Dorong UMKM Naik Kelas, Produk Impor Diperketat
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Koperasi dan UKM terus mendorong produk lokal agar bisa bersaiang dalam negeri maupun luar negeri. Pasalnya, salah satu kendala yang dihadapi oleh produk UMKM untuk naik kelas adalah banyaknya serbuan barang impor dari luar negeri. Produk UMKM yang masih stagnan, dinilai tak mampu bersaing dengan produk luar yang harganya lebih murah.
Terkait daya saing UMKM, pelaku usaha yang tergabung dalam Himpunan Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) mendukung keluarnya aturan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199 Tahun 2019 tentang ketentuan Kepabeanan, Cukai dan Pajak atas Barang Impor Kiriman yang mulai berlaku pada 30 Januari mendatang.
Dalam aturan itu disebutkan, bakal menurunkan ambang batas bea masuk dari USD75 menjadi USD3 atau setara Rp42.000. Itu artinya, harga barang impor yang lebih dari USD3 akan dikenakan bea masuk sehingga harganya lebih mahal.
Dewan Penasehat Hippindo Tutum Rahanta mengatakan aturan tersebut mampu menguatkan produk lokal dalam negeri untuk naik kelas. Pasalnya, selama ini sulitnya produk UMKM berkembang, karena tak mampu bersaing dengan barang impor.
"Tak hanya UKM, IKM nya juga harus bertumbuh. Kita ini marketnya besar sekali, jadi jangan sampai diambil pihak asing. Salah satunya dengan cara melarang praktik yang tak benar lewat PMK ini," jelas Tutum di Jakarta, Senin (27/1/2020).
Dia mencontohkan di Batam saja, hampir 45 juta barang kirim jasa titipan merupakan barang impor yang didatangkan ke Indonesia. "Itu namanya kita hanya jadi pasar, tidak menikmati kue pertumbuhan industri ini," cetusnya.
Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah menambahkan, adanya isu larangan lewat PMK tersebut, saat ini ketiga industri seperti tas, sepatu dan garmen yang cukup banyak serbuan barang impornya, justru telah mengalami kenaikan omzet hingga 10%.
"Tumbuh dua digit omzetnya, sejak Desember 2019 lalu. Kita berharap, aturan ini semakin meningkatkan produksi lokal dan omzet para pelaku usaha yang kebanyakan berbasis UMKM ini terus naik," jelasnya.
Terkait daya saing UMKM, pelaku usaha yang tergabung dalam Himpunan Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) mendukung keluarnya aturan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199 Tahun 2019 tentang ketentuan Kepabeanan, Cukai dan Pajak atas Barang Impor Kiriman yang mulai berlaku pada 30 Januari mendatang.
Dalam aturan itu disebutkan, bakal menurunkan ambang batas bea masuk dari USD75 menjadi USD3 atau setara Rp42.000. Itu artinya, harga barang impor yang lebih dari USD3 akan dikenakan bea masuk sehingga harganya lebih mahal.
Dewan Penasehat Hippindo Tutum Rahanta mengatakan aturan tersebut mampu menguatkan produk lokal dalam negeri untuk naik kelas. Pasalnya, selama ini sulitnya produk UMKM berkembang, karena tak mampu bersaing dengan barang impor.
"Tak hanya UKM, IKM nya juga harus bertumbuh. Kita ini marketnya besar sekali, jadi jangan sampai diambil pihak asing. Salah satunya dengan cara melarang praktik yang tak benar lewat PMK ini," jelas Tutum di Jakarta, Senin (27/1/2020).
Dia mencontohkan di Batam saja, hampir 45 juta barang kirim jasa titipan merupakan barang impor yang didatangkan ke Indonesia. "Itu namanya kita hanya jadi pasar, tidak menikmati kue pertumbuhan industri ini," cetusnya.
Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah menambahkan, adanya isu larangan lewat PMK tersebut, saat ini ketiga industri seperti tas, sepatu dan garmen yang cukup banyak serbuan barang impornya, justru telah mengalami kenaikan omzet hingga 10%.
"Tumbuh dua digit omzetnya, sejak Desember 2019 lalu. Kita berharap, aturan ini semakin meningkatkan produksi lokal dan omzet para pelaku usaha yang kebanyakan berbasis UMKM ini terus naik," jelasnya.
(ind)