APBBMI Minta Payung Hukum untuk Pendistribusian BBM
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Penyalur BBM Indonesia (APBBMI) meminta pemerintah tegas dan memberikan kepastian hukum kepada agen dan distribusi BBM di Indonesia. Sebab, dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM No.13/2018 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas banyak pasal yang multitafsir dan cenderung merugikan pelaku usaha migas nasional.
"Dalam Permen 13/2018, yang berhak menjual BBM adalah Badan Usaha Niaga Umum, dan Badan Niaga Khusus, sedang agen atau penyaur tidak boleh," kata Anggota APBBMI Freddy Sendjojo di Jakarta, Senin (16/12/2019).
Dia mengatakan, perusahaan seperti PT Pertamina, PT AKR dan lainnya sebagai badan niaga umum hanya menjangkau sampai Kabupaten dan Kota. Sementara, di Indonesia ada 17.000 pulau lebih, yang dilayani agen atau penyalur BBM.
"Jika aturan dalam Permen tersebut diberlakukan ketat, maka agen atau penyalur BBM bisa ditangkap dan dipidana karena melanggar undang-undang," jelas Freddy.
Menurut dia, selama ini yang melayani atau menjual BBM ke daerah terpencil, terluar dan tertinggal (3T) mayoritas adalah agen atau penyalur BBM. "Masyarakat di daerah juga banyak tergantung kepada anggota kami," aku Freddy.
Oleh karena itu, APBBMI butuh payung hukum dan kepastian usaha. Direktur IRESS, Marwan Batubara, mengusulkan agar Permen No.13/2018 segera direvisi agar bisnis dan distribusi BBM khususnya ke daerah terpencil tetap aman dan lancar.
Sebab, BBM sudah menjadi bahan kebutuhan pokok di masyarakat selain sembako. "Agen atau penyalur BBM harus dilindungi, karena faktanya mereka sudah berjasa dan memang dibutuhkan masyarakat di daerah," katanya.
Pemerintah khususnya Kementerian ESDM dan aparat terkait bisa menjadi pembina dan regulator yang jelas dan adil bagi semua termasuk pelaku usaha BBM di daerah. "Pemerintah harus adil dan berpihak kepada kepentingan umum, yaitu distribusi BBM ke daerah baik dan lancar," papar Marwan.
"Dalam Permen 13/2018, yang berhak menjual BBM adalah Badan Usaha Niaga Umum, dan Badan Niaga Khusus, sedang agen atau penyaur tidak boleh," kata Anggota APBBMI Freddy Sendjojo di Jakarta, Senin (16/12/2019).
Dia mengatakan, perusahaan seperti PT Pertamina, PT AKR dan lainnya sebagai badan niaga umum hanya menjangkau sampai Kabupaten dan Kota. Sementara, di Indonesia ada 17.000 pulau lebih, yang dilayani agen atau penyalur BBM.
"Jika aturan dalam Permen tersebut diberlakukan ketat, maka agen atau penyalur BBM bisa ditangkap dan dipidana karena melanggar undang-undang," jelas Freddy.
Menurut dia, selama ini yang melayani atau menjual BBM ke daerah terpencil, terluar dan tertinggal (3T) mayoritas adalah agen atau penyalur BBM. "Masyarakat di daerah juga banyak tergantung kepada anggota kami," aku Freddy.
Oleh karena itu, APBBMI butuh payung hukum dan kepastian usaha. Direktur IRESS, Marwan Batubara, mengusulkan agar Permen No.13/2018 segera direvisi agar bisnis dan distribusi BBM khususnya ke daerah terpencil tetap aman dan lancar.
Sebab, BBM sudah menjadi bahan kebutuhan pokok di masyarakat selain sembako. "Agen atau penyalur BBM harus dilindungi, karena faktanya mereka sudah berjasa dan memang dibutuhkan masyarakat di daerah," katanya.
Pemerintah khususnya Kementerian ESDM dan aparat terkait bisa menjadi pembina dan regulator yang jelas dan adil bagi semua termasuk pelaku usaha BBM di daerah. "Pemerintah harus adil dan berpihak kepada kepentingan umum, yaitu distribusi BBM ke daerah baik dan lancar," papar Marwan.
(ven)