Jadi Gaya Hidup Kaum Urban, Bisnis Kopi Makin Harum
A
A
A
JAKARTA - Para penggemar kopi kini semakin dimanjakan dengan kehadiran gerai-gerai kopi yang kian lama semakin menjamur. Tren ini diperkirakan masih akan bertahan dalam beberapa tahun ke depan seiring dengan gaya hidup kaum urban.
Keberadaan gerai-gerai kopi ini tidak hanya ditemukan di ibu kota. Di beberapa daerah geliat kemunculan gerai kopi juga kian massif. Terlebih lagi di tempat-tempat wisata yang banyak dikunjungi para pelancong.
Bahkan, di kota kecil seperti Puwakarta, atau Subang, Jawa Barat, kini dengan mudahnya ditemukan kedai kopi. Tercatat tidak kurang dari 10 gerai yang menyediakan minuman kopi. Yang lebih mengejutkan, ternyata dari kedai-kedai ini pula muncul jenis biji-biji kopi olahan lokal yang rasanya tak kalah dengan kedai kopi yang sudah punya nama.
Kemunculan kopi-kopi olahan lokal ini tidak lepas dari mudahnya para pengelola kedai kopi mendapatkan pasokan biji kopi (green bean). Apalagi di daerah sekitar Purwakarta seperti Subang dan Bandung dikenal sebagai salah satu produsen kopi yang dikembangkan secara tradisional.
Banyaknya gerai kopi dalam beberapa belakangan sejalan dengan hasil riset Toffin yang menyebutkan pada tahun ini terjadi penambahan gerai kopi tiga kali lipat dibanding 2016 silam. Jika pada tiga tahun lalu jumlah kedau kopi di Indonesia hanya sekitar 1.000 kedai, per Agustus 2019 jumlah kedai kopi di Tanah Air mencapai 2.950 kedai.
Menurut Toffin, jumlah tersebut bisa lebih besar karena sensus kedai kopi itu hanya mencakup gerai-gerai berjaringan di kota-kota besar, tidak termasuk kedai-kedai kopi independen yang modern maupun trandisional di berbagai daerah.
“Kami perkirakan pada 2020 tren ini akan berlanjut berdasarkan insight dari konsumen yang dikumpulkan melalui survei online kepada kalangan muda, yakni generasi Y dan Z penggemar kopi di Indonesia,” ujar Head of Marketing Toffin Ario Fajar di Jakarta belum lama ini.
Dia menambahkan, ke depan pertumbuhan industri kopi akan ditopang dengan keberadaan konsep kedai Coffee to Go yang menyediakan produk Ready to Drink (RTD). Menurutnya, konsumen akan memilih kopi berkualitas dengan harga terjangkau. “Ini akan sangat diminati generasi yang mendominasi populasi Indonesia saat ini," ungkapnya.
Tren bisnis kopi di Tanah Air juga menarik pada pemodal untuk berinvestasi di gerai-gerai penyedia minuman berkafein tersebut. Setidaknya hal itu diperlihatkan dari masuknya sejumlah investor luar negeri melalui gerai-gerai kopi kekinian. Sebut saja misalnya Kopi Kenangan dan Fore yang menerima putaran pendanaan di awal-awal pendirian gerai kopinya di dua tahun terakhir.
Saat ini, Kopi Kenangan yang memiliki 200 lebih gerai di 18 kota telah menerima suntikan modal dari perusahaan investasi Alpha JWC. Gerai kopi yang didirikan oleh Edward Tirtanata bersama dua rekannya itu kini mengelola investasi dari Arrive, salah satu perusahaan di bawah Roc Nation.
Selanjutnya dari Serena Ventures; pebasket ternama Caris LeVert; serta CEO dan Pendiri Sweetgreen Jonathan Neman. Selain itu, Sequoia India, juga tercatat sebagai pemodal Series A senilai USD20 juta pada Juni lalu. Sekadar diketahui, di balik perusahaan Arrive dan Serena Ventures tersebut, terdapat nama-nama investor yakni artis terkenal Jay Z dan Serena Williams.
Perusahaan start-up kopi lainnya, Fore, juga berhasil menerima pendaraan dari sejumlah investor. Fore Coffe saat ini tercatat menerima dana segar miliaran rupiah dari East Ventures, SMDV, Pavilion Capital, Agaeti Venture Capital, Insignia Ventures Partners dan lainnya.
CEO dan Pendiri Kopi Kenangan Edward Tirtanata mengatakan, pihaknya ingin membangun brand yang legendaris dengan memperkenalkan kopi khas Indonesia ke dunia. “Tahun depan fokus kami adalah program ‘Dari Indonesia untuk Dunia’, kami ingin membawa kopi dan gula aren Indonesia menuju panggung dunia," ujarnya di Jakarta, Rabu (25/12).
Dia menambahkan, tahun depan Kopi Kenangan ditergetkan memili 500 gerai, bertambah signifikan dibanding Desember tahun ini yang sudah membuka 230 gerai.
Ihwal adanya kenaikan tren bisnis kopi ini juga disampaikan oleh pemilik usaha Kopi Luwak Cikole, Sugeng Pujiono. Dia mengatakan sejak dirinya mulai usaha kopi tahun 2012 hingga saat ini belum melihat adanya penurunan animo masyarakat untuk mengonsumsi kopi di kafe atau tempat lainnya. Tak hanya berjualan kopi, Pujiono bahkan memiliki pusat pelatihan barista yang sudah meluluskan sekitar 200 orang.
"Saya juga menyuplai kebutuhan logistik kopi untuk mereka. Tidak ada satupun yang menyebut bisnis kopi menurun. Trennya masih sangat tinggi, animo masyarakat luar biasa" ujar Sugeng.
Pengamat marketing Yuswohady mengatakan dalam lima tahun terakhir tren minum kopi di Indonesia hingga kini belum menemukan titik jenuhnya. Menurutnya, bisnis kopi nasional jadi tren karena banyak faktor yang menjadi sebuah ekosistem yang sesuai untuk masyarakat Indonesia khususnya pekerja dan mahasiswa.
Beberapa faktor penting adalah faktor kebiasaan nongkrong yang didukung dengan penggunaan sosial media yang tinggi. "Beberapa faktor tersebut membentuk ekosistem yang pas. Misalnya para pekerja dan mahasiswa butuh Wi-Fi dan ruangan AC untuk bekerja dan bersosialisasi. Ini lalu menjadi value," ujar Yuswohady.
Dia juga menilai ada kelebihan suplai kopi di Indonesia sehingga warung kopi bisa merata melakukan produksi. Lokasi strategis Indonesia sebagai penghasil kopi harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Salah satunya dengan membuka toko kopi kelas dunia seperti Starbucks yang selama menjual kopi khas Nusantara.
Pemerhati dan Praktisi Kuliner Gupta Sitorus menambahkan, dari tataran praktis apabila melihat tren di kota besar memang terlihat ada peningkatan animo masyarakat terhadap kopi specialty dan lifestyle. Artinya, kata dia, potensi bisnis gerai kopi masih akan ada di tahun-tahun mendatang.
“Kendati ada kenaikan konsumsi, tapi sebenarnya angka konsumsi domestik itu tidak terlalu tinggi dibanding negara lain. Banyak petani kopi besar hanya bisa mengekspor untuk menjualnya. Akhirnya banyak yang didikte sama importir di negara lain,” ujar pria yang juga editor Majalah Kenduri itu.
Di sisi lain, kata dia, produktivitas lahan tanaman kopi Indonesia yang baru mencapai 0,77 ton per hektare (ha). Angka tersebut masih sangat kecil bila dibandingkan dengan potensinya yang bisa mencapai 3 ton/ha.
Dia menambahkan, yang juga penting adalah harus ada pemberdayaan kelembagaan petani kopi serta pendampingan berkelanjutan danpeningkatan kualitas sumber daya manusia.(Oktiani Endarwati/Hafid Fuad/Yanto Kusdiantono)
Keberadaan gerai-gerai kopi ini tidak hanya ditemukan di ibu kota. Di beberapa daerah geliat kemunculan gerai kopi juga kian massif. Terlebih lagi di tempat-tempat wisata yang banyak dikunjungi para pelancong.
Bahkan, di kota kecil seperti Puwakarta, atau Subang, Jawa Barat, kini dengan mudahnya ditemukan kedai kopi. Tercatat tidak kurang dari 10 gerai yang menyediakan minuman kopi. Yang lebih mengejutkan, ternyata dari kedai-kedai ini pula muncul jenis biji-biji kopi olahan lokal yang rasanya tak kalah dengan kedai kopi yang sudah punya nama.
Kemunculan kopi-kopi olahan lokal ini tidak lepas dari mudahnya para pengelola kedai kopi mendapatkan pasokan biji kopi (green bean). Apalagi di daerah sekitar Purwakarta seperti Subang dan Bandung dikenal sebagai salah satu produsen kopi yang dikembangkan secara tradisional.
Banyaknya gerai kopi dalam beberapa belakangan sejalan dengan hasil riset Toffin yang menyebutkan pada tahun ini terjadi penambahan gerai kopi tiga kali lipat dibanding 2016 silam. Jika pada tiga tahun lalu jumlah kedau kopi di Indonesia hanya sekitar 1.000 kedai, per Agustus 2019 jumlah kedai kopi di Tanah Air mencapai 2.950 kedai.
Menurut Toffin, jumlah tersebut bisa lebih besar karena sensus kedai kopi itu hanya mencakup gerai-gerai berjaringan di kota-kota besar, tidak termasuk kedai-kedai kopi independen yang modern maupun trandisional di berbagai daerah.
“Kami perkirakan pada 2020 tren ini akan berlanjut berdasarkan insight dari konsumen yang dikumpulkan melalui survei online kepada kalangan muda, yakni generasi Y dan Z penggemar kopi di Indonesia,” ujar Head of Marketing Toffin Ario Fajar di Jakarta belum lama ini.
Dia menambahkan, ke depan pertumbuhan industri kopi akan ditopang dengan keberadaan konsep kedai Coffee to Go yang menyediakan produk Ready to Drink (RTD). Menurutnya, konsumen akan memilih kopi berkualitas dengan harga terjangkau. “Ini akan sangat diminati generasi yang mendominasi populasi Indonesia saat ini," ungkapnya.
Tren bisnis kopi di Tanah Air juga menarik pada pemodal untuk berinvestasi di gerai-gerai penyedia minuman berkafein tersebut. Setidaknya hal itu diperlihatkan dari masuknya sejumlah investor luar negeri melalui gerai-gerai kopi kekinian. Sebut saja misalnya Kopi Kenangan dan Fore yang menerima putaran pendanaan di awal-awal pendirian gerai kopinya di dua tahun terakhir.
Saat ini, Kopi Kenangan yang memiliki 200 lebih gerai di 18 kota telah menerima suntikan modal dari perusahaan investasi Alpha JWC. Gerai kopi yang didirikan oleh Edward Tirtanata bersama dua rekannya itu kini mengelola investasi dari Arrive, salah satu perusahaan di bawah Roc Nation.
Selanjutnya dari Serena Ventures; pebasket ternama Caris LeVert; serta CEO dan Pendiri Sweetgreen Jonathan Neman. Selain itu, Sequoia India, juga tercatat sebagai pemodal Series A senilai USD20 juta pada Juni lalu. Sekadar diketahui, di balik perusahaan Arrive dan Serena Ventures tersebut, terdapat nama-nama investor yakni artis terkenal Jay Z dan Serena Williams.
Perusahaan start-up kopi lainnya, Fore, juga berhasil menerima pendaraan dari sejumlah investor. Fore Coffe saat ini tercatat menerima dana segar miliaran rupiah dari East Ventures, SMDV, Pavilion Capital, Agaeti Venture Capital, Insignia Ventures Partners dan lainnya.
CEO dan Pendiri Kopi Kenangan Edward Tirtanata mengatakan, pihaknya ingin membangun brand yang legendaris dengan memperkenalkan kopi khas Indonesia ke dunia. “Tahun depan fokus kami adalah program ‘Dari Indonesia untuk Dunia’, kami ingin membawa kopi dan gula aren Indonesia menuju panggung dunia," ujarnya di Jakarta, Rabu (25/12).
Dia menambahkan, tahun depan Kopi Kenangan ditergetkan memili 500 gerai, bertambah signifikan dibanding Desember tahun ini yang sudah membuka 230 gerai.
Ihwal adanya kenaikan tren bisnis kopi ini juga disampaikan oleh pemilik usaha Kopi Luwak Cikole, Sugeng Pujiono. Dia mengatakan sejak dirinya mulai usaha kopi tahun 2012 hingga saat ini belum melihat adanya penurunan animo masyarakat untuk mengonsumsi kopi di kafe atau tempat lainnya. Tak hanya berjualan kopi, Pujiono bahkan memiliki pusat pelatihan barista yang sudah meluluskan sekitar 200 orang.
"Saya juga menyuplai kebutuhan logistik kopi untuk mereka. Tidak ada satupun yang menyebut bisnis kopi menurun. Trennya masih sangat tinggi, animo masyarakat luar biasa" ujar Sugeng.
Pengamat marketing Yuswohady mengatakan dalam lima tahun terakhir tren minum kopi di Indonesia hingga kini belum menemukan titik jenuhnya. Menurutnya, bisnis kopi nasional jadi tren karena banyak faktor yang menjadi sebuah ekosistem yang sesuai untuk masyarakat Indonesia khususnya pekerja dan mahasiswa.
Beberapa faktor penting adalah faktor kebiasaan nongkrong yang didukung dengan penggunaan sosial media yang tinggi. "Beberapa faktor tersebut membentuk ekosistem yang pas. Misalnya para pekerja dan mahasiswa butuh Wi-Fi dan ruangan AC untuk bekerja dan bersosialisasi. Ini lalu menjadi value," ujar Yuswohady.
Dia juga menilai ada kelebihan suplai kopi di Indonesia sehingga warung kopi bisa merata melakukan produksi. Lokasi strategis Indonesia sebagai penghasil kopi harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Salah satunya dengan membuka toko kopi kelas dunia seperti Starbucks yang selama menjual kopi khas Nusantara.
Pemerhati dan Praktisi Kuliner Gupta Sitorus menambahkan, dari tataran praktis apabila melihat tren di kota besar memang terlihat ada peningkatan animo masyarakat terhadap kopi specialty dan lifestyle. Artinya, kata dia, potensi bisnis gerai kopi masih akan ada di tahun-tahun mendatang.
“Kendati ada kenaikan konsumsi, tapi sebenarnya angka konsumsi domestik itu tidak terlalu tinggi dibanding negara lain. Banyak petani kopi besar hanya bisa mengekspor untuk menjualnya. Akhirnya banyak yang didikte sama importir di negara lain,” ujar pria yang juga editor Majalah Kenduri itu.
Di sisi lain, kata dia, produktivitas lahan tanaman kopi Indonesia yang baru mencapai 0,77 ton per hektare (ha). Angka tersebut masih sangat kecil bila dibandingkan dengan potensinya yang bisa mencapai 3 ton/ha.
Dia menambahkan, yang juga penting adalah harus ada pemberdayaan kelembagaan petani kopi serta pendampingan berkelanjutan danpeningkatan kualitas sumber daya manusia.(Oktiani Endarwati/Hafid Fuad/Yanto Kusdiantono)
(nfl)