Dana Infrastruktur Kurang, Pemerintah Cari Pembiayaan Alternatif
A
A
A
JAKARTA - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020-2024 belum mampu untuk menopang sebagian besar proyek infrastruktur Indonesia. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat, APBN 2020-2024 hanya mampu menutupi sekitar Rp623 triliun atau sekitar 30% dari total kebutuhan anggaran untuk penyediaan infrastruktur sebesar Rp2.058 triliun.
Berdasarkan data Kementerian PUPR, kebutuhan penyediaan infrastruktur meliputi beragam sektor. Kebutuhan anggaran ini mencakup sektor sumber daya air sebesar Rp577 triliun, sektor jalan dan jembatan Rp573 triliun, sektor permukiman Rp128 triliun, dan sektor perumahan sebesar Rp780 triliun.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR Eko D Heripoerwanto mengatakan, alokasi APBN dalam lima tahun mendatang tidak cukup untuk membiayai seluruh pembiayaan infrastruktur. Ada selisih pendanaan yang harus ditambal melalui skema non-APBN sebesar 70% atau Rp1.435 triliun.
"Dengan keterbatasan APBN, Kementerian PUPR mendorong inovasi pembiayaan infrastruktur melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau Public Private Partnership (PPP)," ujarnya di Jakarta, Kamis (14/11/2019).
Eko melanjutkan, Kementerian PUPR akan terlebih dahulu melakukan screening pada proyek-proyek yang akan dikerjakan untuk melihat tingkat kelayakannya. Apabila dinyatakan layak secara ekonomi dan finansial maka akan ditawarkan skema KPBU unsolicited, KPBU tanpa dukungan, atau business to bussiness.
Selanjutnya, jika proyek dinyatakan layak secara ekonomi dan finansial marjinal maka skema yang diberikan KPBU dengan dukungan pemerintah. Kemudian, jika proyek dinyatakan layak secara ekonomi namun tidak layak finansial maka ditawarkan skema KPBU dengan availability payment (AP) penugasan ke BUMN.
"Jika proyek tersebut layak secara ekonomi namun tidak layak finansial dan tidak ada alternatif pembiayaan lain, baru menggunakan APBN/APBD. Jadi APBN paling terakhir," jelasnya.
Eko menuturkan, pemenuhan kebutuhan infrastruktur adalah kebutuhan yang mendesak sehingga Kementerian PUPR perlu mengambil langkah-langkah komprehensif dalam memenuhi gap yang ada. Diharapkan pihak swasta ikut terlibat dalam pembangunan infrastruktur. "Kami mengajak pelaku usaha untuk bekerja sama dalam pembiayaan alternatif," ungkapnya.
Wakil Ketua Komite Tetap Pengembangan SDM bidang Konstruksi dan Infrastruktur Kadin Indonesia Dandung Sri Harninto mengatakan, pihak swasta membutuhkan kepastian berusaha untuk keberlangsungan bisnisnya. Menurut dia, kerap terjadi perbedaan dari rencana bisnis yang ditawarkan dengan realisasi di lapangan. "Swasta butuh kepastian usaha, kepastian hukum, perizinan, sehingga mereka mau masuk dalam pembangunan infrastruktur," tuturnya.
Berdasarkan data Kementerian PUPR, kebutuhan penyediaan infrastruktur meliputi beragam sektor. Kebutuhan anggaran ini mencakup sektor sumber daya air sebesar Rp577 triliun, sektor jalan dan jembatan Rp573 triliun, sektor permukiman Rp128 triliun, dan sektor perumahan sebesar Rp780 triliun.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR Eko D Heripoerwanto mengatakan, alokasi APBN dalam lima tahun mendatang tidak cukup untuk membiayai seluruh pembiayaan infrastruktur. Ada selisih pendanaan yang harus ditambal melalui skema non-APBN sebesar 70% atau Rp1.435 triliun.
"Dengan keterbatasan APBN, Kementerian PUPR mendorong inovasi pembiayaan infrastruktur melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau Public Private Partnership (PPP)," ujarnya di Jakarta, Kamis (14/11/2019).
Eko melanjutkan, Kementerian PUPR akan terlebih dahulu melakukan screening pada proyek-proyek yang akan dikerjakan untuk melihat tingkat kelayakannya. Apabila dinyatakan layak secara ekonomi dan finansial maka akan ditawarkan skema KPBU unsolicited, KPBU tanpa dukungan, atau business to bussiness.
Selanjutnya, jika proyek dinyatakan layak secara ekonomi dan finansial marjinal maka skema yang diberikan KPBU dengan dukungan pemerintah. Kemudian, jika proyek dinyatakan layak secara ekonomi namun tidak layak finansial maka ditawarkan skema KPBU dengan availability payment (AP) penugasan ke BUMN.
"Jika proyek tersebut layak secara ekonomi namun tidak layak finansial dan tidak ada alternatif pembiayaan lain, baru menggunakan APBN/APBD. Jadi APBN paling terakhir," jelasnya.
Eko menuturkan, pemenuhan kebutuhan infrastruktur adalah kebutuhan yang mendesak sehingga Kementerian PUPR perlu mengambil langkah-langkah komprehensif dalam memenuhi gap yang ada. Diharapkan pihak swasta ikut terlibat dalam pembangunan infrastruktur. "Kami mengajak pelaku usaha untuk bekerja sama dalam pembiayaan alternatif," ungkapnya.
Wakil Ketua Komite Tetap Pengembangan SDM bidang Konstruksi dan Infrastruktur Kadin Indonesia Dandung Sri Harninto mengatakan, pihak swasta membutuhkan kepastian berusaha untuk keberlangsungan bisnisnya. Menurut dia, kerap terjadi perbedaan dari rencana bisnis yang ditawarkan dengan realisasi di lapangan. "Swasta butuh kepastian usaha, kepastian hukum, perizinan, sehingga mereka mau masuk dalam pembangunan infrastruktur," tuturnya.
(ind)