Dalam Lima tahun, Jumlah Perjalanan Wisata Naik 21,34%

Sabtu, 21 Desember 2019 - 06:45 WIB
Dalam Lima tahun, Jumlah...
Dalam Lima tahun, Jumlah Perjalanan Wisata Naik 21,34%
A A A
JAKARTA - Jumlah perjalanan wisata Nusantara meningkat signifikan dalam lima tahun (2013-2018). Total kenaikannya mencapai 21,34%, dan itu berbanding lurus dengan pengeluaran wisatawan lokal yang meningkat 63,64%.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah perjalanan wisatawan Nusantara selama 2018 mencapai 303,40 juta. Angka itu meningkat 12,37% dari jumlah perjalanan tahun sebelumnya (2017) yang mencapai 270 juta perjalanan. Diduga kenaikan itu terjadi karena kondisi perekonomian yang relatif semakin membaik dan semakin mudahnya aksesibilitas ke daerah-daerah tujuan wisata.

Adapun total pengeluaran selama 2018 mencapai Rp291,02 triliun. Itu berarti terjadi peningkatan sebesar 17,89% dibandingkan 2017 yang mencapai Rp246,85 triliun.

Berdasarkan Kajian Dampak Sektor Pariwisata terhadap Perekonomian Indonesia yang dilakukan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM-FEBUI), tren kenaikan itu terjadi karena perkembangan pola konsumsi generasi milenial yang lebih ingin wisata dibanding yang lain. Selain itu tentunya karena kondisi ekonomi Indonesia yang semakin membaik.

Tren berwisata ini diperkirakan akan terus naik mengingat semakin meningkatnya kelas menengah di Indonesia. Bahkan, berdasarkan data, proyeksi kelas menengah akan meningkat dari 85 juta pada 2020 menjadi 258 juta pada 2045. Ditambah, bonus demograsi akan memuncak pada 2030. Karena itu, seiring pertumbuhan ekonomi juga, kelas menengah Indonesia kini menganggap pariwisata sebagai kebutuhan hidup pokok, bukan lagi tersier.

Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) Rusmiati mengatakan, destinasi wisata 2019 yang masih banyak dikunjungi wisatawan lokal adalah Bali, Yogyakarta, Surabaya, dan Bandung. Dia menambahkan, memang tempat wisata lebih modern seperti Theme Park dengan konsep arena bermain anak-anak, suasana salju, bahkan wisata laut kini banyak hadir, namun itu tidak menjadi pilihan utama. Salah satu kendalanya adalah tiket yang mahal. Mereka hanya ramai saat pembukaan atau ketika promo bekerja sama dengan pihak lain.

"Jadi, saya menilai destinasi alam dan budaya masih menjadi favorit utama karena tidak membutuhkan dana banyak," jelasnya.

Hal sama terjadi dengan destinasi wisata yang dikhususkan seperti Pulau Komodo dan Raja Ampat, juga mengalami peningkatan meski tidak terlalu signifikan. Alasannya tentu soal tiket pesawat yang masih mahal, karena setiap wisatawan paling tidak harus mengeluarkan biaya Rp10 juta untuk bisa berlibur ke sana. "Tiket pesawat ke Papua saja Rp 4-6 juta, tapi akomodasi di sana masih standar sesuai kantong turis lokal," tuturnya.

Rusmiati juga mengaku menyambut baik musim liburan yang bisa menyokong 20% perekonomian Indonesia. Tentunya, Natal dan tahun baru menjadi momen puncak liburan sepanjang tahun.

"Jika libur Lebaran, mungkin sebetulnya karena mudik, atau libur kenaikan kelas hanya anak-anak. Sementara akhir tahun, orang tua pun ikut berlibur. Mereka kerap menghabiskan jatah cuti mereka. Kalau saat liburan kenaikan sekolah, belum tentu orang tuanya ikut berlibur," jelasnya.

Ketua Gabungan Industri Pariwisata Didien Junaedy sepakat jika liburan akhir tahun menjadi waktu puncak setiap tahunnya. Oleh karena itu, para pengusaha menyiapkan paket wisata yang dikhususkan untuk keluarga, meski dia tidak memungkiri akan ada banyak keluarga di Indonesia yang memilih berlibur ke luar negeri.

"Untuk Family Trip kelas menengah, wisata di Jawa-Bali masih menjadi favorit. Sementara untuk ke Indonesia bagian timur, lebih banyak dilakukan oleh wisatawan perorangan," ujarnya.

Yang menarik, seiring menguatnya generasi milenial yang senang berwisata, pilihan lokasi tentu menjadi bagian terpenting dalam rencana liburan mereka. Sebab, mereka bisa mengabadikan tempat indah tersebut yang kemudian berbagi dengan orang lain di media sosial.

“Destinasi yang memiliki kekuatan untuk berswafoto kini menjadi incaran para wisatawan," ujar Haryadi Darmawan, pengamat pariwisata dari Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung.

Dia mengungkapkan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang baru, Whisnutama Kusubandio, mengharapkan wisatawan yang berkulitas bukan hanya dari jumlah. Namun, mereka yang dapat menghabiskan lebih banyak uangnya untuk berwisata. Setelah itu, generasi milenial yang menjadi harapan karena mereka dapat menjadi pendorong di media sosial. Tanpa diminta mereka akan menjadi media promosi dengan sendirinya.

Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Rainier H. Daulay menyatakan, untuk akomodasi seperti hotel tidak banyak mengalami peningkatan bahkan cenderung stagnan untuk jumlah wisatawan lokal yang menginap di hotel. "Destinasi domestik semua tergantung harga tiket. Kalau masih mahal akan terus stagnan, wisatawan lokal memilih berwisata yang dekat saja," ujarnya.

Bahkan, akhir tahun pun bukan sebuah momen puncak bagi pengusaha hotel. Sebab, hotel sudah memiliki segmentasinya sendiri untuk setiap kamar. Hanya konsep dari setiap hotel yang dibuat meriah untuk memberi kesan bagi pengunjung. (Ananda Nararya)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0745 seconds (0.1#10.140)