KKP Gelar Diskusi, Pelaku Perikanan Curhat Perijinan hingga Bantuan Pemerintah
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggelar diskusi bersama pemangku kepentingan (stakeholders) kelautan dan perikanan (KP) di Jakarta, Jumat (6/12). Diskusi dengan tagline “Kalau bisa dibikin mudah, kenapa harus dibuat susah?” dihadiri pengusaha dan asosiasi KP dari berbagai daerah serta padra ahli.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan, diskusi ini merupakan wujud keterbukaan komunikasi dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Menurutnya, negara harus hadir mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat, baik masalah kecil hingga masalah besar.
“Kami ingin kantor ini menjadi rumah di mana kita kumpul bersama, memecahkan masalah, mencari jalan keluar dari segala macam jenis masalah di sektor kita,” ujarnya saat menghadiri diskusi yang digelar di Ballroom Gedung Mina Bahari III, Kantor KKP, Jakarta Pusat, Jumat (6/12/2019).
Menteri Edhy mempersilakan peserta menyampaikan saran bahkan kritik tajam selama dengan itu bisa diperoleh solusi terbaik bagi negeri. “Bicara tentang alat tangkap, bicara tentang izin kapal tangkap harus saya umumkan di sini, Pak Presiden Jokowi menginginkan kalau izin itu bisa di bawah 1 jam, kenapa harus berhari-hari?” ucapnya.
Sementara mengenai benih lobster, Menteri Edhy mengatakan, mengembangkan budidaya benih lobster di Indonesia merupakan salah satu solusi terbaik dalam mengoptimalkan potensi sumber daya perikanan Indonesia. “Kita sudah mendapat setidak-tidaknya 6-10 titik yang cocok untuk mengembangkan budidaya lobster,” tuturnya.
Oleh karena itu, dibutuhkan masukan dari para ahli dan stakeholder terkait penyusunan mekanisme terbaik pengelolaan benih lobster ini. Begitu pula dengan aturan ukuran minimal kepiting yang boleh ditangkap.
Menurutnya, ada beberapa jenis kepiting yang tidak harus menunggu ukuran 150 gram per ekor agar bisa ditangkap, sebut saja soft shell crab hasil budidaya. Oleh karena itu, perlu dicarikan solusi terbaik agar usaha kepiting jenis ini tidak terganggu.
“Saya yakin semua aturan ini untuk kebaikan melindungi dan melestarikan alam. Tapi saya juga yakin dengan tidak meninggalkan menjaga alam secara lestari, kita juga masih mampu mengambil keputusan yang akan jauh lebih bermanfaat bagi masyarakat dan bagi negara kita,” imbuhnya.
Dalam diskusi tersebut didapatkan banyak masukan pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Aliansi Penyuluh Perikanan Bantu, Iskandar misalnya mengungkapkan pentingnya komunikasi penyuluh perikanan kepada para pelaku usaha.
Hal ini mengingat banyak pelaku usaha di daerah tidak memiliki kemampuan untuk mengakses langsung layanan sehingga membutuhkan pendampingan langsung di lapangan oleh penyuluh. Akan tetapi, jumlah penyuluh perikanan sendiri masih dinilai kurang, begitu pula belum jelasnya kelembagaan yang menaungi penyuluh perikanan bantu.
Pelaku usaha perbenihan (hatchery) dan pemasaran ikan kerapu Keramba Jaring Apung (KJA) di Bali, Dharma juga meminta kontrol yang lebih baik terhadap bantuan yang diberikan pemerintah. Usahanya yang bergerak dalam penyediaan benih untuk diekspor ke Vietnam dan Malaysia diakuinya sulit berkembang karena kalah bersaing. Dia pun mengapresiasi bantuan KJA, bibit, dan pakan yang diberikan KKP, namun dia menilai kontrolnya masih harus ditingkatkan.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto menyoroti perkara perizinan kapal perikanan. Menurutnya, banyak nelayan yang mengeluhkan lamanya perpanjangan izin kapal sehingga menghambat usaha nelayan.
Oleh karena itu, dia meminta semua instansi terkait bersinergi dalam percepatan perizinan ini agar keinginan Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan ekspor perikanan dapat tercapai.
Sementara itu, Dewan Pembina Nelayan Tradisional Indonesia Chalid Muhammad menilai, sebagai tindak lanjut masukan dari peserta yang hadir, ada beberapa isu penting yang mestinya dibicarakan lebih dalam, yang kemudian keluar dalam bentuk analisis kebijakan atau concept briefing untuk disampaikan kepada Menteri Edhy sebagai pertimbangan mengambil tindakan.
“Soal nelayan tradisional, soal ruang induknya dan seterusnya, soal garam, soal ekspor, perizinan, soal pakan, ada banyak sekali isunya. Pakan misalnya, pakan ini masih didominasi oleh satu perusahaan saja. Ini menurut saya penting karena di banyak tempat juga orang mulai berpikir untuk menciptakan pakan sendiri, organik. Ada juga yang mulai memikirkan pengelolaan sampah dengan pakan. Artinya, perlu diskusikan bagaimana cara kemandirian dalam urusan pakan,” paparnya.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan, diskusi ini merupakan wujud keterbukaan komunikasi dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Menurutnya, negara harus hadir mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat, baik masalah kecil hingga masalah besar.
“Kami ingin kantor ini menjadi rumah di mana kita kumpul bersama, memecahkan masalah, mencari jalan keluar dari segala macam jenis masalah di sektor kita,” ujarnya saat menghadiri diskusi yang digelar di Ballroom Gedung Mina Bahari III, Kantor KKP, Jakarta Pusat, Jumat (6/12/2019).
Menteri Edhy mempersilakan peserta menyampaikan saran bahkan kritik tajam selama dengan itu bisa diperoleh solusi terbaik bagi negeri. “Bicara tentang alat tangkap, bicara tentang izin kapal tangkap harus saya umumkan di sini, Pak Presiden Jokowi menginginkan kalau izin itu bisa di bawah 1 jam, kenapa harus berhari-hari?” ucapnya.
Sementara mengenai benih lobster, Menteri Edhy mengatakan, mengembangkan budidaya benih lobster di Indonesia merupakan salah satu solusi terbaik dalam mengoptimalkan potensi sumber daya perikanan Indonesia. “Kita sudah mendapat setidak-tidaknya 6-10 titik yang cocok untuk mengembangkan budidaya lobster,” tuturnya.
Oleh karena itu, dibutuhkan masukan dari para ahli dan stakeholder terkait penyusunan mekanisme terbaik pengelolaan benih lobster ini. Begitu pula dengan aturan ukuran minimal kepiting yang boleh ditangkap.
Menurutnya, ada beberapa jenis kepiting yang tidak harus menunggu ukuran 150 gram per ekor agar bisa ditangkap, sebut saja soft shell crab hasil budidaya. Oleh karena itu, perlu dicarikan solusi terbaik agar usaha kepiting jenis ini tidak terganggu.
“Saya yakin semua aturan ini untuk kebaikan melindungi dan melestarikan alam. Tapi saya juga yakin dengan tidak meninggalkan menjaga alam secara lestari, kita juga masih mampu mengambil keputusan yang akan jauh lebih bermanfaat bagi masyarakat dan bagi negara kita,” imbuhnya.
Dalam diskusi tersebut didapatkan banyak masukan pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Aliansi Penyuluh Perikanan Bantu, Iskandar misalnya mengungkapkan pentingnya komunikasi penyuluh perikanan kepada para pelaku usaha.
Hal ini mengingat banyak pelaku usaha di daerah tidak memiliki kemampuan untuk mengakses langsung layanan sehingga membutuhkan pendampingan langsung di lapangan oleh penyuluh. Akan tetapi, jumlah penyuluh perikanan sendiri masih dinilai kurang, begitu pula belum jelasnya kelembagaan yang menaungi penyuluh perikanan bantu.
Pelaku usaha perbenihan (hatchery) dan pemasaran ikan kerapu Keramba Jaring Apung (KJA) di Bali, Dharma juga meminta kontrol yang lebih baik terhadap bantuan yang diberikan pemerintah. Usahanya yang bergerak dalam penyediaan benih untuk diekspor ke Vietnam dan Malaysia diakuinya sulit berkembang karena kalah bersaing. Dia pun mengapresiasi bantuan KJA, bibit, dan pakan yang diberikan KKP, namun dia menilai kontrolnya masih harus ditingkatkan.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto menyoroti perkara perizinan kapal perikanan. Menurutnya, banyak nelayan yang mengeluhkan lamanya perpanjangan izin kapal sehingga menghambat usaha nelayan.
Oleh karena itu, dia meminta semua instansi terkait bersinergi dalam percepatan perizinan ini agar keinginan Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan ekspor perikanan dapat tercapai.
Sementara itu, Dewan Pembina Nelayan Tradisional Indonesia Chalid Muhammad menilai, sebagai tindak lanjut masukan dari peserta yang hadir, ada beberapa isu penting yang mestinya dibicarakan lebih dalam, yang kemudian keluar dalam bentuk analisis kebijakan atau concept briefing untuk disampaikan kepada Menteri Edhy sebagai pertimbangan mengambil tindakan.
“Soal nelayan tradisional, soal ruang induknya dan seterusnya, soal garam, soal ekspor, perizinan, soal pakan, ada banyak sekali isunya. Pakan misalnya, pakan ini masih didominasi oleh satu perusahaan saja. Ini menurut saya penting karena di banyak tempat juga orang mulai berpikir untuk menciptakan pakan sendiri, organik. Ada juga yang mulai memikirkan pengelolaan sampah dengan pakan. Artinya, perlu diskusikan bagaimana cara kemandirian dalam urusan pakan,” paparnya.
(ind)