UU Cipta Kerja Bikin Daerah Tak Bisa Memberangus Pengeboran Ilegal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Praktik illegal drilling atau pengeboran ilegal masih menjadi permasalahan bagi industri hulu minyak dan gas (migas) di Tanah Air. Kehadiran sumur-sumur ilegal dapat mengurangi minat para investor dan menurunkan iklim investasi.
Menurut Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagsel Anggono Mahendrawan, kegiatan pengeboran sumur ilegal ini menjadi masalah serius karena dapat mencemari lingkungan, kecelakaan pekerja, dan tidak masuknya pendapatan daerah atas kegiatan tersebut.
"Kegiatan pengeboran sumur ilegal ini masih marak terjadi. Bahkan kejadian terakhir menyebabkan dampak kerusakan yang luar biasa baik korban jiwa maupun lingkungan, tetapi tidak menyurutkan oknum masyarakat untuk menghentikan kegiatan sumur ilegal ini," ujarnya dalam diskusi Local Media Briefing SKK Migas di Pangkal Pinang, Provinsi Bangka Belitung, Jumat (5/11/2021).
Anggono menambahkan, dampak lingkungan yang ditimbulkan tidak sebanding dengan hasil dari pengeboran sumur ilegal. Malah masyarakat harus menanggung segala risiko yang mengancam kehidupan mereka.
"Kewenangan SKK Migas adalah melakukan pengawasan dan pengendalian kegiatan hulu migas yang berdasarkan kontrak kerja sama. Namun kami memang mengalami kesulitan karena kegiatan sumur ilegal ini tidak memenuhi kaidah yang berlaku," ungkapnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Manajemen Pemerintahan IPDN Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Halilul Khairi mengatakan, pemerintah daerah tidak mempunyai kewenangan dalam penertiban illegal drilling karena persetujuan kesesuaian tata ruang dan persetujuan lingkungan menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Menurut dia, pemerintah daerah (pemda) dapat turut serta dalam penertiban illegal drilling melalui tugas pembantuan dari pemerintah pusat. Namun pemda tidak dapat menggunakan perangkat daerah dan peraturan kepala daerah (perkada) sepanjang perizinannya tidak diatur dengan perda dan perkada.
"Pemerintah pusat harus melakukan sendiri pengawasan dan penertiban terhadap illegal drilling minyak dan gas sebagai konsekuensi sentralisasi kewenangan yang dilakukan melalui UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pemerintah daerah tidak dapat dibebankan untuk melaksanakan suatu tindakan yang bukan kewenangannya," tuturnya.
Menurut Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagsel Anggono Mahendrawan, kegiatan pengeboran sumur ilegal ini menjadi masalah serius karena dapat mencemari lingkungan, kecelakaan pekerja, dan tidak masuknya pendapatan daerah atas kegiatan tersebut.
"Kegiatan pengeboran sumur ilegal ini masih marak terjadi. Bahkan kejadian terakhir menyebabkan dampak kerusakan yang luar biasa baik korban jiwa maupun lingkungan, tetapi tidak menyurutkan oknum masyarakat untuk menghentikan kegiatan sumur ilegal ini," ujarnya dalam diskusi Local Media Briefing SKK Migas di Pangkal Pinang, Provinsi Bangka Belitung, Jumat (5/11/2021).
Anggono menambahkan, dampak lingkungan yang ditimbulkan tidak sebanding dengan hasil dari pengeboran sumur ilegal. Malah masyarakat harus menanggung segala risiko yang mengancam kehidupan mereka.
"Kewenangan SKK Migas adalah melakukan pengawasan dan pengendalian kegiatan hulu migas yang berdasarkan kontrak kerja sama. Namun kami memang mengalami kesulitan karena kegiatan sumur ilegal ini tidak memenuhi kaidah yang berlaku," ungkapnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Manajemen Pemerintahan IPDN Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Halilul Khairi mengatakan, pemerintah daerah tidak mempunyai kewenangan dalam penertiban illegal drilling karena persetujuan kesesuaian tata ruang dan persetujuan lingkungan menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Menurut dia, pemerintah daerah (pemda) dapat turut serta dalam penertiban illegal drilling melalui tugas pembantuan dari pemerintah pusat. Namun pemda tidak dapat menggunakan perangkat daerah dan peraturan kepala daerah (perkada) sepanjang perizinannya tidak diatur dengan perda dan perkada.
Baca Juga
"Pemerintah pusat harus melakukan sendiri pengawasan dan penertiban terhadap illegal drilling minyak dan gas sebagai konsekuensi sentralisasi kewenangan yang dilakukan melalui UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pemerintah daerah tidak dapat dibebankan untuk melaksanakan suatu tindakan yang bukan kewenangannya," tuturnya.
(uka)