IPO Perusahaan BUMN Menanti Arahan Menteri Erick
A
A
A
JAKARTA - Pasar modal Tanah Air menanti kebijakan Menteri BUMN Erick Thohir untuk mendukung perusahaan lingkungan BUMN melakukan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2020.
Tahun lalu, anak usaha BUMN yang IPO ada PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC) pada 9 Juli 2018, anak usaha PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), dan PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (TUGU) pada 28 Mei 2018, anak usaha PT Pertamina (Persero).
Pengamat ekonomi dari Indef, Bhima Yudhistira mengatakan ada potensi besar untuk perusahaan lingkungan BUMN bisa IPO di 2020. Menurutnya kebutuhan pendanaan yang makin besar di tahun 2020 memungkinkan BUMN dan anak usaha melantai di bursa baik melalui IPO ataupun right issue. "Prospek pendanaan di pasar modal masih prospektif, meskipun terdapat tantangan ketidakpastian ekonomi global," ujar Bhima di Jakarta, Rabu (25/12/2019).
Sementara kinerja IHSG hingga akhir 2019 cenderung lemah dan memaksa para analis dan perusahaan Sekuritas mengoreksi target akhir tahun di bawah level 6.500.
Corporate Secretary BNI Sekuritas Dedi Arianto mengatakan kinerja IHSG yang di bawah ekspektasi membuat perusahaan yang akan IPO menunda niatnya dan memilih wait and see. Menurutnya kondisi IHSG saat ini membuat perusahaan lingkungan BUMN harus hitung ulang karena bisa berbeda ekspektasi valuasinya untuk IPO.
"Termasuk ada anak BUMN yang memilih wait and see. Mereka pilih tunggu sampai Juni 2020. Mungkin baru IPO kalau kondisi bagus sedangkan rencana IPO sudah lama. Kemudian kita juga belum tahu kebijakan Menteri BUMN bagaimana," ujar Dedi.
BNI Sekuritas masih optimistis pada tahun 2020 bisa membawa sedikitnya 10 perusahaan baik anak usaha BUMN maupun perusahaan BUMN sendiri untuk masuk ke pasar modal melalui penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO). "Masih optimistis dalam pipeline ada 10 yang akan IPO. Tapi masih menunggu waktu yang pas termasuk juga swasta," ujarnya.
Sebelumnya Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan akan ada 78 pencatatan efek di tahun 2020. Ini terbagi dari pencatatan saham, obligasi, ETF (exchange traded fund, EBA (efek beragun aset), DIRE (dana investasi real estate), dan DINFRA (Dana Investasi Infrastruktur). Jumlah tersebut naik dari target tahun ini yang sebanyak 75 pencatatan efek.
Menurut Direktur Pengembangan BEI Hasan Fawzi, ada kemungkinan di tahun 2020 beberapa BUMN dan anak cucu BUMN akan listing di bursa saham. Alasannya IPO diyakini bukan hanya untuk menghimpun dana, tetapi juga meningkatkan transparansi dan tata kelola perusahaan tersebut.
Tahun lalu, anak usaha BUMN yang IPO ada PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC) pada 9 Juli 2018, anak usaha PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), dan PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (TUGU) pada 28 Mei 2018, anak usaha PT Pertamina (Persero).
Pengamat ekonomi dari Indef, Bhima Yudhistira mengatakan ada potensi besar untuk perusahaan lingkungan BUMN bisa IPO di 2020. Menurutnya kebutuhan pendanaan yang makin besar di tahun 2020 memungkinkan BUMN dan anak usaha melantai di bursa baik melalui IPO ataupun right issue. "Prospek pendanaan di pasar modal masih prospektif, meskipun terdapat tantangan ketidakpastian ekonomi global," ujar Bhima di Jakarta, Rabu (25/12/2019).
Sementara kinerja IHSG hingga akhir 2019 cenderung lemah dan memaksa para analis dan perusahaan Sekuritas mengoreksi target akhir tahun di bawah level 6.500.
Corporate Secretary BNI Sekuritas Dedi Arianto mengatakan kinerja IHSG yang di bawah ekspektasi membuat perusahaan yang akan IPO menunda niatnya dan memilih wait and see. Menurutnya kondisi IHSG saat ini membuat perusahaan lingkungan BUMN harus hitung ulang karena bisa berbeda ekspektasi valuasinya untuk IPO.
"Termasuk ada anak BUMN yang memilih wait and see. Mereka pilih tunggu sampai Juni 2020. Mungkin baru IPO kalau kondisi bagus sedangkan rencana IPO sudah lama. Kemudian kita juga belum tahu kebijakan Menteri BUMN bagaimana," ujar Dedi.
BNI Sekuritas masih optimistis pada tahun 2020 bisa membawa sedikitnya 10 perusahaan baik anak usaha BUMN maupun perusahaan BUMN sendiri untuk masuk ke pasar modal melalui penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO). "Masih optimistis dalam pipeline ada 10 yang akan IPO. Tapi masih menunggu waktu yang pas termasuk juga swasta," ujarnya.
Sebelumnya Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan akan ada 78 pencatatan efek di tahun 2020. Ini terbagi dari pencatatan saham, obligasi, ETF (exchange traded fund, EBA (efek beragun aset), DIRE (dana investasi real estate), dan DINFRA (Dana Investasi Infrastruktur). Jumlah tersebut naik dari target tahun ini yang sebanyak 75 pencatatan efek.
Menurut Direktur Pengembangan BEI Hasan Fawzi, ada kemungkinan di tahun 2020 beberapa BUMN dan anak cucu BUMN akan listing di bursa saham. Alasannya IPO diyakini bukan hanya untuk menghimpun dana, tetapi juga meningkatkan transparansi dan tata kelola perusahaan tersebut.
(ind)