. Pemerintah pusat memberikan perhatian penuh terhadap rencana besar ini. Bahkan pembangunan PLTSa di kota-kota tersebut dimonitor langsung oleh Presiden Jokowi.

PLN juga telah berkomitmen untuk menyukseskan proyek belasan PLTSa ini. Saat ini PLN telah memiliki perjanjian jual beli listrik untuk PLTSa di Bali, PLTSa Bekasi, PLTSa Solo dan yang terbaru PLTSa Surabaya.

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta (UGM) Fahmy Radhi menilai pembangunan PLTSa memberikan mutual benefit bagi PLN dan pemerintah daerah. Bagi PLN, penggunaan energi sampah akan memperbesar bauran EBT PLN, yang ditargetkan mencapai 23% pada 2025. Selain itu, PLTSa juga berkontribusi dalam pengelolaan sampah untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat.

Namun, pembangunan PLTSa tersebut belum juga dapat direalisasikan sesuai target. Pasalnya, masih ada permasalahan, di antaranya terkait tipping fee atau biaya pengolahan sampah yang dibayarkan pemerintah ke pengembang dan harga jual listrik PLTSa. Berdasarkan Perpres 35/2018, tipping fee ditetapkan paling tinggi sebesar Rp500.000 per ton sampah dan harga jual listrik ditetapkan sebesar USD13,35 sen per kWh. Harga jual listrik sebesar itu masih di bawah keekonomian, yang semestinya sebesar USD17 sen per kWh, sehingga memunculkan tipping fee yang harus dibayar oleh pemerintah daerah.

Meskipun masih di bawah keekonomian, kata dia, penetapan tarif sebesar USD13,35 sen per kWh sebenarnya masih sangat tinggi. Hal itu dapat dibandingkan dengan tarif PLTU dan PLTGU yang tarifnya ditetapkan di bawah USD7 sen per kWh. “Untuk itu, perlu dijalin kerja sama yang baik antara PLN dan pemerintah daerah, serta pengembang PLTSa,” kata dia.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui 12 PLTSa terus didorong pemerintah dalam rangka mengatasi sampah di perkotaan. “Termasuk di Bali menjadi prioritas utama,” ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi.

Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Djoko Rahardjo Abumanan menyatakan kesiapannya untuk membeli listrik PLTSa. Menurut dia, PLN sudah membeli listrik yang dihasilkan PLTSa. Tujuan utama pembangunan PLTSa adalah mengurangi sampah yang menumpuk, sedangkan listriknya adalah bonus. PLN bisa membeli listrik bila Produsen Listrik Swasta (IPP) yang membuat PLTSa telah melakukan studi kelayakan dan mendapatkan persetujuan dari pemerintah daerah. “Itu harus dilakukan studi kelayakan, diuji terlebih dulu, sampah itu bisa jadi listrik atau tidak,” kata dia.

Daerah Terbantu
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo optimistis persoalan sampah di Jateng akan segera teratasi menyusul suksesnya berbagai program pengolahan sampah di sejumlah TPA. Dengan dibangunnya PLTSa Putri Cempo di Solo, maka nantinya sampah akan diolah menjadi energi listrik. PLTSa Putri Cempo mampu mengolah tumpukan sampah lebih dari 1,6 juta ton dalam waktu tidak cukup lama. “Setidaknya sudah ada tiga lokasi pengolahan sampah di Jateng, yakni di Jatibarang, Semarang menjadi gas metan, Cilacap menjadi briket dan di Solo ini menjadi energi listrik. Tiga contoh ini menjadi bukti, bahwa Jateng siap mengatasi problem sampah dan menuju waste to energy,” terangnya.

Nantinya, apa yang dilakukan di tiga lokasi ini, akan ditularkan di sejumlah daerah lain. Masalahnya, tandas Ganjar, tinggal kesiapan PLN membeli listrik dari olahan sampah. “Memang kalau bicara ekonomi ini tidak menarik, tapi kita harus membereskan ini,” ujar dia.

Wali Kota Semarang juga Hendrar Prihadi merespon positif adanya penandatanganan kerjasama dengan PLN terkait pembelian listrik dari pemanfaatan sampah. Pihaknya berharap kerja sama ini dapat memberikan bermanfaat dan dampak yang besar bagi lingkungan di Kota Semarang. Dengan jumlah penduduk sekitar 1,7 Juta jiwa di 16 kecamatan, Kota Semarang bisa menghasilkan sampah sekitar 1.000 hingga 1.200 ton per hari.

Pemkot Tangerang Selatan berencana membangun PLTSa di TPA Cipeucang mulai 2020. Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Diany sangat siap menuntaskan proyek ini. Kota Tangerang juga tengah berencana membangun PLTSa di TPS Rawa Kucing. Tahapannya masih cukup panjang, dan kini baru masuk proses lelang. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Dedi Suhada mengatakan, pembangunan PLTSa di TPA Rawa Kucing masih dalam tahap pemasukan penawaran. Proyeknya sendiri dipegang oleh PT TNG.

Sementara meski menjadi prioritas, kemajuan proyek PLTSa Suwung di Bali masih jauh dari harapan. Hingga kini, proyek itu masih dalam tahap feasibility study (FS). "Masih dalam proses pembuatan FS. Bagaimana kontribusinya nanti. Tentang energi yang harus diperoleh. Kemudian sumber-sumber (sampah) dan kesiapan dari kabupaten dan kota," kata Kepala DLH Bali Made Teja.

Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Nasyirul Falah Amru mengatakan, proyek PLTSa merupakan bagian dari program pemerintah yang sudah dibahas bersama dengan DPR. Sayangnya, dalam pelaksanaannya sejauh ini dinilai belum cukup efektif. Salah satu indikatornya adalah masih rendahnya dampak untuk mengubah sampah menjadi sebuah energi.

Faktor utama belum maksimalnya pengelolaan sampah menjadi energi listrik adalah tidak adanya partisipasi pihak swasta dalam pengelolaannya. ”Tanpa melibatkan swasta, tidak mungkin. Nah kalau inisiatif dari DPR dan juga dengan pemerintah khususnya KLHK itu bisa berjalan, itu bagus sekali,” tuturnya.

Anggota DPR dari Fraksi PKB Abdul Kadir Karding menambahkan, upaya untuk mencari enegri terbarukan harus terus diupayakan. Salah satunya dengan menjadikan sampah sebagai energi listrik terbarukan. ”Ini bukan hanya dari sampah, tapi seluruh jenis enegri terbarukan harus kita dorong karena itu juga menjadi isu internasional yang dahsyat, di samping itu memang lebih manusiawi,” jelas dia.
(Nanang Wijayanto/Abdul Rochim/Ary Wahyu Wibowo/Hasan Kurniawan/Bima Setyadi/M Chusna/Ahmad Antoni)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6004 seconds (0.1#10.140)