Menkop dan UKM Jaga Ketahanan Ekonomi Kerakyatan di Papua
A
A
A
SORONG - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menegaskan, bahwa pihaknya akan terus mendorong ekonomi kerakyatan terutama di sektor kelautan dan perikanan, dan juga ketahanan pangan di Provinsi Papua Barat dan Papua.
"Selain pengembangan sagu sebagai komoditas utama dalam ketahanan pangan di Papua, saya berharap sagu yang merupakan aqua culture itu menarik untuk tetap terjaga," kata Menkop dan UKM, Jumat (29/2).
Dia melanjutkan pasca acara High Level Meeting on Green Investment untuk Papua dan Papua Barat para pelaku koperasi dan UKM akan diprioritaskan untuk mengelola beberapa komoditi seperti kopi, kakao, rumput laut, pala, dan sagu.
"Kita mengajukan proposal di dalam Focus Group Disscussion (FGD) antar Kementerian dan Investor dari luar itu justru adalah model bisnis yang melibatkan pelaku UKM yang sekarang sudah existing," jelas Teten.
Kemudian, lanjut Teten, mereka akan dimitrakan dengan investor atau offtaker dari luar. "Dengan begitu, sebenarnya ini lebih tepat untuk menjawab masalah di Papua ini. Karena di papua ini, selain persoalan lingkungan, ada juga persoalan kesenjangan dan juga masalah tanah atau lahan," tegas Teten.
Hal itu perlu dilakukan untuk mendorong investasi di Papua. Namun, hal itu jangan sampai menyingkirkan para petani dan para pengusaha kecil yang kebanyakan masyarakat lokal. Dan juga, jangan sampai terjadi pelepasan lahan dari masyarakat ke investor.
"Kami sekarang sedang berusaha disini untuk membicarakan bersama-sama antara Kementerian Koperasi dan UKM dengan para pelaku UKM di sektor komoditi tadi, yaitu di sektor agribisnis aqua culture untuk kita bawa di tempat FGD antar Kementerian," kata Menkop dan UKM.
Di samping itu, jika ingin scalling up atas ekonomi masyarakat Papua, harus dipikirkan juga adalah pengolahan dan pasarnya. "Jangan sampai mereka kemudian terbebani lagi atau perekonomiannya tidak berkembang, karena marketnya tidak kita kembangkan juga," tandas Teten.
Begitu juga dengan potensi ekonomi dari rumput laut di Raja Ampat. Karena, disana memiliki beberapa kawasan memiliki daerah Karang Cincin yang luas.
Sementara itu, pendiri KSU Tunas Sairei Sorong Charles Tawaru menjelaskan, tingginya kualitas produk Rumput Laut disana karena pasang surut air laut terbilang stabil dan tidak pernah kering. Jadi, kawasan Papua amat cocok untuk menanam rumput laut. "Kita pernah ikut pameran dan menjadi juara, karena rumput lautnya sehat dan memiliki kualitas yang bagus," kata dia.
Menurut Charles, fokus di beberapa wilayah seperti Raja Ampat dan beberapa kabupaten lainnya adalah mendorong pengembangan koperasi dengan komoditi-komoditi unggulan di wilayahnya masing-masing. Selain sagu, perikanan, dan kelautan, akan dikembangkan juga sektor Ekowisata.
"Kebetulan, di wilayah Teluk Cendrawasih ini ada beragam jenis anggrek, itu tempat dimana ditemukannya anggrek hitam, salah satu yang menjadi endemik Papua sempat ikut juara dan juara juga di tingkat nasional," papar Charles.
Selain itu, lanjut Charles, Papua juga memiliki potensi ikan segar seperti kerapu, ikan asin, dan sebagainya, yang dipasarkan hingga ke Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. "Bahkan, ada kelompok di pesisir di Raja Ampat ada yang memproduksi cumi kering," kata Charles.
Meski begitu, di depan Menkop dan UKM Teten, Charles mengakui, pemasaran komoditas kelautan dan perikanan di Papua masih menghadapi kendala. Diantaranya, antar wilayah yang berjauhan dan kendala di sektor transportasi.
"Selain pengembangan sagu sebagai komoditas utama dalam ketahanan pangan di Papua, saya berharap sagu yang merupakan aqua culture itu menarik untuk tetap terjaga," kata Menkop dan UKM, Jumat (29/2).
Dia melanjutkan pasca acara High Level Meeting on Green Investment untuk Papua dan Papua Barat para pelaku koperasi dan UKM akan diprioritaskan untuk mengelola beberapa komoditi seperti kopi, kakao, rumput laut, pala, dan sagu.
"Kita mengajukan proposal di dalam Focus Group Disscussion (FGD) antar Kementerian dan Investor dari luar itu justru adalah model bisnis yang melibatkan pelaku UKM yang sekarang sudah existing," jelas Teten.
Kemudian, lanjut Teten, mereka akan dimitrakan dengan investor atau offtaker dari luar. "Dengan begitu, sebenarnya ini lebih tepat untuk menjawab masalah di Papua ini. Karena di papua ini, selain persoalan lingkungan, ada juga persoalan kesenjangan dan juga masalah tanah atau lahan," tegas Teten.
Hal itu perlu dilakukan untuk mendorong investasi di Papua. Namun, hal itu jangan sampai menyingkirkan para petani dan para pengusaha kecil yang kebanyakan masyarakat lokal. Dan juga, jangan sampai terjadi pelepasan lahan dari masyarakat ke investor.
"Kami sekarang sedang berusaha disini untuk membicarakan bersama-sama antara Kementerian Koperasi dan UKM dengan para pelaku UKM di sektor komoditi tadi, yaitu di sektor agribisnis aqua culture untuk kita bawa di tempat FGD antar Kementerian," kata Menkop dan UKM.
Di samping itu, jika ingin scalling up atas ekonomi masyarakat Papua, harus dipikirkan juga adalah pengolahan dan pasarnya. "Jangan sampai mereka kemudian terbebani lagi atau perekonomiannya tidak berkembang, karena marketnya tidak kita kembangkan juga," tandas Teten.
Begitu juga dengan potensi ekonomi dari rumput laut di Raja Ampat. Karena, disana memiliki beberapa kawasan memiliki daerah Karang Cincin yang luas.
Sementara itu, pendiri KSU Tunas Sairei Sorong Charles Tawaru menjelaskan, tingginya kualitas produk Rumput Laut disana karena pasang surut air laut terbilang stabil dan tidak pernah kering. Jadi, kawasan Papua amat cocok untuk menanam rumput laut. "Kita pernah ikut pameran dan menjadi juara, karena rumput lautnya sehat dan memiliki kualitas yang bagus," kata dia.
Menurut Charles, fokus di beberapa wilayah seperti Raja Ampat dan beberapa kabupaten lainnya adalah mendorong pengembangan koperasi dengan komoditi-komoditi unggulan di wilayahnya masing-masing. Selain sagu, perikanan, dan kelautan, akan dikembangkan juga sektor Ekowisata.
"Kebetulan, di wilayah Teluk Cendrawasih ini ada beragam jenis anggrek, itu tempat dimana ditemukannya anggrek hitam, salah satu yang menjadi endemik Papua sempat ikut juara dan juara juga di tingkat nasional," papar Charles.
Selain itu, lanjut Charles, Papua juga memiliki potensi ikan segar seperti kerapu, ikan asin, dan sebagainya, yang dipasarkan hingga ke Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. "Bahkan, ada kelompok di pesisir di Raja Ampat ada yang memproduksi cumi kering," kata Charles.
Meski begitu, di depan Menkop dan UKM Teten, Charles mengakui, pemasaran komoditas kelautan dan perikanan di Papua masih menghadapi kendala. Diantaranya, antar wilayah yang berjauhan dan kendala di sektor transportasi.
(akr)