Mendag Musnahkan Barang Ilegal Senilai Rp15 Miliar
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengumumkan pemusnahan barang hasil pengawasan tahun 2019 yang nilainya mencapai hampir Rp15 miliar. Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto menyebut, terdapat 14 jenis total barang yang dimusnahkan karena dinilai tidak sesuai ketentuan dan dapat merugikan masyarakat khususnya konsumen dan pelaku usaha.
Jenis pelanggarannya bervariasi, mulai dari ketidaksesuaian dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang diberlakukan secara wajib sampai dengan tidak memiliki perizinan impor.
“Total ada 4.720 pcs, seperti pompa air, produk kehutanan, cangkul lipat, mainan anak, mesin pendingin dan tepung, gula tidak standar, beberapa barang elektronik yang membahayakan, dan barang seperti regulator gas yang sangat membahayakan bagi konsumen,” ujar Agus dalam acara pemusnahan barang hasil pengawasan tahun 2019 di kantor Kemendag, Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Selain di Jakarta, sebelumnya kegiatan pemusnahan barang juga telah dilakukan di Semarang, Surabaya dan Medan. Sebagai catatan, sesuai ketentuan Undang-Undang tentang Perdagangan, Menteri Perdagangan memiliki kewenangan untuk memerintahkan pelaku usaha untuk melakukan penarikan dan pemusnahan barang yang tidak sesuai ketentuan.
Pemusnahan ini guna memberikan perlindungan bagi konsumen agar terhindar dari barang-barang yang membahayakan kesehatan, keselamatan dan keamanan serta memberikan efek jera kepada pelaku usaha.
Terkait hal itu, Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag melaksanakan pengawasan untuk memberikan perlindungan bagi konsumen dan juga menjaga ketertiban dalam berdagang.
Parameter yang diawasi meliputi pemenuhan standar barang atau SNI, manual kartu garansi atau label berbahasa Indonesia dan kewajiban pelaku untuk memiliki perizinan di bidang impor seperti persetujuan impor atau Laporan Surveyor.
Sementara itu pada kesempatan tersebut, Mendag juga menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman antara Ditjen PKTN dan Ditjen Bea Cukai terkait pertukaran data dan informasi serta dukungan dalam pengawasan tata niaga impor di luar kawasan pabean (post border).
Mendag berharap kerjasama ini dapat meningkatkan mutu barang yang beredar di dalam negeri, baik barang impor maupun lokal. Sehingga, para konsumen dapat mendapatkan barang yang berkualitas dan pelaku usaha lokal dapat bersiang dengan menciptakan produk bermutu baik.
“Salah satunya ada baja yang produksinya ‘banci’ dalam hal ini membahayakan konstruksi. Kalau standar konstruksinya benar tapi speknya tidak sesuai, ini bisa membahayakan semua. Selain merugikan konsumen dia belinya dengan harga yang sesuai standar tapi didalamnya tidak sesuai,” tuturnya.
Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi menjelaskan, dasar pelaksanaan pengawasan post border adalah Paket Kebijakan Ekonomi XV ditujukan untuk mencapai sasaran mendukung efisiensi logistik dan kelancaran arus barang ekspor-impor, termasuk kepastian dwelling time yang rendah.
“Mekanisme pengawasan post border diawali dengan pemeriksaan kesesuaian dokumen perijinan impor milik pelaku usaha yang dilakukan setelah barang keluar dari kawasan pabean, dan dalam hal diduga adanya pelanggaran maka dapat ditindaklanjuti dengan pengawasan atau penegakan hukum,” jelasnya.
Dia melanjurkan, sesuai Undang-Undang tentang Kepabeanan, Kemendag berperan sebagai instansi teknis yang menetapkan peraturan larangan dan pembatasan atas impor atau ekspor.
“Kemendag memiliki kebijakan tata niaga impor terhadap 4.010 HS yang menjadi larangan dan pembatasan yang pengawasannya dilaksanakan oleh Ditjen Bea dan Cukai. Setelah pelaksanaan kebijakan pengawasan post border maka terdapat 58,07% atau 2.340 HS yang menjadi larangan dan pembatasan pengawasannya dilaksanakan oleh Kemendag setelah barang keluar dari kawasan pabean,” imbuhnya.
Pengawasan post border merupakan kebijakan yang telah dilaksanakan sejak Februari 2018, yaitu suatu kebijakan untuk menyederhanakan perijinan impor dengan pergeseran pengawasan tata niaga impor untuk beberapa komoditi dari kawasan pabean menjadi di luar kawasan pabean.
Jenis pelanggarannya bervariasi, mulai dari ketidaksesuaian dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang diberlakukan secara wajib sampai dengan tidak memiliki perizinan impor.
“Total ada 4.720 pcs, seperti pompa air, produk kehutanan, cangkul lipat, mainan anak, mesin pendingin dan tepung, gula tidak standar, beberapa barang elektronik yang membahayakan, dan barang seperti regulator gas yang sangat membahayakan bagi konsumen,” ujar Agus dalam acara pemusnahan barang hasil pengawasan tahun 2019 di kantor Kemendag, Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Selain di Jakarta, sebelumnya kegiatan pemusnahan barang juga telah dilakukan di Semarang, Surabaya dan Medan. Sebagai catatan, sesuai ketentuan Undang-Undang tentang Perdagangan, Menteri Perdagangan memiliki kewenangan untuk memerintahkan pelaku usaha untuk melakukan penarikan dan pemusnahan barang yang tidak sesuai ketentuan.
Pemusnahan ini guna memberikan perlindungan bagi konsumen agar terhindar dari barang-barang yang membahayakan kesehatan, keselamatan dan keamanan serta memberikan efek jera kepada pelaku usaha.
Terkait hal itu, Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag melaksanakan pengawasan untuk memberikan perlindungan bagi konsumen dan juga menjaga ketertiban dalam berdagang.
Parameter yang diawasi meliputi pemenuhan standar barang atau SNI, manual kartu garansi atau label berbahasa Indonesia dan kewajiban pelaku untuk memiliki perizinan di bidang impor seperti persetujuan impor atau Laporan Surveyor.
Sementara itu pada kesempatan tersebut, Mendag juga menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman antara Ditjen PKTN dan Ditjen Bea Cukai terkait pertukaran data dan informasi serta dukungan dalam pengawasan tata niaga impor di luar kawasan pabean (post border).
Mendag berharap kerjasama ini dapat meningkatkan mutu barang yang beredar di dalam negeri, baik barang impor maupun lokal. Sehingga, para konsumen dapat mendapatkan barang yang berkualitas dan pelaku usaha lokal dapat bersiang dengan menciptakan produk bermutu baik.
“Salah satunya ada baja yang produksinya ‘banci’ dalam hal ini membahayakan konstruksi. Kalau standar konstruksinya benar tapi speknya tidak sesuai, ini bisa membahayakan semua. Selain merugikan konsumen dia belinya dengan harga yang sesuai standar tapi didalamnya tidak sesuai,” tuturnya.
Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi menjelaskan, dasar pelaksanaan pengawasan post border adalah Paket Kebijakan Ekonomi XV ditujukan untuk mencapai sasaran mendukung efisiensi logistik dan kelancaran arus barang ekspor-impor, termasuk kepastian dwelling time yang rendah.
“Mekanisme pengawasan post border diawali dengan pemeriksaan kesesuaian dokumen perijinan impor milik pelaku usaha yang dilakukan setelah barang keluar dari kawasan pabean, dan dalam hal diduga adanya pelanggaran maka dapat ditindaklanjuti dengan pengawasan atau penegakan hukum,” jelasnya.
Dia melanjurkan, sesuai Undang-Undang tentang Kepabeanan, Kemendag berperan sebagai instansi teknis yang menetapkan peraturan larangan dan pembatasan atas impor atau ekspor.
“Kemendag memiliki kebijakan tata niaga impor terhadap 4.010 HS yang menjadi larangan dan pembatasan yang pengawasannya dilaksanakan oleh Ditjen Bea dan Cukai. Setelah pelaksanaan kebijakan pengawasan post border maka terdapat 58,07% atau 2.340 HS yang menjadi larangan dan pembatasan pengawasannya dilaksanakan oleh Kemendag setelah barang keluar dari kawasan pabean,” imbuhnya.
Pengawasan post border merupakan kebijakan yang telah dilaksanakan sejak Februari 2018, yaitu suatu kebijakan untuk menyederhanakan perijinan impor dengan pergeseran pengawasan tata niaga impor untuk beberapa komoditi dari kawasan pabean menjadi di luar kawasan pabean.
(ind)