SKK Migas Bisa Dibubarkan, Keberadaan BPH Migas Jadi Sorotan

Minggu, 16 Februari 2020 - 20:34 WIB
SKK Migas Bisa Dibubarkan,...
SKK Migas Bisa Dibubarkan, Keberadaan BPH Migas Jadi Sorotan
A A A
JAKARTA - Sejumlah kelembagaan di sektor minyak dan gas bumi (migas) menjadi sorotan setelah Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja berpotensi membubarkan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Namun berbagai kalangan juga menyoroti keberadaan Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas).

Kendati tidak masuk dalam potensi pembubaran di Omnibus Law, tapi institusi tersebut dinilai tidak efektif sehingga perlu dibubarkan. Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Fahmy Radhi menilai, keberadaan BPH Migas lebih patut dievaluasi dibandingkan SKK Migas.

“Kalau SKK Migas memang sudah jelas yaitu, sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga sementara harus segera mendapatkan kepastian hukum. Semestinya pemerintah juga mengevaluasi keberadaan BPH Migas karena tidak efektif khususnya dalam pengelolaan maupun dalam hal pengawasan distribusi BBM bersubsidi,” ujar Fahmy Radhi saat dihubungi SINDOnews.com di Jakarta, Minggu (16/2/2020).

(Baca Juga: Lewat Omnibus Law, SKK Migas Terancam Bubar
Menurut dia permasalahan BPH Migas tidak hanya gagal dalam melakukan pengawasan distribusi BBM subsidi. Namun lembaga pemungut iuran badan usaha hilir migas ini secara kelembagaan menurutnya tidak diperlukan karena kewenangannya tumpang tindih dengan Direktorat Jenderal Migas (Ditjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Padahal kata dia secara struktural, BPH Migas dengan Ditjen Migas berada di bawah Menteri ESDM. Sebab itu imbuhnya, supaya lebih efisien dalam memanfaatkan pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di setiap kementerian atau lembaga (K/L) pemerintah, sebaiknya BPH Migas dibubarkan kemudian dilebur menjadi satu dengan Ditjen Migas.

Adapun setiap kewenangan BPH Migas dapat dijalankan melalui Ditjen Migas langsung di bawah Menteri ESDM. “Fungsi pengawasan bisa dilakukan di Ditjen Migas. BPH Migas ini memang tidak penting dan sharusnya memang dibubarkan. Pengelolaan dan pengawasan di sektor hilir migas bisa langsung melalui Ditjen Migas tidak perlu lewat BPH Migas supaya secara struktur kelembagaan lebih efisien,” paparnya.

Berdasarkan laporan BPH Migas realisasi pagu atau alokasi anggaran yang digelontorkan APBN 2019 untuk mendanai belanja di BPH Migas mencapai Rp46,1 miliar dari yang ditetapkan APBN 2019 sebesar Rp46,4 miliar. Sementara terkait realisasi kuota solar subsidi sepanjang 2019 mencapai 16,2 juta kiloter (kl). Adapun jumlah tersebut telah melebihi kuota yang ditetapkan APBN 2019 sebesar 14,5 juta kl.

Sedangkan jika ditinjau dari kasus penyelewengan terjadi peningkatan tajam di 2019 mencapai 404 kasus dibandingkan tahun 2018 sebanyak 260 kasus penyelewengan BBM. Tidak hanya itu, berbagai macam iuran badan usaha maupun perizinan di BPH Migas dianggap hanya membebai kinerja badan usaha sekaligus menghambat keinginan Presiden Joko Widodo menurunkan harga gas industri.

Urusan terkait pungutan kegiatan badan usaha di sektor hilir migas semestinya dihapus untuk membangun infrastruktur hilir migas yang lebih atraktif. Sementara untuk urusan perizinan di sektor hilir migas sebaiknya diserahkan satu pintu di Kementerian ESDM melalui Ditjen Migas.

“Saya kira memang segala bentuk pungutan tidak perlu. Jadi nanti setelah BPH Migas dibubarkan pengawasan langusng di bawah Ditjen Migas. Setelah dilebur di Ditken Migas segala bentuk izin, pungutan maupun iuran yang selama ini dibebankan kepada badan usaha dihapuskan untuk mendukung harga gas yang lebih murah,” ujar dia.

Hal senada juga dikatakan Pengamat Energi dari Universitas Tri Sakti Pri Agung Rakhmanto, bahwa berdasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas BPH Migas bisa saja dibubarkan kemudian dilebur dengan Ditjen Migas. “BPH Migas bisa saja dilebur supaya pengawasan menjadi lebih sederhana karena domain berada di Ditjen Migas. Kalaupun harus tetap ada, maka rincian tugas harus lebih jelas,” ujar Pri Agung.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1314 seconds (0.1#10.140)