Sertifikasi Halal Tidak Siap, Industri Bisa Stagnan
A
A
A
JAKARTA - Persoalan sertifikasi halal di Indonesia masih terus berputar-putar. Pasalnya, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dinilai belum sepenuhnya siap melayani sertifikasi halal. Hal ini menyebabkan proses pendaftaran sertifikasi halal mengalami stagnasi.
Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah mengatakan, imbas dari ketidaksiapan sertifikat halal akan mengakibatkan pada stagnasi industri. Hal ini karena produk yang beredar di masyarakat hanya yang bersertifikat halal saja.
"Dampaknya sangat besar. Sekarang kalau tidak ada sertifikasi halal bagaimana industri mau tumbuh? Mau daftar, perpanjang, atau mengembangkan produk tidak bisa karena ketidaksiapan sertifikasi halal," ujarnya di acara refleksi akhir tahun Indonesia Halal Watch bertema "Posisi Indonesia dalam Industri Halal Dunia dan Kondisi Sertifikasi Halal Saat Ini" di Jakarta, Senin (23/12/2019).
Ikhsan melanjutkan, ketidaksiapan pelayanan sertifikasi halal akan berdampak pada dunia usaha terutama usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang jumlahnya sekitar 56 juta. Para pelaku UMKM ini umumnya sangat rentan terhadap pembiayaan sehingga membutuhkan bantuan dari pemerintah.
"Jangan sampai sertifikasi halal memberatkan UMKM. Sertifikasi halal hanya instrumen untuk mendorong industri halal di Indonesia. Artinya, produk itu sudah melewati pemeriksaan yang menyatakan bahwa produk tersebut adalah halal," jelasnya.
Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Umum Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Rachmat Hidayat mengatakan, dampak dari ketidaksiapan sertifikasi halal terhadap ekonomi akan sangat luar biasa. Artinya, dalam lima tahun ke depan tidak boleh lagi ada produk makanan dan minuman atau restoran yang tidak bersertifikat halal.
"Sertifikat halal menjadi license to operate, artinya tidak boleh melakukan bisnis tanpa sertifikat halal. Padahal sejatinya sertifikat halal itu hanya membuktikan suatu produk itu adalah halal dijamin lembaga penerbit sertifikatnya," ujarnya.
Menurut dia, yang paling menderita adalah 1,7 juta pelaku usaha UMKM di mana mereka tidak bisa berjualan karena aspek keamanan pangan belum terjamin halal.
"Kami memandang sertifikasi halal dibutuhkan untuk memberikan jaminan halal kepada para konsumen muslim. Jadi halal itu hierarki paling tinggi," imbuhnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah mengatakan, imbas dari ketidaksiapan sertifikat halal akan mengakibatkan pada stagnasi industri. Hal ini karena produk yang beredar di masyarakat hanya yang bersertifikat halal saja.
"Dampaknya sangat besar. Sekarang kalau tidak ada sertifikasi halal bagaimana industri mau tumbuh? Mau daftar, perpanjang, atau mengembangkan produk tidak bisa karena ketidaksiapan sertifikasi halal," ujarnya di acara refleksi akhir tahun Indonesia Halal Watch bertema "Posisi Indonesia dalam Industri Halal Dunia dan Kondisi Sertifikasi Halal Saat Ini" di Jakarta, Senin (23/12/2019).
Ikhsan melanjutkan, ketidaksiapan pelayanan sertifikasi halal akan berdampak pada dunia usaha terutama usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang jumlahnya sekitar 56 juta. Para pelaku UMKM ini umumnya sangat rentan terhadap pembiayaan sehingga membutuhkan bantuan dari pemerintah.
"Jangan sampai sertifikasi halal memberatkan UMKM. Sertifikasi halal hanya instrumen untuk mendorong industri halal di Indonesia. Artinya, produk itu sudah melewati pemeriksaan yang menyatakan bahwa produk tersebut adalah halal," jelasnya.
Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Umum Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Rachmat Hidayat mengatakan, dampak dari ketidaksiapan sertifikasi halal terhadap ekonomi akan sangat luar biasa. Artinya, dalam lima tahun ke depan tidak boleh lagi ada produk makanan dan minuman atau restoran yang tidak bersertifikat halal.
"Sertifikat halal menjadi license to operate, artinya tidak boleh melakukan bisnis tanpa sertifikat halal. Padahal sejatinya sertifikat halal itu hanya membuktikan suatu produk itu adalah halal dijamin lembaga penerbit sertifikatnya," ujarnya.
Menurut dia, yang paling menderita adalah 1,7 juta pelaku usaha UMKM di mana mereka tidak bisa berjualan karena aspek keamanan pangan belum terjamin halal.
"Kami memandang sertifikasi halal dibutuhkan untuk memberikan jaminan halal kepada para konsumen muslim. Jadi halal itu hierarki paling tinggi," imbuhnya.
(fjo)