Apindo: Banjir Rugikan Pengusaha Nasional
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan, banjir yang melanda Jabodetabek dan sekitarnya sangat merugikan pengusaha nasional.
Dari sisi pelaku usaha, banjir menyebabkan kerugian karena kerusakan aset. Sementara dari sisi penjualan, untuk produk konsumsi yang bersifat kebutuhan non-primer juga menjadi turun.
"Dari sektor-sektor yang disebutkan, kerugian karena banjir bisa dibilang yang paling parah ada di ritel karena aktivitas penjualan ritel menjadi sangat terganggu karena banjir," ujarnya di Jakarta, Kamis (2/1/2020).
Menurut Shinta, banyak sentral-sentral ritel yang aksesnya tertutup karena banjir, sehingga baik penjual maupun pengunjung tidak beraktivitas. "Ini pun belum menghitung kerugian bila banjir sampai masuk ke pusat perbelanjaan," imbuhnya.
Shinta melanjutkan, untuk perhotelan juga mengalami kerugian yang relatif sama. Namun, skala dampaknya lebih kecil di sisi sales karena umumnya penjualan hotel sudah terjadi sebelum masa liburan akhir tahun.
"Meski begitu, ini berdampak pada kenyamanan pengunjung dan turis sehingga dampak kerugian non-materinya menjadi besar untuk industri perhotelan," tuturnya.
Sementara untuk logistik, diperkirakan juga mengalami kerugian yang tinggi karena perusahaan pengangkutan tidak bisa beroperasi jika sarana transportasinya tergenang air.
"Kemungkinan besar aset sektor logistik menjadi rusak karena banjir sehingga beban maintenace menjadi tinggi. Belum lagi kerugian karena harus menghentikan operasi dan kerugian kalau klien meminta ganti rugi bila consignment tidak dikirimkan tepat waktu," jelas Shinta.
Shinta menambahkan, di luar sektor-sektor tersebut juga terdampak. Hanya saja bentuk kerugiannya berbeda-beda. "Kami belum bisa mendata seberapa besar kerugian yang ditanggung pelaku usaha nasional dari peristiwa ini," tandasnya.
Dari sisi pelaku usaha, banjir menyebabkan kerugian karena kerusakan aset. Sementara dari sisi penjualan, untuk produk konsumsi yang bersifat kebutuhan non-primer juga menjadi turun.
"Dari sektor-sektor yang disebutkan, kerugian karena banjir bisa dibilang yang paling parah ada di ritel karena aktivitas penjualan ritel menjadi sangat terganggu karena banjir," ujarnya di Jakarta, Kamis (2/1/2020).
Menurut Shinta, banyak sentral-sentral ritel yang aksesnya tertutup karena banjir, sehingga baik penjual maupun pengunjung tidak beraktivitas. "Ini pun belum menghitung kerugian bila banjir sampai masuk ke pusat perbelanjaan," imbuhnya.
Shinta melanjutkan, untuk perhotelan juga mengalami kerugian yang relatif sama. Namun, skala dampaknya lebih kecil di sisi sales karena umumnya penjualan hotel sudah terjadi sebelum masa liburan akhir tahun.
"Meski begitu, ini berdampak pada kenyamanan pengunjung dan turis sehingga dampak kerugian non-materinya menjadi besar untuk industri perhotelan," tuturnya.
Sementara untuk logistik, diperkirakan juga mengalami kerugian yang tinggi karena perusahaan pengangkutan tidak bisa beroperasi jika sarana transportasinya tergenang air.
"Kemungkinan besar aset sektor logistik menjadi rusak karena banjir sehingga beban maintenace menjadi tinggi. Belum lagi kerugian karena harus menghentikan operasi dan kerugian kalau klien meminta ganti rugi bila consignment tidak dikirimkan tepat waktu," jelas Shinta.
Shinta menambahkan, di luar sektor-sektor tersebut juga terdampak. Hanya saja bentuk kerugiannya berbeda-beda. "Kami belum bisa mendata seberapa besar kerugian yang ditanggung pelaku usaha nasional dari peristiwa ini," tandasnya.
(fjo)