Bank Mega Optimistis Naik Kelas Jadi BUKU 4 pada 2025
A
A
A
JAKARTA - PT Bank Mega Tbk menargetkan bisa menjadi bank umum kegiatan usaha (BUKU) 4 dengan modal inti minimum Rp30 triliun di tahun 2025. Namun hingga akhir 2019 lalu, modal inti perseroan masih tercatat sebesar Rp14,68 triliun dan masih butuh lebih dari Rp15 triliun untuk mencapai BUKU 4.
Direktur Utama Bank Mega Kostaman Thayib mengatakan pihaknya optimistis target tersebut dapat dilakukan secara organik. Saat ini modal inti perseroan sekitar Rp15 triliun, dan hingga akhir tahun ini diharapkan bisa mencapai Rp16 triliun. Sehingga masih butuh Rp14 triliun untuk jadi BUKU 4.
"Dari kalkulasi kami, akumulasi profit selama lima tahun ke depan bisa memenuhi kebutuhan Rp14 triliun tersebut,” kata Kostaman di Jakarta, Kamis (5/3/2020).
Dia menjelaskan nantinya perseroan akan memperbesar dalam penahanan laba demi mengumpulkan modal. Namun, perseroan berjanji tetap mengalokasikan setidaknya 50% dari laba sebagai dividen untuk dibagikan kepada pemegang saham.
“Kami tidak ada rencana aksi korporasi, target menjadi BUKU 4 akan dilakukan secara organik. Namun tetap ada alokasi sekitar 50% laba untuk dividen. Kalau nantinya masih kurang, CT Corp sudah berkomitmen menyuntikkan modal,” jelasnya.
Selain itu untuk tahun 2025 dia juga mengaku menargetkan akan menghimpun aset hingga Rp250 triliun dengan return of asset (RoA) hingga 4%.
Sepanjang 2019 performa perseroan positif dengan laba bersih tumbuh signifikan dari Rp1,59 triliun pada 2018 menjadi Rp2 triliun akhir tahun 2019. Ini berarti terdapat pertumbuhan 25,78% (yoy).
Pertumbuhan laba tersebut ditopang oleh strategi penyaluran kredit perseroan. Tahun lalu perseroan tercatat berhasil menyalurkan kredit Rp53,01 triliun dengan pertumbuhan 25,47% (yoy).
Mayoritas dari seluruh segmen kredit yang disasar mencatat pertumbuhan. Segmen korporasi menyumbang Rp23,19 triliun yang tumbuh 51,27% (yoy). Kemudian untuk joint financing tumbuh 14,37% (yoy) senilai Rp15,36 triliun.
Pada segmen kredit ritel dan komersial tumbuh 14,06% (yoy) senilai Rp6,65 triliun. Untuk segmen bisnis kartu kredit yang tercatat tumbuh moderat sebesar 2,23% (yoy) dari Rp 7,71 triliun pada 2018 menjadi Rp7,88 triliun di akhir tahun lalu.
Pertumbuhan kredit juga mendorong aset perseroan dengan pertumbuhan 20,48% (yoy) menjadi Rp100,80 triliun. Ini pertama kalinya perseroan berhasil menghimpun aset lebih dari Rp100 triliun.
Sementara RoA perseroan tahun lalu tercatat sebesar 2,9%. Lebih tinggi dibandingkan kompetitornya di kelas BUKU 3 sebesar 1,7%, bahkan di berada di atas RoA industri sebesar 2,5%.
Direktur Utama Bank Mega Kostaman Thayib mengatakan pihaknya optimistis target tersebut dapat dilakukan secara organik. Saat ini modal inti perseroan sekitar Rp15 triliun, dan hingga akhir tahun ini diharapkan bisa mencapai Rp16 triliun. Sehingga masih butuh Rp14 triliun untuk jadi BUKU 4.
"Dari kalkulasi kami, akumulasi profit selama lima tahun ke depan bisa memenuhi kebutuhan Rp14 triliun tersebut,” kata Kostaman di Jakarta, Kamis (5/3/2020).
Dia menjelaskan nantinya perseroan akan memperbesar dalam penahanan laba demi mengumpulkan modal. Namun, perseroan berjanji tetap mengalokasikan setidaknya 50% dari laba sebagai dividen untuk dibagikan kepada pemegang saham.
“Kami tidak ada rencana aksi korporasi, target menjadi BUKU 4 akan dilakukan secara organik. Namun tetap ada alokasi sekitar 50% laba untuk dividen. Kalau nantinya masih kurang, CT Corp sudah berkomitmen menyuntikkan modal,” jelasnya.
Selain itu untuk tahun 2025 dia juga mengaku menargetkan akan menghimpun aset hingga Rp250 triliun dengan return of asset (RoA) hingga 4%.
Sepanjang 2019 performa perseroan positif dengan laba bersih tumbuh signifikan dari Rp1,59 triliun pada 2018 menjadi Rp2 triliun akhir tahun 2019. Ini berarti terdapat pertumbuhan 25,78% (yoy).
Pertumbuhan laba tersebut ditopang oleh strategi penyaluran kredit perseroan. Tahun lalu perseroan tercatat berhasil menyalurkan kredit Rp53,01 triliun dengan pertumbuhan 25,47% (yoy).
Mayoritas dari seluruh segmen kredit yang disasar mencatat pertumbuhan. Segmen korporasi menyumbang Rp23,19 triliun yang tumbuh 51,27% (yoy). Kemudian untuk joint financing tumbuh 14,37% (yoy) senilai Rp15,36 triliun.
Pada segmen kredit ritel dan komersial tumbuh 14,06% (yoy) senilai Rp6,65 triliun. Untuk segmen bisnis kartu kredit yang tercatat tumbuh moderat sebesar 2,23% (yoy) dari Rp 7,71 triliun pada 2018 menjadi Rp7,88 triliun di akhir tahun lalu.
Pertumbuhan kredit juga mendorong aset perseroan dengan pertumbuhan 20,48% (yoy) menjadi Rp100,80 triliun. Ini pertama kalinya perseroan berhasil menghimpun aset lebih dari Rp100 triliun.
Sementara RoA perseroan tahun lalu tercatat sebesar 2,9%. Lebih tinggi dibandingkan kompetitornya di kelas BUKU 3 sebesar 1,7%, bahkan di berada di atas RoA industri sebesar 2,5%.
(ind)