Perusahaan Bongkar Muat Keluhkan Monopoli di Pelabuhan
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) mengeluhkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No.152/2016 yang dirasa mempersempit ruang usaha aktivitas bongkar muat perusahaan swasta. Peraturan tersebut secara tidak langsung juga memberi ruang monopoli kepada salah satu BUMN yang juga bergerak di bidang bongkar muat barang.
Keluhan tersebut dimunculkan oleh Ketua Umum DPP Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) H.M. Fuadi saat menggelar pertemuan dengan Komisi V DPR RI yang mana akibat Peraturan Menteri Perhubungan No.152/2016 mengancam gulung tikarnya pengusaha bongkar muat pelabuhan swasta yang mana 4 juta orang menggantungkan nasibnya disana.
"Sudah setahun lalu bertemu dengan Komisi V, tetapi belum ada timbal balik. Padahal sekitar 4 juta orang bekerja di APBMI dengan kegiatan bongkar muat,” ujar Fuadi saat Rapat Dengar Pendapat Umum di Komisi V DPR, Rabu (29/1/2020).
Mengacu pada UU No.17/2008 tentang pelayaran, maka aktivitas bongkar muat dilaksanakan oleh PBM (pengusaha bongkar muat) dan angkutan perairan. Fuadi menegaskan, bahwa PBM tidak boleh melakukan aktivitas keagenan seperti diatur dalam UU tersebut. Namun, setelah Permen No.152/2016 diterbitkan, aktivitas bongkar muat dapat dilaksanakan oleh PBM, angkutan perairan dan Badan Usaha Pelabuhan (BUP) dalam hal ini termasuk PT Pelindo.
Menurutnya, keberadaan BUP sebagai pelaku bongkar muat yang diatur oleh aturan setingkat Permen dianggap bertentangan dengan UU yang ada. Pada pertemuan tersebut, Fuadi juga memaparkan dampak dari keberadaan aturan setingkat menteri tersebut yang membuat perusahaan bongkar muat kecil tidak dapat bersaing.
Apalagi dengan anak usaha PT Pelindo I, II, III, IV. Pasalnya, anak usaha Pelindo tidak perlu membayar fasilitas yang digunakan saat aktivitas bongkar muat, sedangkan PBM harus membayar tarif tertentu.
Keluhan tersebut dimunculkan oleh Ketua Umum DPP Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) H.M. Fuadi saat menggelar pertemuan dengan Komisi V DPR RI yang mana akibat Peraturan Menteri Perhubungan No.152/2016 mengancam gulung tikarnya pengusaha bongkar muat pelabuhan swasta yang mana 4 juta orang menggantungkan nasibnya disana.
"Sudah setahun lalu bertemu dengan Komisi V, tetapi belum ada timbal balik. Padahal sekitar 4 juta orang bekerja di APBMI dengan kegiatan bongkar muat,” ujar Fuadi saat Rapat Dengar Pendapat Umum di Komisi V DPR, Rabu (29/1/2020).
Mengacu pada UU No.17/2008 tentang pelayaran, maka aktivitas bongkar muat dilaksanakan oleh PBM (pengusaha bongkar muat) dan angkutan perairan. Fuadi menegaskan, bahwa PBM tidak boleh melakukan aktivitas keagenan seperti diatur dalam UU tersebut. Namun, setelah Permen No.152/2016 diterbitkan, aktivitas bongkar muat dapat dilaksanakan oleh PBM, angkutan perairan dan Badan Usaha Pelabuhan (BUP) dalam hal ini termasuk PT Pelindo.
Menurutnya, keberadaan BUP sebagai pelaku bongkar muat yang diatur oleh aturan setingkat Permen dianggap bertentangan dengan UU yang ada. Pada pertemuan tersebut, Fuadi juga memaparkan dampak dari keberadaan aturan setingkat menteri tersebut yang membuat perusahaan bongkar muat kecil tidak dapat bersaing.
Apalagi dengan anak usaha PT Pelindo I, II, III, IV. Pasalnya, anak usaha Pelindo tidak perlu membayar fasilitas yang digunakan saat aktivitas bongkar muat, sedangkan PBM harus membayar tarif tertentu.
(akr)