Jokowi Tegur Bank BUMN Soal Penyaluran KUR
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegur bank-bank BUMN terkait penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dinilai masih tidak sesuai dengan yang diharapkan.
"Saya juga memiliki catatan terkait dengan kinerja sektor perbankan. Khususnya bank-bank BUMN yang dalam penyaluran KUR-nya di sektor produktif," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas di Kantor Presiden, Senin (9/12/2019).
Jokowi mengaku mendapatkan laporan bahwa masih ada bank yang menysaratkan adanya jaminan dalam penyaluran KUR. Padahal, tegas dia, pemberian KUR ke usaha produktif UMKM seharusnya tidak memerlukan jaminan.
"Saya mendapat laporan bahwa ada bank yang masih minta syarat jaminan/collateral bagi penerima KUR karena khawatir pinjaman macet. Ini juga perlu saya koreksi karena kita memerlukan pendampingan-pendampingan bagi UMKM. Dan kita kita harapkan dengan pendampingan itu mereka bisa naik kelas ke kelas yang lebih atas," tegas Presiden.
Jokowi juga mengaku menerima laporan adanya pratik bank pelaksana KUR yang hanya memindahkan nasabah dari kredit komersial ke KUR. Presiden menegaskan agar hal ini jangan terjadi lagi.
"Saya menerima laporan ada praktik bank pelaksana KUR yang hanya memindahkan dari kredit komersial ke KUR. Praktik-praktik seperti ini yang tidak boleh terjadi sehingga KUR betul-betul disalurkan ke sektor-sektor produktif sehingga membuat UMKM kita bisa betul-betul naik kelas," tandasnya.
Diketahui, untuk tahun 2020 pemerintah menganggarkan Rp190 triliun untuk KUR, dengan suku bunga yang diturunkan dari 7% menjadi 6%. Dengan anggaran yang besar tersebut, Jokowi ingin langkah ini dapat memberikan dampak signifikan untuk menggerakkan ekonomi kerakyatan.
"Saya ingin mengingatkan bahwa plafon KUR yang semakin besar. Jangan sampai tidak berdampak signifikan pada ekonomi karena penyalurannya yang tidak tepat sasaran, tidak masuk pada sektor-sektor produktif," tegasnya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga mengaku menerima laporan bahwa penyaluran KUR lebih banyak ke sektor perdagangan. Menurutnya, kredit ini harus segera digeser ke sektor produktif. "Kita masukkan ke sektor-sektor produktif terutama usaha mikro yang bergerak di sektor pertanian," ujarnya.
Lebih lanjut dia juga menyoroti bahwa KUR belum termanfaatkan secara maksimal. Dimana sektor pertanian baru termanfaatkan 30% dari plafon yang ada. Begitu juga dengan industri pengolahan mikro kecil dan menengah baru termanfaatkan 40%. Demikian pula sektor perikanan dan pariwisata. Jokowi pun meminta agar jajarannya mencari solusi terkait hal ini.
"Misalnya apakah diperlukan sebuah skema KUR khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan sektor yang ada juga dengan grace period yang khusus menyesuaikan waktu produksinya? Atau kita tawarkan skema KUR investasi dengan periode yang lebih panjang sehingga pinjaman KUR bagi pelaku UMKM agar bisa mengembangkan usahanya," pungkasnya.
"Saya juga memiliki catatan terkait dengan kinerja sektor perbankan. Khususnya bank-bank BUMN yang dalam penyaluran KUR-nya di sektor produktif," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas di Kantor Presiden, Senin (9/12/2019).
Jokowi mengaku mendapatkan laporan bahwa masih ada bank yang menysaratkan adanya jaminan dalam penyaluran KUR. Padahal, tegas dia, pemberian KUR ke usaha produktif UMKM seharusnya tidak memerlukan jaminan.
"Saya mendapat laporan bahwa ada bank yang masih minta syarat jaminan/collateral bagi penerima KUR karena khawatir pinjaman macet. Ini juga perlu saya koreksi karena kita memerlukan pendampingan-pendampingan bagi UMKM. Dan kita kita harapkan dengan pendampingan itu mereka bisa naik kelas ke kelas yang lebih atas," tegas Presiden.
Jokowi juga mengaku menerima laporan adanya pratik bank pelaksana KUR yang hanya memindahkan nasabah dari kredit komersial ke KUR. Presiden menegaskan agar hal ini jangan terjadi lagi.
"Saya menerima laporan ada praktik bank pelaksana KUR yang hanya memindahkan dari kredit komersial ke KUR. Praktik-praktik seperti ini yang tidak boleh terjadi sehingga KUR betul-betul disalurkan ke sektor-sektor produktif sehingga membuat UMKM kita bisa betul-betul naik kelas," tandasnya.
Diketahui, untuk tahun 2020 pemerintah menganggarkan Rp190 triliun untuk KUR, dengan suku bunga yang diturunkan dari 7% menjadi 6%. Dengan anggaran yang besar tersebut, Jokowi ingin langkah ini dapat memberikan dampak signifikan untuk menggerakkan ekonomi kerakyatan.
"Saya ingin mengingatkan bahwa plafon KUR yang semakin besar. Jangan sampai tidak berdampak signifikan pada ekonomi karena penyalurannya yang tidak tepat sasaran, tidak masuk pada sektor-sektor produktif," tegasnya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga mengaku menerima laporan bahwa penyaluran KUR lebih banyak ke sektor perdagangan. Menurutnya, kredit ini harus segera digeser ke sektor produktif. "Kita masukkan ke sektor-sektor produktif terutama usaha mikro yang bergerak di sektor pertanian," ujarnya.
Lebih lanjut dia juga menyoroti bahwa KUR belum termanfaatkan secara maksimal. Dimana sektor pertanian baru termanfaatkan 30% dari plafon yang ada. Begitu juga dengan industri pengolahan mikro kecil dan menengah baru termanfaatkan 40%. Demikian pula sektor perikanan dan pariwisata. Jokowi pun meminta agar jajarannya mencari solusi terkait hal ini.
"Misalnya apakah diperlukan sebuah skema KUR khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan sektor yang ada juga dengan grace period yang khusus menyesuaikan waktu produksinya? Atau kita tawarkan skema KUR investasi dengan periode yang lebih panjang sehingga pinjaman KUR bagi pelaku UMKM agar bisa mengembangkan usahanya," pungkasnya.
(fjo)