Penyaluran Kredit BNI Capai Rp556,7 Triliun di Akhir 2019
A
A
A
JAKARTA - PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) hingga akhir tahun 2019 berhasil membukukan pertumbuhan kredit sebesar 8,6% secara tahunan (year-on-year/yoy), yaitu dari Rp512,78 triliun pada akhir 2018 menjadi Rp556,77 triliun. Angka tersebut masih berada di atas pertumbuhan kredit industri yaitu sebesar 6,5% hingga Oktober 2019.
Dengan pertumbuhan kredit tersebut, BNI mencatatkan Pendapatan Bunga Bersih (NII) sebesar Rp36,6 triliun pada akhir tahun 2019 atau tumbuh 3,3% dibandingkan periode yang sama tahun 2018 sebesar Rp35,45 triliun. Pertumbuhan NII tersebut mampu menjaga ROE pada posisi 14% di akhir tahun 2019.
Direktur Keuangan BNI Ario Bimo mengatakan, kredit BNI tersebut tersalurkan ke Segmen Kredit Kecil yang pada Desember 2019 tumbuh 14,2% menjadi Rp75,4 triliun dari sebelumnya Rp66,06 triliun pada Desember 2018.
"Pertumbuhan yang menonjol terjadi pada penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang meningkat dari Rp16 triliun pada tahun 2018 menjadi Rp17,7 triliun pada akhir tahun 2019," ujar Ario saat konferensi pers paparan kinerja BNI di Jakarta, Rabu (22/1/2020).
Penyaluran KUR BNI ini mendapatkan penghargaan sebagai bank penyalur KUR terbaik tahun 2019 dari Kementerian Koordinator Perekonomian. Guna mendukung ekspansi pada kredit kecil, BNI meningkatkan jumlah outlet yang diberikan kewenangan untuk dapat menyalurkan kredit kecil.
Perseroan juga mencatat penyaluran kredit yang tumbuh ke Segmen Kredit Konsumer, yaitu sebesar 7,7% yoy diatas tahun 2018 menjadi Rp85,87 triliun. Dimana Kredit Tanpa Agunan masih menjadi kontributor utama terhadap pertumbuhan kredit konsumer BNI, yaitu tumbuh 11,7% yoy menjadi Rp2,7 triliun.
Dia melanjutkan, BNI juga fokus pada penyaluran kredit pemilikan rumah atau BNI Griya karena komposisi kredit ini terhadap total Kredit Konsumer mencapai 51,4% atau mencapai Rp44 triliun. BNI Griya tumbuh 8,3% yoy berkat berbagai perbaikan yang telah dilakukan antara lain ekspansi pada kaum milenial selaras dengan program pemerintah.
"Kredit BNI juga tersalurkan ke Segmen Kredit Korporasi yang tumbuh 9,8% yoy. Kredit korporasi terutama disalurkan ke sektor usaha manufaktur, serta listrik, gas, dan air," ungkapnya. Adapun pinjaman infrastruktur masih menjadi salah satu prioritas dalam menumbuhkan pinjaman segmen bisnis korporasi ini, salah satunya adalah proyek jalan tol.
Pembiayaan jalan tol yang dilakukan BNI difokuskan pada ruas-ruas tol dengan tingkat LHR yang tinggi, yaitu terutama ruas-ruas tol di Pulau Jawa. Sementara itu, pendapatan non bunga atau FBI yang tercatat sebesar Rp11,36 triliun atau tumbuh 18,1% di atas periode yang sama tahun 2018 sebesar Rp9,62 triliun.
Menurut dia, pertumbuhan FBI ini ditopang oleh pertumbuhan recurring fee sebesar 17,7% yoy. Sekitar 27,4% dari FBI yang terhimpun, berasal dari aktivitas bisnis internasional BNI melalui kantor-kantor BNI cabang luar negeri.
Kenaikan FBI dikontribusi oleh pertumbuhan pada Segmen Konsumer Banking, yaitu komisi dari pengelolaan kartu debit yang tumbuh 39,6%, komisi pengelolaan rekening yang naik 16,3% yoy, komisi ATM yang meningkat 13,2% yoy, dan komisi bisnis kartu kredit tumbuh 10,6% yoy.
"FBI juga ditopang oleh aktivitas pada Segmen Bisnis Banking yang menghasilkan komisi dari surat berharga yang tumbuh 86,9% yoy, komisi kredit sindikasi tumbuh 56,8% yoy serta komisi trade finance yang meningkat 4,8% yoy," jelasnya.
Ario mengungkapkan, akumulasi NII dengan FBI tersebut di atas membawa BNI sukses meraup Laba Operasional sebelum Pencadangan (PPOP) pada akhir tahun 2019 sebesar Rp 28,32 triliun atau tumbuh 5,0% yoy.
Demgan demikian, laba bersih perseroan sebesar Rp 15,38 triliun atau meningkat 2,5% dibandingkan periode sebelumnya sebesar Rp 15,02 triliun. Disamping itu, perseroan juga berhasil membukukan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 614,31 triliun atau tumbuh 6,1% dibandingkan periode yang sama tahun 2018 sebesar Rp 578,78 triliun.
Wakil Direktur Utama BNI Herry Sidharta menuturkan, DPK tersebut terutama ditopang oleh pertumbuhan giro sebesar 22,3% yoy. Dana murah yang terhimpun tersebut memperbaiki rasio Current Account Saving Account (CASA) BNI menjadi 66,6%. "Membaiknya CASA tersebut menyebabkan BNI dapat menjaga cost of fund terjaga pada level 3,2%," ungkapnya.
Berbagai usaha dilakukan untuk mendorong pertumbuhan CASA, yaitu meningkatkan jumlah branchless banking dari 112.000 menjadi 157.000 Agen46. Penambahan jumlah rekening juga menjadi sumber peningkatan CASA. Pada akhir tahun 2018, jumlah rekening masih sebanyak 43,5 juta rekening, namun pada akhir tahun 2019 bertambah menjadi 46,6 juta rekening.
Sementara itu, rasio modal atau CAR juga membaik dari 18,5% menjadi 19,7%, sehingga sangat layak untuk menopang pertumbuhan bisnis BNI ke depan. Inisiatif efisiensi terus berjalan dengan baik dan diharapkan akan tercermin dalam peningkatan Cost to Income Ratio,yang akan dipertahankan di level 43% -44%. "Hal ini juga disebabkan oleh keberhasilan BNI dalam menjaga pertumbuhan Biaya Operasional (OPEX) stabil pada level 8,7%," katanya.
Perseroan juga mencatat total Aset sebesar Rp 845,61 triliun atau tumbuh 4,6% yoy dibandingkan akhir 2018 yang mencapai Rp 808,57 triliun. Pertumbuhan aset BNI ini jauh melampaui pertumbuhan aset di industri perbankan yang mencapai 5,9% yoy per Oktober 2019.
Kontribusi kelima Anak Usaha terhadap kinerja BNI tumbuh 33,3% secara yoy. Kinerja Anak Usaha berhasil menyumbang 11,6% dari laba yang diperoleh oleh BNI Grup.
Dengan pertumbuhan kredit tersebut, BNI mencatatkan Pendapatan Bunga Bersih (NII) sebesar Rp36,6 triliun pada akhir tahun 2019 atau tumbuh 3,3% dibandingkan periode yang sama tahun 2018 sebesar Rp35,45 triliun. Pertumbuhan NII tersebut mampu menjaga ROE pada posisi 14% di akhir tahun 2019.
Direktur Keuangan BNI Ario Bimo mengatakan, kredit BNI tersebut tersalurkan ke Segmen Kredit Kecil yang pada Desember 2019 tumbuh 14,2% menjadi Rp75,4 triliun dari sebelumnya Rp66,06 triliun pada Desember 2018.
"Pertumbuhan yang menonjol terjadi pada penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang meningkat dari Rp16 triliun pada tahun 2018 menjadi Rp17,7 triliun pada akhir tahun 2019," ujar Ario saat konferensi pers paparan kinerja BNI di Jakarta, Rabu (22/1/2020).
Penyaluran KUR BNI ini mendapatkan penghargaan sebagai bank penyalur KUR terbaik tahun 2019 dari Kementerian Koordinator Perekonomian. Guna mendukung ekspansi pada kredit kecil, BNI meningkatkan jumlah outlet yang diberikan kewenangan untuk dapat menyalurkan kredit kecil.
Perseroan juga mencatat penyaluran kredit yang tumbuh ke Segmen Kredit Konsumer, yaitu sebesar 7,7% yoy diatas tahun 2018 menjadi Rp85,87 triliun. Dimana Kredit Tanpa Agunan masih menjadi kontributor utama terhadap pertumbuhan kredit konsumer BNI, yaitu tumbuh 11,7% yoy menjadi Rp2,7 triliun.
Dia melanjutkan, BNI juga fokus pada penyaluran kredit pemilikan rumah atau BNI Griya karena komposisi kredit ini terhadap total Kredit Konsumer mencapai 51,4% atau mencapai Rp44 triliun. BNI Griya tumbuh 8,3% yoy berkat berbagai perbaikan yang telah dilakukan antara lain ekspansi pada kaum milenial selaras dengan program pemerintah.
"Kredit BNI juga tersalurkan ke Segmen Kredit Korporasi yang tumbuh 9,8% yoy. Kredit korporasi terutama disalurkan ke sektor usaha manufaktur, serta listrik, gas, dan air," ungkapnya. Adapun pinjaman infrastruktur masih menjadi salah satu prioritas dalam menumbuhkan pinjaman segmen bisnis korporasi ini, salah satunya adalah proyek jalan tol.
Pembiayaan jalan tol yang dilakukan BNI difokuskan pada ruas-ruas tol dengan tingkat LHR yang tinggi, yaitu terutama ruas-ruas tol di Pulau Jawa. Sementara itu, pendapatan non bunga atau FBI yang tercatat sebesar Rp11,36 triliun atau tumbuh 18,1% di atas periode yang sama tahun 2018 sebesar Rp9,62 triliun.
Menurut dia, pertumbuhan FBI ini ditopang oleh pertumbuhan recurring fee sebesar 17,7% yoy. Sekitar 27,4% dari FBI yang terhimpun, berasal dari aktivitas bisnis internasional BNI melalui kantor-kantor BNI cabang luar negeri.
Kenaikan FBI dikontribusi oleh pertumbuhan pada Segmen Konsumer Banking, yaitu komisi dari pengelolaan kartu debit yang tumbuh 39,6%, komisi pengelolaan rekening yang naik 16,3% yoy, komisi ATM yang meningkat 13,2% yoy, dan komisi bisnis kartu kredit tumbuh 10,6% yoy.
"FBI juga ditopang oleh aktivitas pada Segmen Bisnis Banking yang menghasilkan komisi dari surat berharga yang tumbuh 86,9% yoy, komisi kredit sindikasi tumbuh 56,8% yoy serta komisi trade finance yang meningkat 4,8% yoy," jelasnya.
Ario mengungkapkan, akumulasi NII dengan FBI tersebut di atas membawa BNI sukses meraup Laba Operasional sebelum Pencadangan (PPOP) pada akhir tahun 2019 sebesar Rp 28,32 triliun atau tumbuh 5,0% yoy.
Demgan demikian, laba bersih perseroan sebesar Rp 15,38 triliun atau meningkat 2,5% dibandingkan periode sebelumnya sebesar Rp 15,02 triliun. Disamping itu, perseroan juga berhasil membukukan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 614,31 triliun atau tumbuh 6,1% dibandingkan periode yang sama tahun 2018 sebesar Rp 578,78 triliun.
Wakil Direktur Utama BNI Herry Sidharta menuturkan, DPK tersebut terutama ditopang oleh pertumbuhan giro sebesar 22,3% yoy. Dana murah yang terhimpun tersebut memperbaiki rasio Current Account Saving Account (CASA) BNI menjadi 66,6%. "Membaiknya CASA tersebut menyebabkan BNI dapat menjaga cost of fund terjaga pada level 3,2%," ungkapnya.
Berbagai usaha dilakukan untuk mendorong pertumbuhan CASA, yaitu meningkatkan jumlah branchless banking dari 112.000 menjadi 157.000 Agen46. Penambahan jumlah rekening juga menjadi sumber peningkatan CASA. Pada akhir tahun 2018, jumlah rekening masih sebanyak 43,5 juta rekening, namun pada akhir tahun 2019 bertambah menjadi 46,6 juta rekening.
Sementara itu, rasio modal atau CAR juga membaik dari 18,5% menjadi 19,7%, sehingga sangat layak untuk menopang pertumbuhan bisnis BNI ke depan. Inisiatif efisiensi terus berjalan dengan baik dan diharapkan akan tercermin dalam peningkatan Cost to Income Ratio,yang akan dipertahankan di level 43% -44%. "Hal ini juga disebabkan oleh keberhasilan BNI dalam menjaga pertumbuhan Biaya Operasional (OPEX) stabil pada level 8,7%," katanya.
Perseroan juga mencatat total Aset sebesar Rp 845,61 triliun atau tumbuh 4,6% yoy dibandingkan akhir 2018 yang mencapai Rp 808,57 triliun. Pertumbuhan aset BNI ini jauh melampaui pertumbuhan aset di industri perbankan yang mencapai 5,9% yoy per Oktober 2019.
Kontribusi kelima Anak Usaha terhadap kinerja BNI tumbuh 33,3% secara yoy. Kinerja Anak Usaha berhasil menyumbang 11,6% dari laba yang diperoleh oleh BNI Grup.
(ind)