Edhy Prabowo Janji Kembalikan Kejayaan Perikanan Bitung
A
A
A
JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, berjanji membantu nelayan dan pengusaha perikanan di daerah-daerah yang terdampak sejumlah peraturan, seperti larangan penangkapan benih lobster dan peroperasikan kapal eks asing, seperti Kota Bitung, Sulawesi Utara.
"Kita mulai dengan Permen 56. Ada tiga Krustasea yang diatur di sini. Lobster, kepiting dan rajungan. Kepiting di bawah 150 gram, lobster di bawah 200 gram. Di Sulawesi ini banyak yang bergantung dari mencari benih lobster, di Lombok dan di daerah lain," jelas Edhy dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (18/2/2020).
Menteri Edhy menjelaskan, pihaknya tengah merevisi Permen KP No. 56 dengan memfokuskan diri pada budidaya. Dalam revisi itu juga akan diatur tentang kewajiban restocking untuk menjaga habitat ketiga krustesae ini tetap lestari alam liar.
Aturan lain yang akan diubah untuk mengembalikan kejayaan kota Bitung di bidang perikanan, lanjut Edhy Prabowo, adalah pengoperasian kembali kapal Indonesia buatan asing yang sempat dilarang. Aturan ini diakui berdampak signifikan bagi nelayan dan pengusaha perikanan. Banyak kapal yang mangkrak dan berimbas pada anjloknya produksi nelayan maupun pabrik-pabrik pengolahan ikan.
Sebelum bertemu wali kota Bitung, Edhy Prabowo sempat berkunjung ke dua pabrik pengolahan ikan yakni PT RD Facific dan PT Samudera Mandiri Sentosa (SMS). PT RD Facific sudah tidak lagi beroperasi karena tidak adanya pasokan ikan, sementara PT SMS masih beraktivitas namun produksinya turun drastis. Menurut pengelola PT SMS, produksinya yang dulu sampai 50 ton, kini turun sampai 30 ton.
"Yang dibutuhkan mereka kan hanya ikan sampai ke pabrik mereka. Nah ini sekarang jalannya. Mereka punya kapal, mereka juga kami minta agar siap menerima ikan dari nelayan. Sehingga semua ikan yang ada di wilayah sini bisa ditampung dengan harga yang lebih mahal. Harusnya ini bisa lebih positif bagi perusahaan yang ada di sini. Kita harapkan PT Samudera Mandiri Sentosa ini menjadi contoh untuk investor dalam negeri," kata Edhy Prabowo saat menyambangi PT SMS.
Menyoal kapal eks asing, Edhy menegaskan, KKP tengah menyiapkan revisi aturan mengenai hal tersebut. "Jadi semua masih dalam pembahasan. Bahwa nyatanya kapal itu milik Indonesia, itu harus kita renungkan bersama. Nanti yang nangkap harus orang Indonesia. Nakhodanya orang indonesia, tukang pancingnya orang indonesia. Terus apa lagi yang jadi masalah. Bahwa kemudian kapalnya kapal asing, apa yang harus diragukan. Orang Indonesia beli kapal di luar negeri dan sudah mendapat rekomendasi sebelumnya," paparnya.
Edhy menegaskan, pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan harus dijaga bersama-sama. Investasi asing di bidang perikanan diharapkan terus tumbuh, di samping beragam peluang harus diberikan kepada investor asing yang sudah menjalankan bisnisnya di Indonesia.
"Sekarang kita nyari investor yang mau berinvestasi di Indonesia. Bagaimana negara lain mau tertarik, jika melihat eksistingnya saja enggak diperhatikan. Peluang kita ada, semangat masyarakat juga ada, pemda juga menggebu-gebu. Mudah-mudahan bisa menjawab semua masalah ini," tutupnya.
Sementara itu, Wali Kota Bitung, Max J. Lomban, mengatakan pertumbuhan ekonomi masyarakat di wilayahnya anjlok hampir 50% dalam beberapa tahun belakangan akibat sejumlah peraturan Kementerian Keluatan dan Perikanan.
"Pertumbuhan ekonomi akhir 2014 mencapai 7%, tahun 2015 menjadi turun 3,56%. Ini tidak pernah terjadi di Sulawesi Utara bahkan di kota Bitung. Perekonomian anjlok 50% karena kelautan dan perikanan kita betul-betul jatuh," jelasnya.
Dia berharap kehadiran Menteri Edhy di Bitung menjadi angin segar sehingga perikanan kota Bitung kembali maju. "Saya sepakat untuk menjaga lingkungan, tapi bagaimana kita juga menjaga agar ekonomi masyarakat meningkat sambil lingkungannya dijaga. Supaya ada keseimbangan," ujar dia.
"Tadi kita sudah datang di satu pabrik yang tidak jalan (beroperasi) karena regulasi. Pak Edhy juga datang ke pabrik yang operasinya setengah jalan, karena mereka bisa nangkap, juga bisa budidaya. Jadi dari kedua contoh itu pak Edhy punya gambaran mau diapakan. Saya yakin beliau tau solusi perikanan," harapnya.
"Kita mulai dengan Permen 56. Ada tiga Krustasea yang diatur di sini. Lobster, kepiting dan rajungan. Kepiting di bawah 150 gram, lobster di bawah 200 gram. Di Sulawesi ini banyak yang bergantung dari mencari benih lobster, di Lombok dan di daerah lain," jelas Edhy dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (18/2/2020).
Menteri Edhy menjelaskan, pihaknya tengah merevisi Permen KP No. 56 dengan memfokuskan diri pada budidaya. Dalam revisi itu juga akan diatur tentang kewajiban restocking untuk menjaga habitat ketiga krustesae ini tetap lestari alam liar.
Aturan lain yang akan diubah untuk mengembalikan kejayaan kota Bitung di bidang perikanan, lanjut Edhy Prabowo, adalah pengoperasian kembali kapal Indonesia buatan asing yang sempat dilarang. Aturan ini diakui berdampak signifikan bagi nelayan dan pengusaha perikanan. Banyak kapal yang mangkrak dan berimbas pada anjloknya produksi nelayan maupun pabrik-pabrik pengolahan ikan.
Sebelum bertemu wali kota Bitung, Edhy Prabowo sempat berkunjung ke dua pabrik pengolahan ikan yakni PT RD Facific dan PT Samudera Mandiri Sentosa (SMS). PT RD Facific sudah tidak lagi beroperasi karena tidak adanya pasokan ikan, sementara PT SMS masih beraktivitas namun produksinya turun drastis. Menurut pengelola PT SMS, produksinya yang dulu sampai 50 ton, kini turun sampai 30 ton.
"Yang dibutuhkan mereka kan hanya ikan sampai ke pabrik mereka. Nah ini sekarang jalannya. Mereka punya kapal, mereka juga kami minta agar siap menerima ikan dari nelayan. Sehingga semua ikan yang ada di wilayah sini bisa ditampung dengan harga yang lebih mahal. Harusnya ini bisa lebih positif bagi perusahaan yang ada di sini. Kita harapkan PT Samudera Mandiri Sentosa ini menjadi contoh untuk investor dalam negeri," kata Edhy Prabowo saat menyambangi PT SMS.
Menyoal kapal eks asing, Edhy menegaskan, KKP tengah menyiapkan revisi aturan mengenai hal tersebut. "Jadi semua masih dalam pembahasan. Bahwa nyatanya kapal itu milik Indonesia, itu harus kita renungkan bersama. Nanti yang nangkap harus orang Indonesia. Nakhodanya orang indonesia, tukang pancingnya orang indonesia. Terus apa lagi yang jadi masalah. Bahwa kemudian kapalnya kapal asing, apa yang harus diragukan. Orang Indonesia beli kapal di luar negeri dan sudah mendapat rekomendasi sebelumnya," paparnya.
Edhy menegaskan, pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan harus dijaga bersama-sama. Investasi asing di bidang perikanan diharapkan terus tumbuh, di samping beragam peluang harus diberikan kepada investor asing yang sudah menjalankan bisnisnya di Indonesia.
"Sekarang kita nyari investor yang mau berinvestasi di Indonesia. Bagaimana negara lain mau tertarik, jika melihat eksistingnya saja enggak diperhatikan. Peluang kita ada, semangat masyarakat juga ada, pemda juga menggebu-gebu. Mudah-mudahan bisa menjawab semua masalah ini," tutupnya.
Sementara itu, Wali Kota Bitung, Max J. Lomban, mengatakan pertumbuhan ekonomi masyarakat di wilayahnya anjlok hampir 50% dalam beberapa tahun belakangan akibat sejumlah peraturan Kementerian Keluatan dan Perikanan.
"Pertumbuhan ekonomi akhir 2014 mencapai 7%, tahun 2015 menjadi turun 3,56%. Ini tidak pernah terjadi di Sulawesi Utara bahkan di kota Bitung. Perekonomian anjlok 50% karena kelautan dan perikanan kita betul-betul jatuh," jelasnya.
Dia berharap kehadiran Menteri Edhy di Bitung menjadi angin segar sehingga perikanan kota Bitung kembali maju. "Saya sepakat untuk menjaga lingkungan, tapi bagaimana kita juga menjaga agar ekonomi masyarakat meningkat sambil lingkungannya dijaga. Supaya ada keseimbangan," ujar dia.
"Tadi kita sudah datang di satu pabrik yang tidak jalan (beroperasi) karena regulasi. Pak Edhy juga datang ke pabrik yang operasinya setengah jalan, karena mereka bisa nangkap, juga bisa budidaya. Jadi dari kedua contoh itu pak Edhy punya gambaran mau diapakan. Saya yakin beliau tau solusi perikanan," harapnya.
(ven)