Kredit Macet Perbankan Meningkat di Tengah Wabah Virus Corona
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hingga Februari 2020 rasio kredit macet (net performing loan/NPL) sebesar 2,77%. Seperti diketahui wabah virus corona (COVID-19) yang merebak sejak awal tahun telah mengganggu berbagai aktifitas produksi manufaktur di China. Hal tersebut turut berdampak kinerja perbankan akibat aktivitas produksi dalam negeri yang juga terganggu akibat kekurangan pasokan bahan baku dari Negeri Tirai Bambu -julukan China-.
"NPL ini gross sekitar 2,53% memang ada peningkatan sedikit 2,77%, maka kita dorong dengan konsolidasi," ujar Kepala Eksekutif Pengawasan OJK Heru Kristiyana di Jakarta, Kamis (5/3/2020).
(Baca Juga: OJK Longgarkan Kolektabilitas Debitur Redam Dampak Corona)
Dia mengungkapkan, banyak faktor yang menyebabkan NPL meningkat. Salah satunya adalah pertumbuhan kredit yang masih rendah tahun ini, dimana data OJK menunjukkan pertumbuhan kredit per Januari 2020 tercatat 6,10% secara tahunan (year on year/yoy).
"(NPL) naik itu karena faktornya banyak, salah satu faktornya kreditnya kan turun. Kredit turut maka sedikit kelihatan meningkat, tapi itu bukan quality-nya lho ya," katanya.
Dalam kesempatan yang sama Dirut BRI Sunarso mengatakan, sudah mengantispasi kenaikan rasio kredit macet ini. "Dengan cadangan itu saya lihat yang callnya belum begitu jatuh, kita sudah cadangkan. Dan saya menilai sampai saat ini saya belum perlu menambahkan cadangan karena cadangan kami sudah cukup, dan sudah kami cadangkan melalui implementasi yang kita punya," jelas Sunarso.
Seperti diketahui sebelumnya Bank Indonesia (BI) akan menurunkan GWM valuta asing (valas) bank umum konvensional dan syariah, dari semula 8% menjadi 4%. Kebijakan ini berlaku mulai 16 Maret 2020. Penurunan rasio GWM alas tersebut akan meningkatkan likuiditas valas di perbankan sekitar USD3,2 miliar dan sekaligus mengurangi tekanan di pasar valas.
Selain itu, BI juga akan menurunkan GWM Rupiah sebesar 50 basis poin (bps) yang ditujukan kepada bank-bank yang melakukan kegiatan pembiayaan ekspor-impor, yang dalam pelaksanaannya akan berkoordinasi dengan pemerintah.
Adapun OJK sudah merelaksasi pengaturan penilaian kualitas aset kredit dengan plafon sampai dengan Rp10 miliar. Ini didasarkan pada satu pilar yaitu ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga, terhadap kredit yang telah disalurkan kepada debitur di sektor yang terdampak penyebaran virus corona.
"NPL ini gross sekitar 2,53% memang ada peningkatan sedikit 2,77%, maka kita dorong dengan konsolidasi," ujar Kepala Eksekutif Pengawasan OJK Heru Kristiyana di Jakarta, Kamis (5/3/2020).
(Baca Juga: OJK Longgarkan Kolektabilitas Debitur Redam Dampak Corona)
Dia mengungkapkan, banyak faktor yang menyebabkan NPL meningkat. Salah satunya adalah pertumbuhan kredit yang masih rendah tahun ini, dimana data OJK menunjukkan pertumbuhan kredit per Januari 2020 tercatat 6,10% secara tahunan (year on year/yoy).
"(NPL) naik itu karena faktornya banyak, salah satu faktornya kreditnya kan turun. Kredit turut maka sedikit kelihatan meningkat, tapi itu bukan quality-nya lho ya," katanya.
Dalam kesempatan yang sama Dirut BRI Sunarso mengatakan, sudah mengantispasi kenaikan rasio kredit macet ini. "Dengan cadangan itu saya lihat yang callnya belum begitu jatuh, kita sudah cadangkan. Dan saya menilai sampai saat ini saya belum perlu menambahkan cadangan karena cadangan kami sudah cukup, dan sudah kami cadangkan melalui implementasi yang kita punya," jelas Sunarso.
Seperti diketahui sebelumnya Bank Indonesia (BI) akan menurunkan GWM valuta asing (valas) bank umum konvensional dan syariah, dari semula 8% menjadi 4%. Kebijakan ini berlaku mulai 16 Maret 2020. Penurunan rasio GWM alas tersebut akan meningkatkan likuiditas valas di perbankan sekitar USD3,2 miliar dan sekaligus mengurangi tekanan di pasar valas.
Selain itu, BI juga akan menurunkan GWM Rupiah sebesar 50 basis poin (bps) yang ditujukan kepada bank-bank yang melakukan kegiatan pembiayaan ekspor-impor, yang dalam pelaksanaannya akan berkoordinasi dengan pemerintah.
Adapun OJK sudah merelaksasi pengaturan penilaian kualitas aset kredit dengan plafon sampai dengan Rp10 miliar. Ini didasarkan pada satu pilar yaitu ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga, terhadap kredit yang telah disalurkan kepada debitur di sektor yang terdampak penyebaran virus corona.
(akr)