Draft Perpres Energi Baru Terbarukan Tinggal Diteken Jokowi

Senin, 02 Maret 2020 - 15:40 WIB
Draft Perpres Energi...
Draft Perpres Energi Baru Terbarukan Tinggal Diteken Jokowi
A A A
JAKARTA - Pemerintah terus berupaya menggairahkan investasi Energi Baru Terbarukan (EBT) di dalam negeri. Upaya tersebut akan diwujudkan dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) feed in tariff untuk menentukan harga jual EBT berdasarkan biaya produksi.

“Kebijakan ini sedang disiapkan untuk mendorong EBT supaya bisa tumbuh. Mudah-mudahan kebijakan ini bisa direspon dengan baik oleh seluruh pihak,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif di acara Jakarta Energy Forum 2020 bertajuk The Future Of Energy, di The Tribrata Dharmawangsa Hotel, Jakarta, Senin (2/3/2020).

Arifin berharap kehadiran kebijakan baru ini dapat meningkatkan investasi EBT. Adapun investasi EBT diproyeksikan pada 2024 mencapai USD20 miliar. “Investasi EBT sampai 2024-2025 mencapai USD20 miliar. Ini suatu peluang bisa kita manfaatkan dan kembangkan,” ujar dia.

Tidak hanya itu, Perpres EBT diharapkan mampu mencapai target porsi bauran energi sebesar 23% pada 2025 dari saat ini baru mencapai 9-10%. Selain itu, meningkatkan porsi bauran energi dari EBT diharapkan mampu menurunkan impor minyak mentah (crude) dan produk bahan bakar minyak (BBM).

Pihaknya merinci, impor minyak mentah, kondensat dan BBM pada 2018 mencapai USD22 miliar mengalami penurunan pada 2019 sebesar USD19 miliar. Adapun penurunan tersebut disebabkan oleh sejumlah program green energy seperti mandatori biodiesel dan upaya peningkatan EBT.

“Ke depan kita perlu memanfaatkan sumber matahari. Kita punya atap-atap rumah bisa dipasang panel surya biaya listrik lebih hemat 15-20%. Dari total EBT yang bisa dikonvert 700 gigawatt (GW) porsi energi surya mencapai 300 GW,” kata dia.

Wakil Menteri BUMN Budi Gunado Sadikin mendukung upaya transisi energi dari fosil ke EBT. Pasalnya energi fosil lambat laun mulai ditinggalkan. Namun untuk melakukan sistem transisi energi harus mampu menciptakan energy security yang meliputi ketersediaan, keterjangakauan dan keberlanjutan.

“Transisi energi merupakan peralihan dari energi yang tidak merusak lingkungan. Upaya ini harus dilakukan bersama-sama dengan meningkatkan investasi baik BUMN maupun swasta,” kata dia.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal EBT dan Konservasi Energi pada Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM FX. Sutijastoto mengungkapkan bahwa regulasi Perpres EBT terkait feed in tarrif sudah ditangan Presiden Joko Widodo. Saat ini, draft Perpres EBT telah diserahkan dari Kementerian ESDM ke Sekretariat Negara.

“Sudah ditangan Presiden, tinggal menunggu tanda tangan Presiden. Untuk proses data draftnya sudah diserahkan ke Setneg,” kata dia.

Dia berharap Perpres EBT feed in tarrif segera ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Pihaknya menargetkan Perpres EBT dapat terbit semester pertama tahun ini. “Draft sudah kita serahkan minggu lalu. Diharapkan begitu, pokoknha diharapkan segera,” kata dia.

Lebih lanjut terang dia, bahwa di dalam draft Perpres EBT tersebut bakal ada perbaikan harga listrik EBT yang dijual kepada perusahaan listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Perbaikan harga jual listrik dari produsen kepada konsumen untuk mendorong supaya investasi EBT semakin bergairah. Adapun perbaikan harga menyangkut harga jual listrik PLTP, PLTA, PLTB, PLTS, PLTBg, PLTBm, dan PLTSa.

“Jadi harganya diperbaiki. Pokoknya menjabarkan di Undang-Undang Energi bahwa keekonomiannya wajar untuk mendorong agar pengusaha-pengusaha di dalam negeri bisa berkembang,” kata dia.

Sebagai contoh, selama harga jual listrik Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) merujuk pada Permen ESDM No. 50 Tahun 2017. Di aturan itu harga pembelian listrik dari PLTP ditetapkan paling tinggi sebesar biaya pokok penyediaan (BPP) pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat. Di dalm aturan baru formula harga akan dipertimbangkan berdasarkan tingkat kesulitan dan teknologi yang dibutuhkan untuk membangun PLTP karena mempengaruhi nilai investasi proyek tersebut.

“Jadi untuk panas bumi nanti dipisah. Nanti ada peraturan menterinya sendiri dimasukkan di dalam Perpres. Saat ini, Pak Menteri (Menteri ESDM) sedang mencarikan formula karena panas bumi ini memang risikonya cukup tinggi,” kata dia.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9159 seconds (0.1#10.140)