Virus Corona Guncang Ekonomi Dunia, Sejumlah Bursa Saham Rontok
A
A
A
JAKARTA - Wabah virus corona yang menyebar dari Wuhan, China, mengguncang ekonomi dunia. Wabah tersebut memukul pasar saham awal pekan ini.
Pemerintah Indonesia pun menegaskan untuk memantau secara ketat kemungkinan pengaruhnya terhadap perekonomian nasional.
Pemerintah mengungkapkan perkembangan ekonomi 2020 tidak akan terlalu baik. Sebab kondisi yang terjadi di pasar global bisa memengaruhi perekonomian Indonesia. “Seharusnya 2020 itu proyeksi positif akan terjaga. Tapi melihat perkembangan pada Januari tidak membuat happy, terutama karena virus korona, geopolitik, politik Amerika Serikat (AS). Ini tetap harus diantisipasi spillover (rembesan) ke dalam negeri,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Dengan situasi yang terjadi saat ini, lanjut Menkeu, beberapa faktor dalam negeri seperti kondisi jasa keuangan bank maupun nonbank harus dijaga dan di antisipasi dalam menghadapi dampak ekonomi global. Untuk itu diperlukan sinergi lintas kementerian/lembaga seperti dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sehingga tidak menimbulkan spillovernegatif.
Menkeu menegaskan, perekonomian Indonesia tak terlepas dari faktor global. Perlambatan yang terjadi pada perekonomian global akan memengaruhi harga komoditas yang berdampak pada penerimaan negara. “Perlambatan perekonomian global memengaruhi turunnya perdagangan dan harga komoditas dunia di tahun 2019 lalu. Faktor eksternal juga memengaruhi penurunan ekspor impor Indonesia,” katanya.
Menkeu mengatakan sangat mewaspadai dan terus mencermati perkembangan penyebaran virus korona. Sebab dampak wabah virus korona yang mengganggu perekonomian China juga dapat merembes keperekonomian domestik.
Karena berkaca pada pengalaman sebelumnya, saat dunia dihebohkan dengan virus SARS yang terjadi pada kuartal pertama hingga kuartal kedua tahun 2002 di China, ekonomi India pun terkena imbas yang cukup signifikan,” jelasnya.
Sri Mulyani menuturkan, perekonomian Indonesia dapat tetap terjaga dengan pertumbuhan domestik.
Wakil Menteri Keuangan(Wamenkeu) Suahasil Nazara menilai, pelemahan pasar saham global maupun di dalam negeri merupakan cerminan kondisi psikologis investor saham dalam merespons gejolak global terkait wabah virus korona. “Stok market lebih karena masalah kekhawatiran, confidence, psikologis pasar. Ya memang dia bergerak terus setiap saat,” ujarnya.
Menurut dia, dampak virus corona ke pasar saham bergantung pada perkembangan informasi yang beredar. Dengan berkembangnya penyebaran virus ini, gerak aktivitas perekonomian dunia pun ikut berkurang. Intinya, kata Suahasil, virus corona memengaruhi perkiraan atau ekspektasi investor. “Di beberapa belahan dunia lain mulai kelihatan. Kalau ini menyebar lebih cepat, pertumbuhan ekonomi akan lebih rendah,” ujarnya.
Sebab, menurut dia, pertumbuhan ekonomi dunia berkaitan, sehingga menjadi fokus pemerintah. “Itu menjadi bagian dari dinamika global yang akan berdampak ke Indonesia,” katanya. Jika negara-negara maju lebih rendah pertumbuhannya, menurutnya, permintaan ke Indonesia turun sehingga kinerja ekspor juga turun.
Kepala Badan KoordinasiPenanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia berharap wabah virus corona tidak memengaruhi realisasi investasi dari China ke Indonesia. “Semoga tidak berdampak terhadap realisasi investasi China di Indonesia,” ujarnya di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI).
Direktur Utama BEI Inarno Djajadi mengakui, dalam jangka pendek wabah virus corona memang berpengaruh terhadap investasi di pasar modal. “Memang ada pengaruhnya secara jangka pendek, tapi secara jangka panjang belum ada wabah global yang berpengaruh terhadap investasi,” jelasnya.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Doddy Budi Waluyo menilai kontraksi pertumbuhan ekonomi global tidak akan terjadi akibat wabah virus corona yang terjadi saat ini. “Tapi jika pandemi berlanjut, hal itu dapat menyebabkan pertumbuhan global tidak setinggi perkiraan,” tegasnya.
Respons pasar keuangan tidak hanya tergantung pada isu pandemi corona saja, tetapi juga faktor-faktor lain seperti geopolitik, kelanjutan trade deal China-AS dan faktor lain. Yang lebih penting lagi, kata dia, adalah kondisi fundamental dan prospek suatu negara. “Kita harapkan pandemi dapat terkendali sehingga mengurangi risiko risk-off ,” katanya.
Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) In donesia Yusuf Rendy Manilet meminta pemerintah melakukan penanganan segera. “Dampaknya ke ekonomi memang ada. Karena China merupakan mitra dagang utama banyak negara di dunia. Dengan adanya virus corona, tentu aktivitas perdagangan internasional dari dan menuju ke China untuk sementara dihentikan,” terang Yusuf.
Yusuf menyampaikan bahwa penghentian ini akan berdampak pada aktivitas ekspor-impor global. Virus corona juga menyebar ke Hong Kong yang merupakan salah satu pusat aktivitas industri keuangan di Asia, yang akhirnya berdampak terhadap sentimen negatif di pasar saham.
Investor Tarik Dana
Investor di pasar saham diketahui berbondong-bondong memindahkan saham dari Asia untuk dialihkan ke instrumen investasi lainnya. Tak hanya pasar Asia, di Amerika Serikat (AS) Indeks Dow Jones Industrial Average anjlok 453,93 poin atau 1,57% pada penutupan perdagangan Senin waktu setempat. Indeks S&P 500 turun 1,57 % dan indeks Komposit Nasdaq merosot 1,89%. Di Eropa kapitalisasi pasar dibursa anjlok sekitar 180 miliar euro. “Sejauh ini ekonomi global menghadapi ketidakpastian dalam merespons krisis ini. Semuanya bergantung pada durasi dan skala virus,” kata ahli ekonomi Investec, Philip Shaw, seperti dikutip The New York Times. Wabah virus corona tidak hanya menyebar di China, tapi juga di Hong Kong, Makau, Tai wan, Jepang, Korea Selatan, Viet nam, Thailand, Malaysia, Singapura, Australia hingga Kanada.
Saham perusahaan yang penjualannya bergantung pada China sangat rentan menghadapi penurunan. Penyebaran virus korona mengingatkan investor tentang penyakit menular serupa yang juga mulanya mewabah di China dan menyebar ke Asia Pasifik pada 2002. Saat itu China dilanda wabah severe acuteres-piratory syndrome (SARS) hingga menewaskan hampir 800 orang, tapi informasinya di tutup rapat.
“Dilihat dari sudut pandang manapun wabah keduanya sangat mirip,” ujar Nicholas R Lardy dari Institut Peterson untuk Ekonomi Internasional Washington.
Saat wabah SARS terjadi, ekonomi China melambat. Menurut Oxford Economics, angka pertumbuhan ekonomi tahunan China turun menjadi 9,1% pada kuartal kedua (Q2) 2003 bila dibandingkan dengan satu semester sebelumnya yang mencapai 11,1%. Saat ini, virus corona juga menyebar di tengah perayaan Tahun Baru Imlek. “China memang akan menelan kerugian yang besar, tapi relatif pendek,” kata Kepala Ekonomi Asia Oxfrod Economics di HongKong, Louis Kuijs.
Kebijakan China memperpanjang libur Tahun Baru Imlek hingga 2 Februari 2020 dinilai akan mengganggu kegiatan produksi barang. Suzhou, kota industri utama seperti Wuhan di dekat Shanghai, bahkan memperpanjang liburan hingga 8 Februari. Hal itu dinilai akan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Jika pabrik di China tertatih-tatih, dunia akan terdampak, mulai dari pertambangan bijih besi di Aus tralia dan India, penjualan kepingan komputer dan layar dari Malaysia dan Korea Selatan. Mesin pabrik dari Jerman, onderdil dari Ceko, Hungaria, dan Polandia, serta produk pertanian dari AS yang banyak mengekspor produknya ke China.
Negara dan kota tetangga China juga akan terkena imbas, terutama kawasan yang menggantungkan bisnis pariwisata dari China. Beberapa diantaranya ialah Hong Kong, Taiwan, Filipina, Vietnam, Thailand, dan Singapura. China sendiri melarang agen travel untuk mengangkut warganya keluar dari China.
Di dalam negeri, Indeks Harga Saham Gabungan (IH SG) pada penutupan perdagangan kemarin melemah 0,36% ke level 6.111,18. Secara year to date (ytd) IHSG sudah turun hingga 2,99% dari level 6.299,54 pada penutupan 2019.
Pemerintah Indonesia pun menegaskan untuk memantau secara ketat kemungkinan pengaruhnya terhadap perekonomian nasional.
Pemerintah mengungkapkan perkembangan ekonomi 2020 tidak akan terlalu baik. Sebab kondisi yang terjadi di pasar global bisa memengaruhi perekonomian Indonesia. “Seharusnya 2020 itu proyeksi positif akan terjaga. Tapi melihat perkembangan pada Januari tidak membuat happy, terutama karena virus korona, geopolitik, politik Amerika Serikat (AS). Ini tetap harus diantisipasi spillover (rembesan) ke dalam negeri,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Dengan situasi yang terjadi saat ini, lanjut Menkeu, beberapa faktor dalam negeri seperti kondisi jasa keuangan bank maupun nonbank harus dijaga dan di antisipasi dalam menghadapi dampak ekonomi global. Untuk itu diperlukan sinergi lintas kementerian/lembaga seperti dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sehingga tidak menimbulkan spillovernegatif.
Menkeu menegaskan, perekonomian Indonesia tak terlepas dari faktor global. Perlambatan yang terjadi pada perekonomian global akan memengaruhi harga komoditas yang berdampak pada penerimaan negara. “Perlambatan perekonomian global memengaruhi turunnya perdagangan dan harga komoditas dunia di tahun 2019 lalu. Faktor eksternal juga memengaruhi penurunan ekspor impor Indonesia,” katanya.
Menkeu mengatakan sangat mewaspadai dan terus mencermati perkembangan penyebaran virus korona. Sebab dampak wabah virus korona yang mengganggu perekonomian China juga dapat merembes keperekonomian domestik.
Karena berkaca pada pengalaman sebelumnya, saat dunia dihebohkan dengan virus SARS yang terjadi pada kuartal pertama hingga kuartal kedua tahun 2002 di China, ekonomi India pun terkena imbas yang cukup signifikan,” jelasnya.
Sri Mulyani menuturkan, perekonomian Indonesia dapat tetap terjaga dengan pertumbuhan domestik.
Wakil Menteri Keuangan(Wamenkeu) Suahasil Nazara menilai, pelemahan pasar saham global maupun di dalam negeri merupakan cerminan kondisi psikologis investor saham dalam merespons gejolak global terkait wabah virus korona. “Stok market lebih karena masalah kekhawatiran, confidence, psikologis pasar. Ya memang dia bergerak terus setiap saat,” ujarnya.
Menurut dia, dampak virus corona ke pasar saham bergantung pada perkembangan informasi yang beredar. Dengan berkembangnya penyebaran virus ini, gerak aktivitas perekonomian dunia pun ikut berkurang. Intinya, kata Suahasil, virus corona memengaruhi perkiraan atau ekspektasi investor. “Di beberapa belahan dunia lain mulai kelihatan. Kalau ini menyebar lebih cepat, pertumbuhan ekonomi akan lebih rendah,” ujarnya.
Sebab, menurut dia, pertumbuhan ekonomi dunia berkaitan, sehingga menjadi fokus pemerintah. “Itu menjadi bagian dari dinamika global yang akan berdampak ke Indonesia,” katanya. Jika negara-negara maju lebih rendah pertumbuhannya, menurutnya, permintaan ke Indonesia turun sehingga kinerja ekspor juga turun.
Kepala Badan KoordinasiPenanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia berharap wabah virus corona tidak memengaruhi realisasi investasi dari China ke Indonesia. “Semoga tidak berdampak terhadap realisasi investasi China di Indonesia,” ujarnya di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI).
Direktur Utama BEI Inarno Djajadi mengakui, dalam jangka pendek wabah virus corona memang berpengaruh terhadap investasi di pasar modal. “Memang ada pengaruhnya secara jangka pendek, tapi secara jangka panjang belum ada wabah global yang berpengaruh terhadap investasi,” jelasnya.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Doddy Budi Waluyo menilai kontraksi pertumbuhan ekonomi global tidak akan terjadi akibat wabah virus corona yang terjadi saat ini. “Tapi jika pandemi berlanjut, hal itu dapat menyebabkan pertumbuhan global tidak setinggi perkiraan,” tegasnya.
Respons pasar keuangan tidak hanya tergantung pada isu pandemi corona saja, tetapi juga faktor-faktor lain seperti geopolitik, kelanjutan trade deal China-AS dan faktor lain. Yang lebih penting lagi, kata dia, adalah kondisi fundamental dan prospek suatu negara. “Kita harapkan pandemi dapat terkendali sehingga mengurangi risiko risk-off ,” katanya.
Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) In donesia Yusuf Rendy Manilet meminta pemerintah melakukan penanganan segera. “Dampaknya ke ekonomi memang ada. Karena China merupakan mitra dagang utama banyak negara di dunia. Dengan adanya virus corona, tentu aktivitas perdagangan internasional dari dan menuju ke China untuk sementara dihentikan,” terang Yusuf.
Yusuf menyampaikan bahwa penghentian ini akan berdampak pada aktivitas ekspor-impor global. Virus corona juga menyebar ke Hong Kong yang merupakan salah satu pusat aktivitas industri keuangan di Asia, yang akhirnya berdampak terhadap sentimen negatif di pasar saham.
Investor Tarik Dana
Investor di pasar saham diketahui berbondong-bondong memindahkan saham dari Asia untuk dialihkan ke instrumen investasi lainnya. Tak hanya pasar Asia, di Amerika Serikat (AS) Indeks Dow Jones Industrial Average anjlok 453,93 poin atau 1,57% pada penutupan perdagangan Senin waktu setempat. Indeks S&P 500 turun 1,57 % dan indeks Komposit Nasdaq merosot 1,89%. Di Eropa kapitalisasi pasar dibursa anjlok sekitar 180 miliar euro. “Sejauh ini ekonomi global menghadapi ketidakpastian dalam merespons krisis ini. Semuanya bergantung pada durasi dan skala virus,” kata ahli ekonomi Investec, Philip Shaw, seperti dikutip The New York Times. Wabah virus corona tidak hanya menyebar di China, tapi juga di Hong Kong, Makau, Tai wan, Jepang, Korea Selatan, Viet nam, Thailand, Malaysia, Singapura, Australia hingga Kanada.
Saham perusahaan yang penjualannya bergantung pada China sangat rentan menghadapi penurunan. Penyebaran virus korona mengingatkan investor tentang penyakit menular serupa yang juga mulanya mewabah di China dan menyebar ke Asia Pasifik pada 2002. Saat itu China dilanda wabah severe acuteres-piratory syndrome (SARS) hingga menewaskan hampir 800 orang, tapi informasinya di tutup rapat.
“Dilihat dari sudut pandang manapun wabah keduanya sangat mirip,” ujar Nicholas R Lardy dari Institut Peterson untuk Ekonomi Internasional Washington.
Saat wabah SARS terjadi, ekonomi China melambat. Menurut Oxford Economics, angka pertumbuhan ekonomi tahunan China turun menjadi 9,1% pada kuartal kedua (Q2) 2003 bila dibandingkan dengan satu semester sebelumnya yang mencapai 11,1%. Saat ini, virus corona juga menyebar di tengah perayaan Tahun Baru Imlek. “China memang akan menelan kerugian yang besar, tapi relatif pendek,” kata Kepala Ekonomi Asia Oxfrod Economics di HongKong, Louis Kuijs.
Kebijakan China memperpanjang libur Tahun Baru Imlek hingga 2 Februari 2020 dinilai akan mengganggu kegiatan produksi barang. Suzhou, kota industri utama seperti Wuhan di dekat Shanghai, bahkan memperpanjang liburan hingga 8 Februari. Hal itu dinilai akan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Jika pabrik di China tertatih-tatih, dunia akan terdampak, mulai dari pertambangan bijih besi di Aus tralia dan India, penjualan kepingan komputer dan layar dari Malaysia dan Korea Selatan. Mesin pabrik dari Jerman, onderdil dari Ceko, Hungaria, dan Polandia, serta produk pertanian dari AS yang banyak mengekspor produknya ke China.
Negara dan kota tetangga China juga akan terkena imbas, terutama kawasan yang menggantungkan bisnis pariwisata dari China. Beberapa diantaranya ialah Hong Kong, Taiwan, Filipina, Vietnam, Thailand, dan Singapura. China sendiri melarang agen travel untuk mengangkut warganya keluar dari China.
Di dalam negeri, Indeks Harga Saham Gabungan (IH SG) pada penutupan perdagangan kemarin melemah 0,36% ke level 6.111,18. Secara year to date (ytd) IHSG sudah turun hingga 2,99% dari level 6.299,54 pada penutupan 2019.
(ysw)