Produk Susu Kental Manis Dipastikan Aman Dikonsumsi
A
A
A
JAKARTA - Ketua Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Achmad Syafiq memastikan bahwa produk susu kental manis (SKM) aman dikonsumsi. Susu kental manis merupakan produk yang mengandung susu, yang juga tersedia dalam varian krimer atau krimer kental manis (KKM).
"Saya kira aman dikonsumsi selama takaran atau peruntukannya sesuai anjuran," ungkapnya di Jakarta, Selasa (7/1/2020).
Syafiq juga menegaskan bahwa gula dalam susu kental manis bukanlah sesuatu yang harus ditakuti. Gula dalam susu kental manis dibutuhkan untuk mencegah kerusakan produk. Susu kental manis, tegas dia, tidak boleh menggunakan bahan pengawet.
"Dan jika kemudian diarahkan bahwa SKM menyebabkan gizi buruk, hal ini bertolak belakang dengan pengertian faktor risiko dan penyebab secara statistik karena lebih banyak yang tidak konsumsi SKM," ucapnya.
Syafiq menambahkan bahwa semua jenis makanan saling melengkapi. Tidak ada makanan atau minuman tunggal yang mampu memenuhi kebutuhan gizi seseorang. Jadi konsumsi produk pangan memang tidak boleh berlebihan dan harus sesuai dengan peruntukannya.
"Dalam kondisi masalah gizi ganda di Indonesia, dimana sebagian anak mengalami kelebihan gizi tetapi sebagian lainnya kekurangan gizi, maka pemberian informasi harus tepat, akurat dan jelas targetnya," pungkasnya.
Studi terbaru yang dilakukan oleh PP (Pimpinan Pusat) Aisyiyah dan Yayasan Abhipraya Insan Cendikia Indonesia (YAICI) menyatakan bahwa susu kental manis mengakibatkan gizi buruk pada anak di beberapa daerah seperti Provinsi Aceh, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Utara.
Penelitian ini menyebutkan bahwa dari 1.835 anak usia 0-5 tahun yang terdata, 12% mengalami gizi buruk, dan 23,7% gizi kurang. Hasil tersebut didapat dengan rincian 14,5% anak dengan status gizi buruk mengonsumsi SKM/KKM lebih dari satu kali dalam sehari.
Sedangkan 29,1% anak dengan status gizi kurang mengonsumsi SKM/KKM lebih dari satu kali dalam sehari. Menariknya, jika data ini benar berarti ada sejumlah 79% anak gizi buruk yang tidak mengonsumsi SKM.
Dalam riset YAICI juga disebutkan bahwa sebanyak 68% responden bisa membaca label pangan dan 67% membaca peruntukan SKM/KKM. Dan, sebanyak 23% responden tetap memberikan produk pada bayi/anak meskipun telah mendapatkan informasi bahwa SKM tidak diperuntukkan bagi bayi dan balita.
"Saya kira aman dikonsumsi selama takaran atau peruntukannya sesuai anjuran," ungkapnya di Jakarta, Selasa (7/1/2020).
Syafiq juga menegaskan bahwa gula dalam susu kental manis bukanlah sesuatu yang harus ditakuti. Gula dalam susu kental manis dibutuhkan untuk mencegah kerusakan produk. Susu kental manis, tegas dia, tidak boleh menggunakan bahan pengawet.
"Dan jika kemudian diarahkan bahwa SKM menyebabkan gizi buruk, hal ini bertolak belakang dengan pengertian faktor risiko dan penyebab secara statistik karena lebih banyak yang tidak konsumsi SKM," ucapnya.
Syafiq menambahkan bahwa semua jenis makanan saling melengkapi. Tidak ada makanan atau minuman tunggal yang mampu memenuhi kebutuhan gizi seseorang. Jadi konsumsi produk pangan memang tidak boleh berlebihan dan harus sesuai dengan peruntukannya.
"Dalam kondisi masalah gizi ganda di Indonesia, dimana sebagian anak mengalami kelebihan gizi tetapi sebagian lainnya kekurangan gizi, maka pemberian informasi harus tepat, akurat dan jelas targetnya," pungkasnya.
Studi terbaru yang dilakukan oleh PP (Pimpinan Pusat) Aisyiyah dan Yayasan Abhipraya Insan Cendikia Indonesia (YAICI) menyatakan bahwa susu kental manis mengakibatkan gizi buruk pada anak di beberapa daerah seperti Provinsi Aceh, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Utara.
Penelitian ini menyebutkan bahwa dari 1.835 anak usia 0-5 tahun yang terdata, 12% mengalami gizi buruk, dan 23,7% gizi kurang. Hasil tersebut didapat dengan rincian 14,5% anak dengan status gizi buruk mengonsumsi SKM/KKM lebih dari satu kali dalam sehari.
Sedangkan 29,1% anak dengan status gizi kurang mengonsumsi SKM/KKM lebih dari satu kali dalam sehari. Menariknya, jika data ini benar berarti ada sejumlah 79% anak gizi buruk yang tidak mengonsumsi SKM.
Dalam riset YAICI juga disebutkan bahwa sebanyak 68% responden bisa membaca label pangan dan 67% membaca peruntukan SKM/KKM. Dan, sebanyak 23% responden tetap memberikan produk pada bayi/anak meskipun telah mendapatkan informasi bahwa SKM tidak diperuntukkan bagi bayi dan balita.
(fjo)