ULN Sudah Diprediksi Melambat Saat Pemerintah Kurangi Ketergantungan Dolar
A
A
A
JAKARTA - Perlambatan pertumbuhan utang luar negeri (ULN) pemerintah maupun ULN swasta menurut ekonom sudah diprediksi sebelumnya. Dimana terang Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah bahwa perlambatan itu menjadi strategi pemerintah yang mengutamakan penerbitan bond domestik.
"Strategi ini lebih sehat karena mengurangi ketergantungan terhadap dollar," kata Piter saat dihubungi di Jakarta, Rabu (15/1).
Sementara perlambatan pertumbuhan ULN swasta terlepas dari latarbelakangnya, menurutnya perlu diapresiasi. Karena pertumbuhan ULN swasta yang demikian tinggi selama ini sudah cukup mengkhawatirkan. "Penurunan ULN swasta saya kira mengikuti angka PMI dan juga IKK yang terus menurun sejak kuartal II - 2019," kata Piter.
Lebih lanjut terang dia, ini artinya konsumsi menurun diikuti oleh aktivitas produksi yang kontraksi. "Jadi wajar bila kemudian aktivitas ULN juga menurun. Pemerintah harus merespons perlambatan konsumsi dan produksi ini demi menjaga pertumbuhan ekonomi bisa mencapai target pada tahun 2020," tukasnya.
Sebelumnya Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri (ULN) Indonesia pada November 2019 mencapai USD401,4 miliar atau setara Rp5.619,6 triliun (asumsi kurs Rp14.000 per dolar AS). Utang sektor publik dan swasta tumbuh 8,3% secara tahunan (yoy) atau melambat dibandingkan laju Oktober 2019, yaitu 12%.
Jika dirinci, utang luar negeri pemerintah pada akhir November 2019 mencapai USD198,6 miliar atau sekitar Rp2.780,4 triliun. Nilai tersebut tumbuh 10,1% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yakni 13,6%.
Posisi ULN pemerintah juga lebih rendah dibandingkan posisi pada bulan sebelumnya terutama karena pelunasan pinjaman bilateral dan multilateral yang jatuh tempo pada periode laporan. Sementara itu, ULN sektor swasta mencapai USD200,1 miliar atau berkisar Rp2.801,4 triliun. Posisi tersebut tumbuh 6,9% (yoy), melambat dibandingkan posisi Oktober di 10,7%.
"Strategi ini lebih sehat karena mengurangi ketergantungan terhadap dollar," kata Piter saat dihubungi di Jakarta, Rabu (15/1).
Sementara perlambatan pertumbuhan ULN swasta terlepas dari latarbelakangnya, menurutnya perlu diapresiasi. Karena pertumbuhan ULN swasta yang demikian tinggi selama ini sudah cukup mengkhawatirkan. "Penurunan ULN swasta saya kira mengikuti angka PMI dan juga IKK yang terus menurun sejak kuartal II - 2019," kata Piter.
Lebih lanjut terang dia, ini artinya konsumsi menurun diikuti oleh aktivitas produksi yang kontraksi. "Jadi wajar bila kemudian aktivitas ULN juga menurun. Pemerintah harus merespons perlambatan konsumsi dan produksi ini demi menjaga pertumbuhan ekonomi bisa mencapai target pada tahun 2020," tukasnya.
Sebelumnya Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri (ULN) Indonesia pada November 2019 mencapai USD401,4 miliar atau setara Rp5.619,6 triliun (asumsi kurs Rp14.000 per dolar AS). Utang sektor publik dan swasta tumbuh 8,3% secara tahunan (yoy) atau melambat dibandingkan laju Oktober 2019, yaitu 12%.
Jika dirinci, utang luar negeri pemerintah pada akhir November 2019 mencapai USD198,6 miliar atau sekitar Rp2.780,4 triliun. Nilai tersebut tumbuh 10,1% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yakni 13,6%.
Posisi ULN pemerintah juga lebih rendah dibandingkan posisi pada bulan sebelumnya terutama karena pelunasan pinjaman bilateral dan multilateral yang jatuh tempo pada periode laporan. Sementara itu, ULN sektor swasta mencapai USD200,1 miliar atau berkisar Rp2.801,4 triliun. Posisi tersebut tumbuh 6,9% (yoy), melambat dibandingkan posisi Oktober di 10,7%.
(akr)