Pengamat: Hindari Risiko Berbahaya dalam Pembentukan BUMNK Migas

Rabu, 26 Februari 2020 - 06:21 WIB
Pengamat: Hindari Risiko Berbahaya dalam Pembentukan BUMNK Migas
Pengamat: Hindari Risiko Berbahaya dalam Pembentukan BUMNK Migas
A A A
JAKARTA - Beberapa waktu terakhir muncul isu publik mengenai tata kelola hulu minyak dan gas. Diantara berita yang beredar menyatakan bahwa Pertamina siap menggantikan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Isu ini terkait dengan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja atau Omnibus Law. Ketentuan yang menarik perhatian publik adalah rencana pembubaran SKK Migas dengan digantikan oleh Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMNK).

Menanggapi rencana pembentukan BUMNK yang akan menggantikan SKK Migas ini, Guru Besar ITS Mukhtasor meminta pemerintah berhati-hati. "Rencana ini bukan hanya memberikan harapan atas peluang perbaikan tata kelola hulu migas, tetapi justru yang sangat penting diperhatikan adalah mitigasi risiko yang berbahaya," ungkapnya melalui siaran pers, Rabu (26/2/2020).

Mantan anggota Dewan Energi Nasional (DEN) periode 2009-2014 ini menjelaskan bahwa risiko tersebut terletak pada lembaga mana yang akan ditunjuk oleh Undang-undang untuk menangani tata kelola hulu migas, menjadi BUMNK tersebut.

Mukhtasor menambahkan, pemerintah jangan sampai memindahkan kewenangan urusan hulu migas kepada BUMN yang tata kelolanya biasa-biasa saja. Apalagi BUMN yang sebentar-sebentar ganti direksi.

"Kita ingat ya, tata kelola hulu migas ini menangani aset cadangan migas milik negara yang jumlahnya sangat besar. Menangani kontrak-kontrak bernilai bisnis skala raksasa. Banyak pihak memberi perhatian. Bahkan mafia migas juga. Jangan sampai mengambil risiko menyerahkannya kepada BUMN yang punya catatan blunder-blunder tata kelola," tegas Mukhtasor.

Menanggapi kesiapan Pertamina dalam hal ini, Mukhtasor menekankan bahwa banyak perusahaan jika ditawari kewenangan mengelola monetisasi cadangan migas nasional tentunya akan tertarik. Namun, imbuh dia, seharusnya pembuat kebijakan berpikir dalam konteks besar Indonesia. Rekam jejak BUMN-BUMN itu, kata dia, tidak sulit diakses. Baik jejak digital ataupun jejak legal.

"Jadi tidak sulit mencari tahu apakah suatu BUMN itu tata kelolanya amburadul, apakah menjadi sasaran operasi mafia dan sebagainya. Ada tidak BUMN yang prestasinya tergolong baik tetapi direksinya justru diganti? Ada. Bahkan ada BUMN yang mudah saja ganti-ganti AD/ART dan direksi. BUMN seperti ini kalau ditambahi urusan hulu migas, berbahaya. Dalam investasi itu ada pesan bijak, jangan menaruh telur dalam satu keranjang, apalagi jika keranjang itu sering bergoyang. Bisa tumpah. Telur bisa pecah semua. Buatlah beberapa keranjang," sarannya.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6605 seconds (0.1#10.140)