Gandeng Korsel, Pembangunan Kawasan Industri Dipercepat
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya menyelesaikan dengan cepat beberapa tantangan yang dihadapi dalam membangun kawasan industri. Tantangan itu mulai dari proses penyiapan dokumen, lahan dan tata ruang, perizinan, kebutuhan infrastruktur, pengelolaan dan pencarian tenant, hingga menciptakan kenyamanan berusaha.
Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin, Doddy Rahadi mengatakan, pemerintah sedang gencar menarik investasi, terutama dari sektor industri karena dinilai membawa dampak luas bagi perekonomian nasional. "Selama ini dengan tumbuhnya industri, mampu memberikan efek positif seperti pada peningkatan penerimaan devisa dan penyerapan tenaga kerja," ujar Dody di Jakarta, Rabu (19/2).
Dia pun membidik Korea Selatan (Korsel) merupakan salah satu investor potensial yang terus dibidik. Negeri Ginseng ini menempati ranking ke tujuh dalam realisasi investasi asing di Indonesia sepanjang tahun 2019 dengan total nilai mencapai USD1,07 juta.
"Guna mengakomodasi realisasi investasi tersebut, perlu dibangun kawasan industri. Hal ini sesuai amanat Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, industri harus berada di dalam kawasan industri,” jelasnya.
Penanaman modal tersebut tersebar dalam lima subsektor industri terbesar yakni industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia sebesar 19%, industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki (12%), serta industri karet, barang dari karet dan plastik (9%). Berikutnya, industri furnitur sebesar 8% serta industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional (5%).
Guna menarik investasi Korsel secara optimal, Kemenperin mengusulkan adanya peningkatan kerja sama melalui kerangka Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA). Usulan itu, antara lain melakukan promosi ekspor di sektor industri otomotif, baja, petrokimia, tekstil, makanan dan minuman, serta elektronik.
“Selanjutnya, promosi investasi dan pengembangan supply chain atau value chain. Peningkatan daya saing melalui capacity building, industrial revolution 4.0, manajemen, teknologi, R&D, dan standardisasi. Kemudian, pengembangan kebijakan SDM manufaktur, pertukaran expert dan Iptek, menggelar dialog, seminar dan workshop, serta kegiatan lainnya yang disepakati kedua pihak,” paparnya.
Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin, Doddy Rahadi mengatakan, pemerintah sedang gencar menarik investasi, terutama dari sektor industri karena dinilai membawa dampak luas bagi perekonomian nasional. "Selama ini dengan tumbuhnya industri, mampu memberikan efek positif seperti pada peningkatan penerimaan devisa dan penyerapan tenaga kerja," ujar Dody di Jakarta, Rabu (19/2).
Dia pun membidik Korea Selatan (Korsel) merupakan salah satu investor potensial yang terus dibidik. Negeri Ginseng ini menempati ranking ke tujuh dalam realisasi investasi asing di Indonesia sepanjang tahun 2019 dengan total nilai mencapai USD1,07 juta.
"Guna mengakomodasi realisasi investasi tersebut, perlu dibangun kawasan industri. Hal ini sesuai amanat Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, industri harus berada di dalam kawasan industri,” jelasnya.
Penanaman modal tersebut tersebar dalam lima subsektor industri terbesar yakni industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia sebesar 19%, industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki (12%), serta industri karet, barang dari karet dan plastik (9%). Berikutnya, industri furnitur sebesar 8% serta industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional (5%).
Guna menarik investasi Korsel secara optimal, Kemenperin mengusulkan adanya peningkatan kerja sama melalui kerangka Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA). Usulan itu, antara lain melakukan promosi ekspor di sektor industri otomotif, baja, petrokimia, tekstil, makanan dan minuman, serta elektronik.
“Selanjutnya, promosi investasi dan pengembangan supply chain atau value chain. Peningkatan daya saing melalui capacity building, industrial revolution 4.0, manajemen, teknologi, R&D, dan standardisasi. Kemudian, pengembangan kebijakan SDM manufaktur, pertukaran expert dan Iptek, menggelar dialog, seminar dan workshop, serta kegiatan lainnya yang disepakati kedua pihak,” paparnya.
(akr)