Siapkan Rp9 Triliun, PUPR Target Kuota Rumah Subsidi Capai 200.000 Unit
A
A
A
BANDUNG - Pemerintah menargetkan kuota rumah bersubsidi melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) pada 2020 mencapai 200.000 unit. Penambahan kuota tersebut diharapkan mengurangi angka backlog bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR Eko Djoeli Heri Poerwanto mengatakan, dana pemerintah untuk mensubsidi rumah bagi MBR mencapai Rp9 triliun. Dapat diakses melalui skema FLPP dan program keringanan uang muka melalui BP2BT.
Kendati begitu, pihaknya akan memaksimalkan dana subsidi itu, agar kuota rumah bersubsidi bertambah. Harapannya bisa mencapai 200.000 unit rumah. Dengan rincian kuota dari FLPP sekitar 150.000 unit dan kuota dari BP2PT sekitar 52.000 unit.
"Kalau melihat skema sekarang kan subsidi Rp9 triliun bisa untuk 120.000 an. Tapi nanti akan kami ubah skemanya, sehingga harapannya volumenya lebih besar lagi dari tahun ini," kata Eko pada Musyawarah Daerah dan Pelantikan Pengembang Indonesia (PI) Jabar di Hotel Courtyard by Marriott, Jalan Ir H Juanda, Kota Bandung, Selasa (29/10/2019).
Menurut dia, beberapa opsi perubahan skema subsidi di antaranya menaikkan suku bunga pembiayaan di atas 5%. Atau opsi lainnya, suku bunga 5% hanya berlaku tiga tahun, setelah itu dinaikkan. Dengan opsi itu, dia berharap kuota rumah subsidi akan naik.
Dia berharap, pengembang perumahan memanfaatkan kuota tersebut sebaik-baiknya, mengikuti aturan yang berlaku. Apalagi untuk perumahan BP2PT merupakan peluang cukup besar. Di mana kontrak dengan world bank untuk pengadaan 55.000 unit sampai tahun 2020.
Dia optimistis, jumlah itu bisa terserap semua. Karena pada bisnis perumahan, semua tergantung pasokan dari pengembangan dan konsumen. Kondisi ekonomi global, kata dia, tidak akan berpengaruh banyak terhadap rumah MBR karena rumah bagi masyarakat MBR adalah kebutuhan.
Kendati begitu, pihaknya mewanti wanti agar pengembang tidak menaikkan harga jual per 1 Januari 2020, kendati pemerintah telah mengatur kenaikan harga rumah bersubsidi untuk tahun 2020 melalui Keputusan Menteri PUPR.
Menurut dia, harga rumah yang dibangun per 1 Januari 2020 seharusnya baru bisa naik paling cepat pada 1 Februari atau 1 Maret. Dia meminta rumah yang dibangun tahun 2019, tetap dijual berdasarkan cosh produksi periode tersebut.
"Bukan tidak boleh menaikkan harga jual,tapi harus rasional. Kalau dibuat tahun 2019, ya pakai harga tahun 2019. Karena hitungan rasionalnya, rumah yang dibangun pada awal tahun akan ready stock dalam 1 sampai 2 bulan berikutnya. Saat itulah harga baru bisa diberlakukan," paparnya.
Dalam peraturan ini, batasan harga jual tertinggi dibagi menjadi lima wilayah. Untuk wilayah Jawa (kecuali Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dan Sumatera (kecuali Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai) untuk tahun 2019 sebesar Rp 140 juta dan tahun 2020 sebesar Rp 150,5 juta.
Untuk wilayah Kalimantan (kecuali Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Mahakam Ulu) pada tahun 2019 sebesar Rp 153 juta dan tahun 2020 sebesar Rp 164,5 juta. Untuk wilayah Sulawesi, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai, dan Kepulauan Riau (kecuali Kepulauan Anambas) sebesar Rp 146 juta untuk tahun 2019 dan tahun 2020 sebesar Rp 156,5 juta.
Wilayah Maluku, Maluku Utara, Bali dan Nusa Tenggara, Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Kepulauan Anambas, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Mahakam Ulu untuk tahun 2019 sebesar Rp158 juta dan tahun 2020 sebesar Rp168 juta. Wilayah Papua dan Papua Barat untuk tahun 2019 sebesar Rp212 juta dan tahun 2020 sebesar Rp219 juta.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR Eko Djoeli Heri Poerwanto mengatakan, dana pemerintah untuk mensubsidi rumah bagi MBR mencapai Rp9 triliun. Dapat diakses melalui skema FLPP dan program keringanan uang muka melalui BP2BT.
Kendati begitu, pihaknya akan memaksimalkan dana subsidi itu, agar kuota rumah bersubsidi bertambah. Harapannya bisa mencapai 200.000 unit rumah. Dengan rincian kuota dari FLPP sekitar 150.000 unit dan kuota dari BP2PT sekitar 52.000 unit.
"Kalau melihat skema sekarang kan subsidi Rp9 triliun bisa untuk 120.000 an. Tapi nanti akan kami ubah skemanya, sehingga harapannya volumenya lebih besar lagi dari tahun ini," kata Eko pada Musyawarah Daerah dan Pelantikan Pengembang Indonesia (PI) Jabar di Hotel Courtyard by Marriott, Jalan Ir H Juanda, Kota Bandung, Selasa (29/10/2019).
Menurut dia, beberapa opsi perubahan skema subsidi di antaranya menaikkan suku bunga pembiayaan di atas 5%. Atau opsi lainnya, suku bunga 5% hanya berlaku tiga tahun, setelah itu dinaikkan. Dengan opsi itu, dia berharap kuota rumah subsidi akan naik.
Dia berharap, pengembang perumahan memanfaatkan kuota tersebut sebaik-baiknya, mengikuti aturan yang berlaku. Apalagi untuk perumahan BP2PT merupakan peluang cukup besar. Di mana kontrak dengan world bank untuk pengadaan 55.000 unit sampai tahun 2020.
Dia optimistis, jumlah itu bisa terserap semua. Karena pada bisnis perumahan, semua tergantung pasokan dari pengembangan dan konsumen. Kondisi ekonomi global, kata dia, tidak akan berpengaruh banyak terhadap rumah MBR karena rumah bagi masyarakat MBR adalah kebutuhan.
Kendati begitu, pihaknya mewanti wanti agar pengembang tidak menaikkan harga jual per 1 Januari 2020, kendati pemerintah telah mengatur kenaikan harga rumah bersubsidi untuk tahun 2020 melalui Keputusan Menteri PUPR.
Menurut dia, harga rumah yang dibangun per 1 Januari 2020 seharusnya baru bisa naik paling cepat pada 1 Februari atau 1 Maret. Dia meminta rumah yang dibangun tahun 2019, tetap dijual berdasarkan cosh produksi periode tersebut.
"Bukan tidak boleh menaikkan harga jual,tapi harus rasional. Kalau dibuat tahun 2019, ya pakai harga tahun 2019. Karena hitungan rasionalnya, rumah yang dibangun pada awal tahun akan ready stock dalam 1 sampai 2 bulan berikutnya. Saat itulah harga baru bisa diberlakukan," paparnya.
Dalam peraturan ini, batasan harga jual tertinggi dibagi menjadi lima wilayah. Untuk wilayah Jawa (kecuali Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dan Sumatera (kecuali Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai) untuk tahun 2019 sebesar Rp 140 juta dan tahun 2020 sebesar Rp 150,5 juta.
Untuk wilayah Kalimantan (kecuali Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Mahakam Ulu) pada tahun 2019 sebesar Rp 153 juta dan tahun 2020 sebesar Rp 164,5 juta. Untuk wilayah Sulawesi, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai, dan Kepulauan Riau (kecuali Kepulauan Anambas) sebesar Rp 146 juta untuk tahun 2019 dan tahun 2020 sebesar Rp 156,5 juta.
Wilayah Maluku, Maluku Utara, Bali dan Nusa Tenggara, Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Kepulauan Anambas, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Mahakam Ulu untuk tahun 2019 sebesar Rp158 juta dan tahun 2020 sebesar Rp168 juta. Wilayah Papua dan Papua Barat untuk tahun 2019 sebesar Rp212 juta dan tahun 2020 sebesar Rp219 juta.
(akr)