Beda dengan BI, Ekonom Prediksi Neraca Dagang Desember Defisit
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan neraca perdagangan pada bulan Desember 2019 mengalami defisit USD410 juta. Menurutnya, hal ini dipengaruhi oleh kecenderungan musiman impor yang tinggi pada bulan Desember.
"Kinerja ekspor bulan Desember sebenarnya cenderung meningkat dibandingkan bulan sebelumnya, yang dipengaruhi oleh peningkatan harga komoditas ekspor dan volume ekspor," ujar Josua saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Selasa (14/1/2020).
Dia mengatakan, laju ekspor diperkirakan sebesar -0,74% (yoy), didorong oleh kenaikan harga komoditas secara rata-rata pada periode bulan Desember seperti CPO yang naik 15,95% (mtm) dan karet alam yang naik 6,03% (mtm).
"Selain kenaikan harga komoditas, volume eskpor pun diperkirakan meningkat seiring peningkatan aktivitas manufaktur dari seluruh mitra dagang Indonesia seperti Euro Zone, China, Jepang, India dan ASEAN," jelasnya.
Sementara itu, laju impor diperkirakan meningkat menjadi -4,73% (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya, meskipun secara bulanan impor diperkirakan akan cenderung lebih rendah.
"Hal ini akibat dari adanya kenaikan harga minyak sebesar 10,68%, yang mana mendorong kenaikan impor migas secara bulanan, yang kemudian akan tertutupi oleh kontraksi dari impor non-migas akibat industri manufaktur Indonesia masih dalam kondisi terkontraksi," tandasnya.
"Kinerja ekspor bulan Desember sebenarnya cenderung meningkat dibandingkan bulan sebelumnya, yang dipengaruhi oleh peningkatan harga komoditas ekspor dan volume ekspor," ujar Josua saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Selasa (14/1/2020).
Dia mengatakan, laju ekspor diperkirakan sebesar -0,74% (yoy), didorong oleh kenaikan harga komoditas secara rata-rata pada periode bulan Desember seperti CPO yang naik 15,95% (mtm) dan karet alam yang naik 6,03% (mtm).
"Selain kenaikan harga komoditas, volume eskpor pun diperkirakan meningkat seiring peningkatan aktivitas manufaktur dari seluruh mitra dagang Indonesia seperti Euro Zone, China, Jepang, India dan ASEAN," jelasnya.
Sementara itu, laju impor diperkirakan meningkat menjadi -4,73% (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya, meskipun secara bulanan impor diperkirakan akan cenderung lebih rendah.
"Hal ini akibat dari adanya kenaikan harga minyak sebesar 10,68%, yang mana mendorong kenaikan impor migas secara bulanan, yang kemudian akan tertutupi oleh kontraksi dari impor non-migas akibat industri manufaktur Indonesia masih dalam kondisi terkontraksi," tandasnya.
(fjo)