Target Pajak Tak Pernah Tercapai dalam 10 Tahun Terakhir

Rabu, 08 Januari 2020 - 14:02 WIB
Target Pajak Tak Pernah Tercapai dalam 10 Tahun Terakhir
Target Pajak Tak Pernah Tercapai dalam 10 Tahun Terakhir
A A A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah belum berhasil mencapai target pajak yang ditetapkan dalam APBN dalam 10 tahun terakhir.

Penerimaan pajak 2019 kembali tidak mencapai target, yaitu hanya terealisasi Rp1.332 triliun atau 84,4% dari target. Dengan kata lain, terjadi shortfall Rp245 triliun atau meleset Rp105 triliun dari outlook pemerintah sebesar Rp140 triliun.
"Tahun 2019 sungguh menjadi tahun yang tidak mudah bagi dunia perpajakan. Tekanan ekonomi global, perlambatan ekonomi domestik, dan dinamika politik mewarnai kinerja sepanjang tahun," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (8/1/2020).
Sebelumnya, CITA memproyeksi penerimaan pajak 2019 berada di kisaran Rp1.310-Rp1.349 triliun atau 83-85% dari target dalam APBN. Artinya, CITA memperkirakan shortfall pajak berada di antara Rp228 triliun hingga Rp267 triliun.

Yustinus melanjutkan, secara persentase, realisasi penerimaan pajak tahun 2019 lebih rendah dibandingkan dua tahun terakhir, yakni di tahun 2017 di mana realisasi penerimaan pajak 89,7%. Kemudian di tahun 2018 kembali meningkat menjadi 92,4%. Namun realisasi 2019 ini masih lebih baik dibandingkan realisasi penerimaan pajak tahun 2015 dan 2016 yang mencapai 82% dan 81,6%.

"Volatilitas pencapaian target penerimaan ini perlu diantisipasi dan dianalisis secara mendalam demi mendapatkan formula pemungutan pajak yang efektif dan sustain," jelasnya.

Realisasi penerimaan pajak tahun 2019 hanya tumbuh sebesar 1,24%. Pertumbuhan realisasi ini menjadi terendah semenjak tahun 2009 pasca Global Financial Crisis (GFC) menghempas ekonomi dunia. Menurut Yustinus, rendahnya realisasi terhadap target terjadi bukan karena pemerintah telah mengesampingkan prinsip prudence dalam penyusunan APBN namun karena hal lain.

Rendahnya pertumbuhan realisasi penerimaan disebabkan beratnya tantangan pemungutan pajak di tahun 2019. "Setidaknya ada 5 penyebab. Kita tak bisa mungkiri, kinerja penerimaan pajak kita sangat bergantung pada kondisi perekonomian, terutama harga komoditas. Ini permasalahan struktural yang tak dapat diperbaiki dalam jangka pendek. Turunnya harga komoditas di tahun 2019 menekan kinerja penerimaan pajak terutama dari sektor perkebunan, migas dan pertambangan," ungkapnya.

Di samping harga komoditas, dari data makroekonomi terlihat bahwa sektor perdagangan internasional Indonesia juga menurun. Penurunan ini secara langsung akan berdampak pada penerimaan PPN Impor. Tak ayal, kinerja penerimaan PPN juga tertekan dengan realisasi yang hanya 81,3%.

Selain itu, insentif pajak yang cukup banyak digelontorkan, antara lain tax holiday, tax allowance, kenaikan PTKP, kenaikan threshold hunian mewah, dan restitusi dipercepat. Kemudian pemanfaatan data dan informasi yang belum optimal, dan tahun politik yang memaksa dilakukannya moratorium tindak lanjut data/informasi dan tertundanya pemungutan pajak beberapa sektor, seperti e-commerce.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3883 seconds (0.1#10.140)