Pekerja Migran Indonesia di Tahan di Thailand, Minta Pertolongan Jokowi
A
A
A
JAKARTA - Seorang pekerja migran Indonesia, Captain Sugeng Wahyono menjadi tahanan kota di Ranong, Thailand. Dia sudah setahun menjadi tahanan kota di Thailand, padahal tidak melakukan kesalahan. Karena itu, Captain Sugeng meminta pertolongan kepada Presiden Joko Widodo.
Capt. Sugeng Wahyono merupakan nakhoda kapal MT Celosia, kapal berbendera Indonesia yang dioperasikan PT Brotojoyo Maritime. Saat ini dia menunggu proses persidangan dan mengharapkan perhatian Presiden Joko Widodo dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi terhadap kasusnya.
"Sudah satu tahun lebih saya ditahan di Ranong padahal seluruh dokumen kargo resmi dan lengkap. Saya berharap Bapak Presiden Jokowi dapat membantu," kata keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (28/1/2020).
Sebagai tahanan kota, Sugeng tak bisa keluar dari batas wilayah yang ditetapkan. Paspornya disita, dan tak diizinkan untuk keluar dari negara itu. Bahkan, Sugeng tidak diizinkan untuk melayat ketika ayahnya meninggal dunia September lalu. Rencana melaksanakan ibadah umrah tahun 2019 juga gagal terlaksana.
Persoalannya bermula ketika kapal yang dia nakhodainya membawa muatan minyak pelumas kiriman Petronas dari Malaka, Malaysia. Sesuai dokumen order, kapal merapat di Malaka dan memuat minyak pelumas untuk dikirim ke Schlumberger di Ranong. Kapal berlabuh di Ranong pada 9 Januari 2019, dan segera melakukan bongkar muat. Pihak penerima mengirimkan 20 truk tangki ke pelabuhan untuk memindahkan muatan kapal.
Namun, tiba-tiba aparat Bea Cukai Ranong menuduh ada upaya penyelundupan atas keterlambatan dalam pemenuhan prosedur bea cukai atas impor muatan MT Celosia. Padahal muatan itu dikirim oleh Petronas dan dimiliki Schlumberger yang bertanggung jawab untuk mengurus impor muatan tersebut.
Akibatnya, kapal berikut awak, dan mobil tangki yang melakukan bongkar-muat di pelabuhan ditahan. Kapten kapal juga diamankan dan belakangan dijadikan tersangka, dan ditetapkan sebagai tahanan kota dengan jaminan dari perusahaan.
"Lelah dijadikan tersangka, capek menunggu proses hukum berjalan. Waktu serasa berjalan sangat lama. Niat tulus bekerja, kontrak jelas, dan saya bukan penyelundup. Saya tidak bersalah dalam kasus ini,” katanya.
Kondisi Captain Sugeng, yang merupakan pekerja migran Indonesia profesional, sungguh memprihatinkan, di mana negara hendaknya hadir memberikan perlindungan sesuai amanat Pasal 21 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Pasal 21 UU No. 18/2017 mengatur tentang pendampingan, mediasi, advokasi, dan pemberian bantuan hukum berupa fasilitasi jasa advokat oleh Pemerintah Pusat dan/atau Perwakilan Republik Indonesia serta perwalian sesuai dengan hukum negara setempat.
Dalam situasi yang sulit ini, Sugeng bersyukur sebab perusahaan pemilik kapal tetap menunjukkan kepedulian. Termasuk memberikan gaji rutin dan penginapan selama di Thailand. Itulah yang menjadi penopang kehidupan istri dan keempat anaknya yang tinggal di Surabaya.
Pihak perusahaan juga sudah melakukan berbagai upaya untuk melepaskan Sugeng dari kerumitan hukum ini. Tim legal di Thailand berupaya menjelaskan posisi Sugeng, dan mengambil langkah-langkah penting membantah semua tuduhan, menegaskan Sugeng tidak bersalah dalam perkara ini.
Selama 23 tahun jadi pelaut, Sugeng memahami semua proses dalam pengiriman kargo kapal ke pelbagai negara, terutama detail dokumen yang harus tersedia, termasuk dalam pengiriman ke Ranong itu. Namun kali ini dia menghadapi situasi yang rumit. Semua upaya sudah dilakukan, untuk lepas dari jeratan. Kini sebagai warga negara Sugeng berharap pada pemimpinnya, bermohon Presiden Joko Widodo dapat membantunya.
"Kami kini sangat berharap dan terus berdoa agar Presiden Joko Widodo berkenan memberikan perhatian dan perlindungan. Mungkin dengan perhatian beliau, ada harapan keadilan. Saya yakin Pak Joko Widodo pasti mau membela wong cilik, apalagi kalau tahu seorang rakyat Indonesia tidak bersalah tapi dituduh dan dijadikan tahanan kota di luar negeri," harap Sugeng.
Capt. Sugeng Wahyono merupakan nakhoda kapal MT Celosia, kapal berbendera Indonesia yang dioperasikan PT Brotojoyo Maritime. Saat ini dia menunggu proses persidangan dan mengharapkan perhatian Presiden Joko Widodo dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi terhadap kasusnya.
"Sudah satu tahun lebih saya ditahan di Ranong padahal seluruh dokumen kargo resmi dan lengkap. Saya berharap Bapak Presiden Jokowi dapat membantu," kata keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (28/1/2020).
Sebagai tahanan kota, Sugeng tak bisa keluar dari batas wilayah yang ditetapkan. Paspornya disita, dan tak diizinkan untuk keluar dari negara itu. Bahkan, Sugeng tidak diizinkan untuk melayat ketika ayahnya meninggal dunia September lalu. Rencana melaksanakan ibadah umrah tahun 2019 juga gagal terlaksana.
Persoalannya bermula ketika kapal yang dia nakhodainya membawa muatan minyak pelumas kiriman Petronas dari Malaka, Malaysia. Sesuai dokumen order, kapal merapat di Malaka dan memuat minyak pelumas untuk dikirim ke Schlumberger di Ranong. Kapal berlabuh di Ranong pada 9 Januari 2019, dan segera melakukan bongkar muat. Pihak penerima mengirimkan 20 truk tangki ke pelabuhan untuk memindahkan muatan kapal.
Namun, tiba-tiba aparat Bea Cukai Ranong menuduh ada upaya penyelundupan atas keterlambatan dalam pemenuhan prosedur bea cukai atas impor muatan MT Celosia. Padahal muatan itu dikirim oleh Petronas dan dimiliki Schlumberger yang bertanggung jawab untuk mengurus impor muatan tersebut.
Akibatnya, kapal berikut awak, dan mobil tangki yang melakukan bongkar-muat di pelabuhan ditahan. Kapten kapal juga diamankan dan belakangan dijadikan tersangka, dan ditetapkan sebagai tahanan kota dengan jaminan dari perusahaan.
"Lelah dijadikan tersangka, capek menunggu proses hukum berjalan. Waktu serasa berjalan sangat lama. Niat tulus bekerja, kontrak jelas, dan saya bukan penyelundup. Saya tidak bersalah dalam kasus ini,” katanya.
Kondisi Captain Sugeng, yang merupakan pekerja migran Indonesia profesional, sungguh memprihatinkan, di mana negara hendaknya hadir memberikan perlindungan sesuai amanat Pasal 21 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Pasal 21 UU No. 18/2017 mengatur tentang pendampingan, mediasi, advokasi, dan pemberian bantuan hukum berupa fasilitasi jasa advokat oleh Pemerintah Pusat dan/atau Perwakilan Republik Indonesia serta perwalian sesuai dengan hukum negara setempat.
Dalam situasi yang sulit ini, Sugeng bersyukur sebab perusahaan pemilik kapal tetap menunjukkan kepedulian. Termasuk memberikan gaji rutin dan penginapan selama di Thailand. Itulah yang menjadi penopang kehidupan istri dan keempat anaknya yang tinggal di Surabaya.
Pihak perusahaan juga sudah melakukan berbagai upaya untuk melepaskan Sugeng dari kerumitan hukum ini. Tim legal di Thailand berupaya menjelaskan posisi Sugeng, dan mengambil langkah-langkah penting membantah semua tuduhan, menegaskan Sugeng tidak bersalah dalam perkara ini.
Selama 23 tahun jadi pelaut, Sugeng memahami semua proses dalam pengiriman kargo kapal ke pelbagai negara, terutama detail dokumen yang harus tersedia, termasuk dalam pengiriman ke Ranong itu. Namun kali ini dia menghadapi situasi yang rumit. Semua upaya sudah dilakukan, untuk lepas dari jeratan. Kini sebagai warga negara Sugeng berharap pada pemimpinnya, bermohon Presiden Joko Widodo dapat membantunya.
"Kami kini sangat berharap dan terus berdoa agar Presiden Joko Widodo berkenan memberikan perhatian dan perlindungan. Mungkin dengan perhatian beliau, ada harapan keadilan. Saya yakin Pak Joko Widodo pasti mau membela wong cilik, apalagi kalau tahu seorang rakyat Indonesia tidak bersalah tapi dituduh dan dijadikan tahanan kota di luar negeri," harap Sugeng.
(ven)