Pengusaha Mengandalkan Omnibus Law Dongkrak Industri Manufaktur

Senin, 10 Februari 2020 - 13:01 WIB
Pengusaha Mengandalkan Omnibus Law Dongkrak Industri Manufaktur
Pengusaha Mengandalkan Omnibus Law Dongkrak Industri Manufaktur
A A A
JAKARTA - Para pengusaha sangat mengandalkan omnibus law agar segera diterapkan untuk mendorong kinerja industri pengolahan (manufaktur) yang mencatatkan pelemahan dalam beberapa tahun terakhir. Pasalnya Omnibus law cipta lapangan kerja yang disiapkan pemerintah dinilai menjadi kunci untuk mengerek pertumbuhan industri manufaktur.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani mengatakan, pelemahan kinerja industri pengolahan disebabkan oleh pelemahan investasi. Hal ini terlihat, dengan banyak industri manufaktur yang memerlukan investasi seperti industri tekstil dan produk tekstil (TPT).

"Lalu permintaan terhadap produk dari industri pengolahan juga sedang menurun. Untuk mengerek lagi pertumbuhan industri manufaktur, pemerintah perlu melakukan perbaikan baik dari kebijakan fiskal, moneter, dan reformasi struktural," ujar Rosan P Roeslani di Jakarta, Senin (10/2/2020).

Dia melanjutkan adapun pemerintah terhadap lima sektor industri yang diprioritaskan juga bisa menjadi pengerek pertumbuhan industri manufaktur. Kelima sektor industri tersebut ialah industri makanan dan minuman (mamin), tekstil dan pakaian, otomotif, elektronik, dan industri kimia. “Selain itu, omnibus law cipta lapangan kerja yang digodok oleh pemerintah juga diharapkan bisa membuat industri manufaktur bertumbuh lebih tinggi,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryadi Sasmita juga berharap banyak kepada omnibus law cipta lapangan kerja. "Itu semua memang harus dilakukan untuk supaya industri kita di dalam negeri meningkat. Baik segi SDM (sumber daya manusia) untuk produktivitas manusia, kemudian dari harmonisasi kebijakan. Jadi memang PR (pekerjaan rumah)-nya banyak," jelasnya

Sambung Suryadi menjelaskan, pertumbuhan industri manufaktur melambat antara lain karena rendahnya produktivitas SDM dalam negeri. Menurutnya, dengan minimum wages yang kurang lebih sama dengan Indonesia, SDM Vietnam bisa lebih produktif.

“Di sini (Indonesia) banyak sekali ya (yang membebani pengusaha), nanti PHK, terus BPJS. Kitra tuh tambahannya terlalu banyak. Kalau PHK dibagi rata itu pun tinggi. Jadi kita kalau bilang manufaktur kita di sini itu kita kalah bersaing salah satunya adalah karena productivity,” tandasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9651 seconds (0.1#10.140)