BI: Rasio Infrastruktur terhadap PDB Indonesia Masih Rendah
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyatakan pentingnya dukungan semua pihak dalam upaya percepatan pembangunan infrastruktur di Tanah Air. Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menyampaikan bahwa perkembangan infrastruktur adalah kunci untuk pembangunan berkelanjutan di negara-negara berkembang, khususnya Indonesia.
"Sayangnya, rasio infrastruktur kita terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih tergolong rendah, yaitu 43% dibandingkan negara-negara maju lainnya yang bisa mencapai hingga 70% terhadap PDB," ujar Destry dalam seminar internasional bertema “The Pivotal Role of Infrastructure Financing to Advance Sustainable Growth” di Jakarta, Senin (2/12/2019). Sementara itu, lanjut dia, rasio biaya logistik terhadap PDB mencapai 24%, lebih tinggi dibanding kawasan.
Destry melanjutkan, konektivitas antar pusat ekonomi regional, kawasan industri maupun pariwisata, masih belum terintegrasikan secara maksimal. Oleh karena itu, kedepannya dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasionak (RPJMN) 2020-2024, agenda pembangunan infrastruktur dirancang lebih ambisius dengan berfokus pada interkonektivitas dan peningkatan fasilitas dasar seperti penyediaan air bersih dan sanitasi.
"Sejauh ini, kita sudah melihat selesainya proyek-proyek infrastruktur yang ambisius. Di akhir 2018, Indonesia memiliki 11 bandara baru, 735 km jalur kereta api baru, 3.432 km jalan baru, 1.180 km tol, 2.614 mega watt pembangkit listrik, serta Palapa Ring yang membentang di wilayah timur, barat, dan pusat Indonesia," terang Destry.
Pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan merupakan salah satu agenda prioritas penting yang tercantum dalam 5 visi baru pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin untuk Indonesia maju. Selain infrastruktur, prioritas lainnya dalah pengembangan sumber daya manusia (SDM), iklim investasi yang lebih baik, reformasi birokratis, dan transformasi ekonomi.
"Sayangnya, rasio infrastruktur kita terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih tergolong rendah, yaitu 43% dibandingkan negara-negara maju lainnya yang bisa mencapai hingga 70% terhadap PDB," ujar Destry dalam seminar internasional bertema “The Pivotal Role of Infrastructure Financing to Advance Sustainable Growth” di Jakarta, Senin (2/12/2019). Sementara itu, lanjut dia, rasio biaya logistik terhadap PDB mencapai 24%, lebih tinggi dibanding kawasan.
Destry melanjutkan, konektivitas antar pusat ekonomi regional, kawasan industri maupun pariwisata, masih belum terintegrasikan secara maksimal. Oleh karena itu, kedepannya dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasionak (RPJMN) 2020-2024, agenda pembangunan infrastruktur dirancang lebih ambisius dengan berfokus pada interkonektivitas dan peningkatan fasilitas dasar seperti penyediaan air bersih dan sanitasi.
"Sejauh ini, kita sudah melihat selesainya proyek-proyek infrastruktur yang ambisius. Di akhir 2018, Indonesia memiliki 11 bandara baru, 735 km jalur kereta api baru, 3.432 km jalan baru, 1.180 km tol, 2.614 mega watt pembangkit listrik, serta Palapa Ring yang membentang di wilayah timur, barat, dan pusat Indonesia," terang Destry.
Pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan merupakan salah satu agenda prioritas penting yang tercantum dalam 5 visi baru pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin untuk Indonesia maju. Selain infrastruktur, prioritas lainnya dalah pengembangan sumber daya manusia (SDM), iklim investasi yang lebih baik, reformasi birokratis, dan transformasi ekonomi.
(ind)