Evaluasi Tol Laut, Masih Terdapat Biaya Tinggi
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah terus melakukan evaluasi dan sosialisasi program tol laut selama enam tahun program ini berjalan di masa Presiden Joko Widodo.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Capt Wisnu Handoko mengatakan, sosialisasi dan evaluasi terus dilakukan. Termasuk menampung permasalahan dengan berbagai pihak, termasuk supplier atau pemasok barang. “Ini kita lakukan untuk mengetahui permasalahannya dimana,” ucapnya di Jakarta, Senin (20/1/2020).
Misalnya pada evaluasi yang dilakukan Direktorat Lalu Lintas Angkutan Laut di Manado, akhir pekan lalu, Capt Wisnu Handoko memaparkan perlunya menggandeng semua pihak, terutama pemerintah daerah terkait.
“Ini yang terus kita cari permasalahannya. Sebab kalau subsidi ok laut sudah pasti ditanggung okeh pemerintah terutama pada biaya angkutan kapalnya. Sedangkan ada permasalahan pembiayaan yang harus ditanggung okeh supplier terutama pada bagian logistiknya,” ungkapnya.
Memasuki tahun ke-6, program tol laut, pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi sebesar Rp439,8 miliar atau jauh lebih besar ketimbang periode 2019 senilai Rp264,2 miliar.
Namun subsidi angkutan pada program tol laut tahun ini terbatas pada kegiatan bongkar muat di pelabuhan. Sedangkan trucking, biaya penumpukan dan tarif angkutan sepenuhnya menjadi tanggungjawab pemilik barang.
Banyak yang belum diketahui bahwa subsidi pemerintah lebih fokus kepada operasional kapal. Artinya, alokasi anggaran yang disiapkan pemerintah untuk memperbanyak kapal dan perluasan trayek serta pelabuhan singgah.
Alokasi subsidi ini, memprioritaskan pada kepastian jadwal kedatangan dan keberangkatan kapal dari pelabuhan, yang tahun ini mencapai 90 pelabuhan singgah, tiga pelabuhan pangkal, dan enam pelabuhan transhipment.
Jumlah armada yang dioperasikan sebanyak 26 unit, terdiri dari 14 kapal negara,lima kapal milik PT. Pelni, lima kapal PT ASDP dan dua kapal swasta.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, biaya angkut kapal hanya sekitar 30% dari total biaya yang dikeluarkan pemilik barang atau sekitar 70% ada pada sisi darat di pelabuhan.
"Yang terpenting adalah ada kepastian jadwal kapal dan pelabuhan yang dilayani juga menjadi lebih luas. Dangan demikkan, maka kita harapkan ada penurunan harga bahan pokok," jelas Capt. Wisnu.
Terkait masih banyaknya keluhan dinlapangan terutama para supplier/ pemilik barang, ditegaskan Capt Wisnu pemilik barang harus mengacu pada daftar atau tarif resmi yang dikeluarkan pemerintah.
“Biaya tercantum semua pada operator seperti Pelni maupun operator swasta lainnya. Kalau ada biaya yang mahal silahkan dilaporkan ke kami,” ungkapnya.
Dia menambahkan adanya biaya tol laut yang kemahalan sebab, di suatu daerah memiliki aturan tersendiri. Misanya pada proses pengangkutan logistiknya. “Biasanya ada pajak daerah yang ikut. Ini yang kami cari solusinya. Makanya diperlukan kesediaan pemerintah daerah untuk ikut memperhatikan masalah ini. Sebab bagaimanapun tol laut ini untuk mengatasi disparitas harga,” pungkasnya.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Capt Wisnu Handoko mengatakan, sosialisasi dan evaluasi terus dilakukan. Termasuk menampung permasalahan dengan berbagai pihak, termasuk supplier atau pemasok barang. “Ini kita lakukan untuk mengetahui permasalahannya dimana,” ucapnya di Jakarta, Senin (20/1/2020).
Misalnya pada evaluasi yang dilakukan Direktorat Lalu Lintas Angkutan Laut di Manado, akhir pekan lalu, Capt Wisnu Handoko memaparkan perlunya menggandeng semua pihak, terutama pemerintah daerah terkait.
“Ini yang terus kita cari permasalahannya. Sebab kalau subsidi ok laut sudah pasti ditanggung okeh pemerintah terutama pada biaya angkutan kapalnya. Sedangkan ada permasalahan pembiayaan yang harus ditanggung okeh supplier terutama pada bagian logistiknya,” ungkapnya.
Memasuki tahun ke-6, program tol laut, pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi sebesar Rp439,8 miliar atau jauh lebih besar ketimbang periode 2019 senilai Rp264,2 miliar.
Namun subsidi angkutan pada program tol laut tahun ini terbatas pada kegiatan bongkar muat di pelabuhan. Sedangkan trucking, biaya penumpukan dan tarif angkutan sepenuhnya menjadi tanggungjawab pemilik barang.
Banyak yang belum diketahui bahwa subsidi pemerintah lebih fokus kepada operasional kapal. Artinya, alokasi anggaran yang disiapkan pemerintah untuk memperbanyak kapal dan perluasan trayek serta pelabuhan singgah.
Alokasi subsidi ini, memprioritaskan pada kepastian jadwal kedatangan dan keberangkatan kapal dari pelabuhan, yang tahun ini mencapai 90 pelabuhan singgah, tiga pelabuhan pangkal, dan enam pelabuhan transhipment.
Jumlah armada yang dioperasikan sebanyak 26 unit, terdiri dari 14 kapal negara,lima kapal milik PT. Pelni, lima kapal PT ASDP dan dua kapal swasta.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, biaya angkut kapal hanya sekitar 30% dari total biaya yang dikeluarkan pemilik barang atau sekitar 70% ada pada sisi darat di pelabuhan.
"Yang terpenting adalah ada kepastian jadwal kapal dan pelabuhan yang dilayani juga menjadi lebih luas. Dangan demikkan, maka kita harapkan ada penurunan harga bahan pokok," jelas Capt. Wisnu.
Terkait masih banyaknya keluhan dinlapangan terutama para supplier/ pemilik barang, ditegaskan Capt Wisnu pemilik barang harus mengacu pada daftar atau tarif resmi yang dikeluarkan pemerintah.
“Biaya tercantum semua pada operator seperti Pelni maupun operator swasta lainnya. Kalau ada biaya yang mahal silahkan dilaporkan ke kami,” ungkapnya.
Dia menambahkan adanya biaya tol laut yang kemahalan sebab, di suatu daerah memiliki aturan tersendiri. Misanya pada proses pengangkutan logistiknya. “Biasanya ada pajak daerah yang ikut. Ini yang kami cari solusinya. Makanya diperlukan kesediaan pemerintah daerah untuk ikut memperhatikan masalah ini. Sebab bagaimanapun tol laut ini untuk mengatasi disparitas harga,” pungkasnya.
(fjo)